Chapter 8 : Kabar

6.4K 676 10
                                    

Happy Reading!!

Warning!!

PTSD, Suicide and Sexual Violence mentions!

.

.

Hari itu setelah pulang dari bekerja Lita menyalakan televisinya. Entah mengapa dia pengen. Dia merebahkan dirinya di atas tempat tidur dengan tangan memegang remote tv. Dia menggonta-ganti channel televisinya sampai sebuah channel yang menyiarkan berita dari kota sebelah, tempat tinggalnya dulu.

Dokter klinik X di kota A ditangkap atas kasus pencabulan yang dilakukannya pada pasien-pasiennya yang masih dibawah umur. Pelaku berinisial RO ini ditangkap setelah dilaporkan salah satu orang tua korban yang merasa curiga terhadap perilaku aneh anaknya setelah menjalani perawatan dari pelaku. Korban kini tengah menjalani terapi untuk mengatasi trauma yang dialaminya. Setelah penyelidikan dilakukan terdapat sejumlah korban lain yang mengaku mengalami perlakuan yang sama.....

Manik Lita terpaku pada pria berpakaian tahanan itu. Dia sangat mengenal orang itu. postur tubuhnya juga masih sama. Tidak ada penyesalan yang tampak di manik pria itu. Tubuh Lita bergetar. Ia memeluk tubuhnya sendiri. Menenggelamkan wajahnya dibantal. Ingatan 'lita' tentang orang itu bermunculan dikepalanya.

Lita mengerang. Kepalanya berdenyut mengerikan rasanya seperti akan meledak. Dadanya terasa terhimpit. Napasnya tersegal. Ia mencoba meraup lebih banyak oksigen namun percuma. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ingatan Lita yang muncul membuat perasaannya kacau. Takut. Marah. Benci. Sakit. Bercampur menjadi satu.

Peristiwa yang dialami oleh Lita itu terus terulang dikepalanya seakan-akan memberi gambaran bahwa itu dirinya. dialah yang mengalaminya. Bukan Lita. Itu dirinya. Air matanya terus berlomba-lomba turun membasahi wajahnya.

Itu bukan dirinya. Perasaan itu bukan miliknya. Itu Lita bukan dia. Dia Nabil. Dia bukan Lita. Dia terus berusaha menyangkal perasaan-perasaan negatif itu. Dia kewalalahan. Itu menyakitkan. Dia tidak sanggup.

Lita meraih obat yang ia letakan di laci meja nakas. Ia meraihnya mengeluarkannya dari botolnya dan menegaknya. Butuh beberapa waktu yang terasa sangat lama sebelum obat itu bereaksi. Matanya terasa memberat dan dia jatuh tertidur.

.

Lita bergerak gelisah dalam tidurnya. Keningnya berkerut dengan keringat membasahi keningnya. Napasnya juga tampak tidak stabil. Dering smartphonenya di nakas menariknya dari tidurnya. Ia terbangun dengan napas terengah, ia menatap smartphonenya yang ada di nakas dan mengambilnya.

Bibi is calling...

Lita mengeser layar smartphonenya untuk menerima telpon. "halo.." ucapnya dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"maaf Litaa.. maafin bibi.." suara permintaan maaf sang bibi langsung merasuki telinganya. Lita menatap kosong apa yang ada dihadapannya. Apa bibinya sudah tahu?

"Lita.. maafin bibi.. bibi nggak bisa jaga kamu seperti wasiat mamamu.. maafin bibi yang gagal jaga kamu..." Lita dapat mendengar suara bibinya itu agak goyah. Dia yakin wanita itu sedang menangis sekarang.

"...bibi nggak salah.. aku yang salah.." ucapnya lirih.

"nggak sayang... itu bukan salah kamu.. ini salah bibi yang bikin kamu tinggal sama monster itu.."

"...." Lita tak membuka suaranya lagi. Ia dapat mendengar nada kecewa, marah, dan sakit disuara bibinya. Dan dialah yang menyebabkan semua itu. Salahnya karena tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Salahnya karena membiarkan monster itu merajalela. Semua salahnya. Sedikit banyak Nabil merasa itu dirinya, bukan hanya Lita. Tapi juga Nabil. Dengan ingatan dan tubuh ini dia dapat merasakannya juga.

Figuran: Meaning Of Life (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang