Chapter 16 : Giovanni Bersaudara

6.3K 608 3
                                    

Happy Reading!!

.

.

Lita termenung, dia masih mencari makna, arti Arvin dihidupnya. Selama ia berada ditubuh ini yang dia pikirkan adalah tentang bertahan hidup. Bahkan ia melepaskan keinginan egoisnya. Arvin. Pemuda yang beberapa bulan terakhir mengisi ruang dibenaknya. Dia bahkan seakan-akan tidak membiarkannya menghindar.

Arvin dan dirinya adalah figuran dalam novel itu. Apakah mereka memang bisa bersama? Tapi bukan itu pertanyaannya. Anggap saja ini dunia nyata, dan dirinya tidak paham bagaimana perasaannya. Arvin itu apa? Teman? Arvin itu siapa dihidupnya?

Bahkan dengan membaca teori-teori tentang cinta, dia tetap tidak memahami maknanya. Katanya cinta itu rumit. Yah sepertinya juga begitu. Buktinya dia tidak memahami kenapa Calista mau saja mengejar-ngejar Brian, padahal pemuda itu sama sekali tidak menganggapnya.

Bukankah lebih mudah melepaskannya saja dari pada bersakit-sakit seperti itu? atau karena dia penganut sekte masokisme? Dia tidak paham.

Katanya emosi itu melibatkan emosi yang kuat. Tapi kalau dipikir-pikir dia tidak pernah merasakan emosi yang kuat saat bersama dengan Arvin. Pemuda itu sangat baik padanya. Lita nyaman bersamanya, bahkan kecemasannya juga tidak menampakkan dirinya saat bersamanya. Tapi saat bersama Calista pun sama, jadi dia tidak yakin itu dapat menjadi dasar.

.

Situasi darurat!

Lita bertanya-tanya kenapa dia bisa terjebak diantara tiga orang pemuda bermarga Giovanni yang yang saat ini duduk dihadapannya. Dia merasa terpojok. Seperti seekor kelinci kecil yang dikelilingi oleh serigala buas. Beberapa jam sebelumnya. Lita sedang berada diruang club. Si ketua pentolan sekolah Brian tiba-tiba datang dan berbicara padanya.

"kita mau bicara. Pulang sekolah, temuin gue di kafe tempat lo ketemuan sama bokap gue!" ujarnya. Kemudian pergi tanpa menunggu jawaban darinya.

Dengan amat sangat berat hati. Dengan seluruh pikiran negatif yang bersarang dikepalanya disinilah dia. Berhadapan dengan ketiga pemuda bermarga Giovanni dengan suasana yang terbilang sangat canggung dan tidak nyaman. Semua itu hanya menambah rasa cemasnya.

"....."

Hening.

Tidak ada satupun yang berniat buka suara. Tolong katakan sesuatu! Ingin rasanya lita berteriak seperti itu. Tapi dia tidak bisa. Lidahnya terasa kelu. Bahkan mungkin suaranya pun tidak akan bisa keluar.

"jadi.. lo adek kita?" akhirnya setelah keheningan yang sangat puanjang akhirnya salah satu dari mereka buka suara.

Bukannya menenangkan. Itu malah menambah skenario-skenario buruk dikepalanya. Otak Lita emang nggak bisa diem. Liar mulu bawaannya. Nabil pun meruntuki pikiran yang sepertinya sudah mendarah daging dengan tubuh ini.

Lita tidak sanggup menjawab. Tapi mengangguk pelan. Jari jempolnya bergerak menggali kulit jari telunjuknya. Refleks. Dia mencoba menenangkan dirinya dengan mengalihkan perhatiannya kerasa sakit yang timbul dari apa yang ia lakukan.

"Brian udah cerita, katanya lo nolak waktu ayah ngajak tinggal bareng."

"kenapa? Apa yang lo rencanain?" sambungnya.

Kenapa dia melakukan itu? apa yang harus dia jawab? Karena dia tidak membutuhkannya? Karena dia tidak ingin merusak kebahagiaan keluarga mereka? Apa yang harus dia ucapkan? Kalau dia menjawab karena dia tidak membutuhkannya, dia hanya akan terkesan sombong. Kalau dia bilang tidak ingin merusak kebahagiaan keluarga mereka. dia hanya akan dicap sok tau. Karena dirinya pun tidak tau kondisi keluarga mereka.

Figuran: Meaning Of Life (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang