Pindah

10.8K 466 4
                                    

"NAYAAAA!!!" teriak Melani dan berlarian menuju Naya yang baru saja tiba di kos-annya.

Wajah Melani berseri-seri melihat bayi mungil yang ada di gendongan Naya. "Wahh—" Saking gemesnya Melani sampai ingin meremas bayi yang sedang tertidur itu.

"Anak kamu?" Dia takjub sekaligus tidak menyangka temannya itu telah memiliki seorang anak.

"Udah, udah, jangan dipegang-pegang," cetus Reno dengan gestur tangan mengusir.
"Ihh, resek lu," dumel Melani, kemudian menarik tangan Naya menjauh dari Reno.

Naya kembali bertemu dengan penghuni kos yang lain, tentunya juga dengan Rian. Masing-masing dari mereka melepas rindu yang tertahan.

Selagi Naya berbincang dengan yang lain, Reno sibuk mengemas barang-barang yang akan dia pindahkan ke tempat tinggal barunya. Termasuk hadiah-hadiah dari penghuni kos itu.

"Jadinya lu pindah, bro?" tanya Alvin santai meskipun menyayangkan temannya yang akan pindah itu.

"Iyalah, masa mau di sini terus. Ntar anak gua salah bergaul sama lu," canda Reno.

"Ye—gini-gini gua bisa jadi tutor yang baik buat anak lu."
"Tutor apaan?"
"Jadi playboy," goda Alvin sambil menaikkan sebelah alisnya.

Spontan Reno mengeplak Alvin dengan kardus kosong, sedangkan yang dikeplak tertawa terbahak-bahak.

"Jangan lupa mainan yang gua kasih itu dipake." Masih dengan tertawanya, Alvin menghindar dari pandangan Reno. Bergabung dengan yang lain.

Sepeninggalan Alvin, Reno mencari 'mainan' yang dimaksud oleh temannya itu. Ternyata masih dia simpan di dalam laci.

Beberapa detik dia pandangi kotak itu, kemudian mengalihkan pandangannya pada Naya. Melihat kedua objek itu saja sudah membuat gairahnya meningkat.

"Ren." Lamunan Reno buyar mendengar panggilan Naya.

"Iya, sayang." Dipeluknya pinggang Naya.

"Ini semua barang-barang kamu?" Naya heran melihat barang Reno yang kira-kira lebih banyak dari miliknya.

"Nggak, ini hadiah dari mereka buat kamu sama Rolan."
"Coba aku mau liat." Reno dengan sigap mengambil alih Rolan dari gendongan istrinya.

Naya mengambil salah satu paper bag yang berisi sepaket peralatan makan bayi, lalu melihat-lihat hadiah yang lain.

"Eh, anak ayah udah bangun." Bayi itu tersenyum melihat wajah ayahnya dan tangan kecilnya yang berusaha menggapai sesuatu.

"Itu apa?" Naya menunjuk dua buah kotak di atas meja Reno.

"Itu—" Reno tergagap ingin menjawab. Naya yang penasaran pun mengambil dua kotak itu.

"Kenapa ya, kamu tuh mesum banget jadi orang?" cibir Naya.
"Itu dari Alvin. Aku juga gak tau ada kondom begitu," bela Reno.

"Aku juga gak akan maksa kamu."

Beberapa detik setelah itu, air mata Naya keluar, yang membuat Reno seketika panik.

"Loh kok nangis?" Reno mengajak Naya untuk duduk dan tenang.

"Aku—aku tuh takut—" ucap Naya sesenggukan. "Kamu main sama perempuan lain gara-gara aku nolak kamu terus."

"Apalagi aku ada tanda bekas lahiran." Dia menutup wajahnya malu.

"Gak mungkin lah, emang kamu pikir aku cowok apaan." Reno membantah spekulasi dari Naya.

"Nay, dengerin aku. Kalo aku khianatin kamu, kamu tinggal aduin aja ke saudara-saudara aku. Biar aku dibunuh sama mereka." Tatapan mata Reno sangat serius.

"Udah ya, jangan khawatir. Aku cuma mau kamu, gak ada yang lain." Reno menghapus air mata Naya.

.

"Yah—Naya jadinya pindah sekarang?" Melani masih belum rela berpisah dengan temannya.

"Nanti kapan-kapan main ke rumah aku." Naya juga tidak menyangka dirinya bisa sampai sejauh ini.

Reno mengangkut barang-barang ke dalam bagasi taxi online yang dipesannya.

"Gua masih gak nyangka lu nikah." Alvin ikut membantu memindahkan barang Reno
"Berisik lu ah, ngeledekin gua mulu," ketus Reno.

"Ya, gua gak nyangka aja lu seserius ini. Apa karena terpaksa?" selidik Alvin

Reno memejamkan matanya, lalu menghela napas pelan.
"Lu diem apa mau gua tonjok?"

"Bercanda, Ren." Sebelum hal yang tidak dia inginkan terjadi, Alvin segera kabur dari Reno, masuk ke dalam sambil cekikikan.

"Itu Alvin kenapa?" tanya Naya yang menghampiri Reno, sudah siap untuk pergi.
"Biarin aja orang gila."

Reno meraih pinggang Naya, kemudian mencium kening istrinya itu.
"Pulang sekarang?" Naya mengangguk.

"Kamu jadinya naik motor?" Reno menuju apartemen dengan menggunakan motornya yang tertinggal di kosan.
"Iya, tenang aja aku jagain kalian dari belakang."

Mereka berpamitan dengan teman-teman di kosan itu, termasuk kepada bapak kos yang juga datang untuk melihat mereka pindah.

×_+

"Reno?" Naya mengusap matanya yang baru saja terbuka. Dia lihat ke sebelahnya kosong, tak ada sosok Reno di sampingnya.

Dia bangkit dari tidurnya dan melihat pintu balkon yang terbuka. Di situlah sosok Reno berada.

Hari masih gelap, matahari belum menampakkan diri. Mata Reno memandangi langit gelap itu. Entah apa yang ada di pikirannya.

Naya memeluk perut telanjang Reno dari belakang. Kebiasaan laki-laki itu yang tidak memakai bajunya ketika tidur.

"Ren—" Mendengar panggilan dan pelukan itu, Reno memejamkan matanya.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Naya.
"Aku inget, dulu Ibu aku sering liat matahari terbit dari sini. Dia selalu nunggu momen ini."

Naya semakin mengeratkan pelukannya, hingga pipinya menempel pada punggung Reno.

"Kamu mau sarapan apa?" tanya Naya memecahkan kesunyian.
"Mau sarapan kamu." Reno membalikkan badanya, kemudian mengangkat tubuh Naya.

"Reno!" pekik Naya, ketika tubuhnya ditempelkan pada tembok. Reno tidak membiarkan mulutnya berbicara. Setelah itu kepala laki-laki itu masuk ke dalam bajunya.

Naya memejamkan matanya menikmati sentuhan Reno. Hingga tak sadar dirinya sudah berada di ranjang. Pakaiannya pun telah dilepas oleh Reno.

"Mau yang mana?" Reno memegang dua buah kotak pengaman.

Naya menunjuk kotak berwarna hitam yang merupakan pengaman bergerigi. Reno tersenyum jahil, selagi memasangkan pengaman.

Perasaan geli menjalar ke setiap sudut tubuh Naya. Tangan Naya telah mengalung indah pada leher Reno. Mereka menikmati permainan singkat di pagi hari itu.

Kaki Naya telah melingkar di pinggang Reno. Kaki dan tangannya semakin erat memeluk Reno.

Usai permainan, Naya menahan tubuh Reno yang ingin bangkit. Reno mengerti, dikecupnya pundak Naya dan dielus olehnya.

"Kamu harus tau, aku cinta banget sama kamu," bisik Reno.
"Aku lebih cinta sama kamu," balas Naya.

.

Sebelum melakukan tugas paginya, Naya menyempatkan diri untuk menulis di buku jurnalnya. Terdapat kertas, bungkusan, lembaran, stiker dan hal lain yang menurut Naya memiliki cerita dan arti akan dia tempelkan di buku jurnalnya.

Naya duduk di depan mejanya untuk menulis, dan Reno—yang sudah kembali berpakaian—menghampiri box tidur anaknya.

"Loh, kakak udah bangun." Reno mengeluarkan anaknya dari box bayi.

"Kakak?" Naya memandang Reno, meminta penjelasan.

"'Kan nanti dia punya adek. Nanti dia jadi kakak yang baik buat adik-adiknya."

×_+

Air di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang