Cemburu?

17K 787 12
                                    

Usia kehamilan Naya memasuki trimester kedua. Perlahan perutnya sedikit menonjol dari sebelumnya. Namun, orang-orang di sekitarnya belum ada yang menyadari. Naya juga pandai menyembunyikan kehamilannya ketika ke kampus.

"Nay, gak ke kampus?" tanya Rian yang baru saja keluar dari kamar, melihat Naya sendirian sedang melahap sarapan. Dengan keadaan kos yang sudah sepi, yang lain sedang menjalankan kesibukannya masing-masing.

"Iya, Mas. Hari ini lagi gak ada kelas." Naya memberikan senyuman khasnya.

Rian ikut duduk di meja makan, berhadapan dengan Naya. Kemudian tersenyum dan berkata, "Aku tau, Nay, kamu lagi hamil."

Suapan nasi yang ingin masuk ke dalam mulut Naya, seketika terhenti saat mendengar perkataan Rian.

"Gak apa-apa, Nay. Aku juga gak bakal cerita ke siapa-siapa." Rian terkekeh melihat tingkah Naya yang salah tingkah sendiri, lalu menyuruh Naya untuk melanjutkan makannya.

"Kok Mas tau aku hamil." Naya memelankan suaranya yang hampir tidak terdengar.
"Dulu waktu aku masih kuliah, pacar aku kayak kamu. Gerak geriknya sama pas dia lagi nutupin kehamilannya."

"Pacar? Sekarang masih bareng mas?" Naya penasaran.

Rian tertawa kecil, "Udah bahagia sama pasangannya dan pasangannya temen aku sendiri." Naya mengangguk langsung paham.

"Ayahnya 'dia' pacar kamu?" tanya Rian penasaran. Naya menjawab dengan gelengan. Beberapa detik mereka saling diam.

"Kalo gitu aku berangkat kerja dulu. Kalo butuh apa-apa, jangan sungkan minta tolong aja ke aku." Sebelum percakapan mereka semakin jauh, Rian berpamitan untuk berangkat kerja.

Sepeninggalan Rian, Naya kembali melanjutkan kegiatan sarapannya. Setelah selesai makan, dia mencuci alat makan yang habis digunakan.

Selagi mencuci, Naya merasakan seseorang datang menuju ke arahnya dan orang itu berdiri di belakangnya. Naya sedikit melirik ke belakang, orang itu adalah Reno.

Naya mempercepat gerakannya. Setelah selesai, dengan cepat dia pergi berusaha pergi dari hadapan Reno. Namun, tangannya ditahan oleh laki-laki itu.

"Ngomong apa aja lu tadi sama Rian?" walaupun tatapan Reno biasa saja, tapi cukup membuat Naya tertekan.
"Dia tau aku hamil," gugup Naya. Sedikit takut akan reaksi Reno.

Reno terus menatap Naya.
"Lu yang kasih tau?"

"Enggak kok, enggak." Naya menggeleng dengan cepat, sedangkan Reno kemudian mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya.

"Ambil," tegas Reno memberikan amplop yang berisikan uang.

"Eh, gak usah. Kamu gak usah repot-repot," tolak Naya yang terkejut dengan pemberian itu. Memang selama dia mengandung, Reno tidak pernah memberikan apapun. Berbicara atau menemuinya secara intens saja tidak pernah.

"Ini buat 'Dia'," tanpa basa basi lagi, Reno menaruh amplop itu di atas meja tepat di samping Naya, kemudian pergi keluar dengan motornya.

Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau Naya harus menerima amplop itu. Sampai di kamar, dia tuliskan semua yang terjadi pagi ini di dalam jurnalnya. Semua hal dan kejadian yang dia alami selama masa kehamilannya tertulis jelas di dalam buku itu. Dari senang hingga sedih.

...

Dalam sebuah kamar apartemen, pakaian dalam, baju dan celana berserakan di lantai. Sepasang kekasih sedang berpelukan di atas ranjang dalam keadaan tanpa sehelai benang pun. Cermin lemari di kamar tersebut menjadi saksi kegiatan panas mereka. 

“Kita mau ngapain lagi?” tanya Reno, kemudian mencium bibir Bianca. 
“Gak tau.” Bianca dengan manja menenggelamkan wajahnya pada dada Reno. 

“Main game aja gimana?” 
Kalo game nanti kamu yang main, aku dianggurin,” rajuk Bianca memajukan bibirnya. 

Di kamar Bianca, terdapat PlayStation keluaran terbaru yang dibelikannya untuk Reno. Bianca secara cuma-cuma membelikan mainan itu sebagai hadiah ulang tahun untuk Reno. 

Reno bangkit untuk memakai celana dalam pendeknya dan mulai mengotak-atik konsol game-nya

“Tuh ‘kan,” kesal Bianca. 
“Ih, ngambek. Sini!” Reno menyuruh Bianca berbaring di pelukannya tepat pada dadanya, selagi dia bermain game.

“Sayang."
“Hmm—” 

“Aku boleh pinjem uang gak?” Reno masih fokus dengan game di hadapannya.
“Ih, kamu kayak sama siapa aja, tapi ini dulu,” goda Bianca dengan sebuah bungkusan pengaman di tangannya. Reno tersenyum dan mereka pun melanjutkan kegiatan bercinta mereka.

...

Uang yang dia kasih ke Naya adalah uang yang dia dapatkan dari kekasihnya. Bukan sekali dua kali Reno meminta uang kepada Bianca, bahkan PS sekalipun.

×_+

Naya terbangun dari tidurnya karena mendengar suara cekikikan dari seorang perempuan dan laki-laki. Naya melihat ponselnya, Jam menunjukkan pukul empat sore.

Dia pun keluar kamar, pergi ke dapur dan memasak makanan untuk mengisi perutnya yang sejak tadi berbunyi. Tidak lupa juga meminum susu ibu hamil.

Di meja makan, Naya bisa mendengar desahan perempuan dari kamar Reno.
'Apa kosan ini memang sebebas itu?' batin Naya bertanya dengan polosnya.

Kebetulan juga, 'kenapa dari pagi sampai sore hari kosan ini masih sepi. Sesibuk itu kah mereka semua?' pikir Naya.

Pintu kamar Reno terbuka, Naya yang sedang melamun dibuat terkejut.

"Sayang, mau kemana sih?"
"Mau minum sebentar." Mereka dengan santainya berciuman di depan pintu. Sepertinya mereka belum menyadari keberadaan Naya.

Naya sebisa mungkin tidak melihat pemandangan itu.

"Eh, Naya. Kamu ngekos di sini juga? Kok aku baru liat." Bianca mengambil tempat duduk bersebrangan dengan Naya.

"Iya, aku baru pindah beberapa bulan yang lalu." Naya menduga kemeja yang dipakai Bianca adalah milik Reno.

"Naya maaf, kamu hamil?" Bianca bertanya seperti itu karena melihat sebuah kotak susu untuk ibu hamil di atas meja.

Naya terkejut dan panik, dia lupa menyimpan kembali kotak susu itu. Belum sempat menjawab Reno datang menghampiri dalam keadaan telanjang dada.

"Sayang, katanya kamu mau minum."

Tidak mungkin Naya tidak iri dengan perlakuan Reno terhadap Bianca. Dia ingin juga dimanja oleh Reno.

"Yaudah iya, kamu tunggu aja, gak sabaran banget sih." Selesai minum, bukannya kembali ke kamar, Reno menarik Bianca ke kamar mandi.

"Ih, kamu mau lanjut lagi?" kesal Bianca.
"Iya, emang kenapa?"

"Kamu gak malu ada Naya. Gimana sih!" desis Bianca setengah berbisik.
"Udah biarin aja. Kamu masuk dulu, aku mau ambil handuk."

Reno melewati Naya begitu saja tanpa sedikit pun melirik perempuan itu. Begitupun dengan Naya, selesai makan dia buru-buru mengunci dirinya di kamar.

Hari ini entah kenapa dirinya penuh dengan iri dan kecemburuan, padahal apa yang dia harapkan dari Reno?

Mungkin pagi itu akan menjadi yang terakhir kalinya, dia dan Reno saling berhubungan.

.

Air di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang