5. Santri baru

108 12 0
                                    

Smk Nusa Indah

Berangkat sekolah, kebiasaan Liana memang dari dahulu tidak sarapan, jika dipaksakan sarapan, yang ada ia harus repot buang air besar di sekolah, belum lagi air di sekolah habis dan tidak ada sabun mandi. Pernah sekali saking tidak kuatnya Liana menahan buang air besar, akhirnya ia membasuh menggunakan shampo.

Jam pelajaran kosong, Liana memilih untuk tidur di atas meja, tangan ia jadikan bantal, wajahnya menghadap dinding karena Liana duduk di paling pinggir barisan kedua dari depan. Tangannya agak keram, ia ganti posisi menjadi arah kanan, ia terkejut, seketika matanya dan mata Gean bertemu tanpa sengaja.

"Apa lo liat liat gue!" Kata Liana berbisik namun suaranya masih bisa didengar. Gean mengangkat sudut bibir serta mimik wajahnya terheran heran. Sambil mengucek mata Liana kembali melanjutkan tidur. Disana Gean masih memandangi Liana, walau posisi wajahnya tenggelam dalam lipatan tangan.

Liana terlihat sedang tidur, padahal dirinya sedang memikirkan sesuatu. Cara Gean memandang dirinya, berbeda saat dengan orang lain. Dari kelas 10 sampai kelas 12, hanya Gean lah manusia yang paling Liana hindari untuk bicara.

"Ibu Maryam datang we, bangun kalian yang tidur!"

Suara ketua kelas mengejutkan mereka hingga seisi kelas rusuh merapikan tempat duduk serta meja. Jika Ibu Maryam yang datang, diwajibkan kelas untuk rapi dan bersih, siswa yang ngantuk ngantukan akan dihukum keliling lapangan, Ibu guru Matematika itu sangat mengerikan.

Liana memijit dahi lantaran kepalanya sangat pening digandrungi tugas akhir semester. Ia keluar kelas disertai dengan yang lain, kepala bagai keluar asap. Ibu Maryam menekan satu kali pertemuan belajar empat bab pelajaran.

Hari berganti musim, dari pagi ke sore cukup lama. Bel sekolah berbunyi tiga kali. Siswa siswi berhamburan sambil membawa tas mereka di masing masing pundak. Liana sengaja duduk di depan kantor mengulur waktu, supaya tidak bertemu dengan circle Gean, iya, laki laki yang ia benci bahkan melihat wajah lelaki itu saja Liana ingin muntah.

Liana menempelkan earphone ke telinga dalam hijab. Dirasa cukup lama dan sepi, barulah Liana beranjak menuju parkiran. Tak di sangka sangka, Gean masih ada disana dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Entah menunggu siapa, Liana tak tau, ia langsung membawa sepeda menuju gerbang dengan berjalan kaki. Liana menaiki sepeda santai, sambil mendengarkan lagu, kepalanya sedikit bergerak namun wajahnya datar.

Bremmm

Suara gas sepeda motor CBR di belakang mengejutkan Liana, ternyata itu Gean. Suara motor berisik. Liana mempersilahkan jika Gean ingin membalapnya lebih dulu, lagipun ia memakai sepeda, tidak mungkin bisa membalap Gean. Akhirnya Gean membalap sambil mengepal ngepalkan pedal gas motor. Sembari berlalu, Liana terkejut lantaran melihat Gean mengacungkan jari tengah ke arahnya.

Dih, sok iye. Batin Liana nyinyir.

Baru saja mengacungkan jari tengah, Gean oleng seketika, fokusnya hilang karena matanya tak fokus ke depan, berakhirlah menabrak pohon di pinggir jalan. Sambil menginjak pedal sepeda, Liana melewati Gean yang terduduk di tanah, bukan jari tengah yang Liana acungkan, melainkan jari jempol terbalik dengan wajah yang meledek.

"Rasain lo botol yakult," ejeknya.

♡♡♡

Nata memasang peci hitam ke atas kepala, memakai sarung serta baju koko lengan panjang warna abu abu dibalut dengan sarung hitam. Di depan pintu, sepasang sendal kebanggaan ia tenteng sampai di teras kost. Ia menaiki sepeda motor astra modifikasi hitam putih yang sering ia gunakan untuk mengajar, melewati beberapa pekarangan rumah orang terhias bunga bunga cantik.

Dikabarkan hari ini, Nata jadi guru sementara karena Ustadz Jefri tengah melanjutkan studi ke Tarim. Kelas Shafa yang akan ia tuju, kelas yang dimana perkumpulan santrinya di atas 18 tahun, baik santri maupun santriwati bercampur dalam satu kelas. Dikabarkan ada seorang santriwati baru masuk kelas Shafa, maka dari itulah Nata yang akan memandunya sesuai perintah kepala sekolah Tahfiz.

Nata memasuki kantor, melihat formulir data diri anak baru, setelahnya lanjut pergi ke kelas Shafa. Sampai di kelas, Nata disambut oleh santri dan santriwati lainnya. Nata menampilkan sederet gigi putihnya sembari membenarkan penampilan.

Nata membuka suara, "Anak anak, hari ini kita kedatangan santri baru, perempuan."

"Orangnya mana Ustadz?" tanya salah satu santri.

"Assalamualaikum, Ustadz Nata. Ini santri barunya, mohon bimbingannya ya Ustadz, saya tinggal dulu." Gadis itu ditinggal dan berdiri di ambang pintu kelas. Ia menunduk malu tak berani melihat ke depan.

"Ah iyaya, terimaka-"

Suara Nata terjeda setelah melihat siapa santri baru itu. Tak kalah terkejut, Liana juga mematung di tempat melihat Nata yang menjadi guru pembimbing. Dia lagi, dia lagi. Batin Nata. Suasana kelas menjadi hening menyaksikan dua insan terkejut satu sama lain. Nata spontan menggeleng kepala dan berdiri tegak menyuruh Liana berdiri di depan papan tulis.

"Sekarang, perkenalkan diri kamu siapa, umur sama hobby."

"Nama saya Liana Zahira, umur tujuh belas tahun, hobby saya nggak tau."

Mendengar penuturan Liana, semua santri tertawa. Berbeda dengan Nata yang agak tertekan memijat pelipis kepala.

"Baik, silahkan duduk, Liana." Nata menunjuk salah satu kursi kosong di sebelah lelaki yang tampangnya agak seperti preman, Harun namanya.

Meletakkan tas, Liana melipat kedua tangannya di atas meja sambil mendengarkan Nata menjelaskan suatu materi. Lalu tiba tiba Harun berbisik bisik tidak jelas, awalnya Liana tidak ingin merespon, tetapi Harun terus mengganggunya.

"Kenalin, gue Harun, udah setengah tahun sekolah disini."

"Betewe gue ketua kelas."

"Liana, lo denger gue ngga?"

"Budeg ya lo?"

"LO APAAN SIH!? BISA DIEM NGGA? BERISIK LO SETAN!" sahut Liana berapi-api hingga satu kelas memperhatikannya dan Harun.

"Astaghfirullah Liana, kenapa?" tanya Nata.

Liana berdiri dari kursinya, "Harun ganggu saya, Ustadz."

Nata memicingkan mata ke Harun, "Harun, kamu ganggu Liana?"

"Ah engga Ustadz," Harun menggeleng kepala, "orang cuma mau kenalan aja. Dianya aja yang emosian."

Sabar sabar, tahan. Liana bergumam menyabarkan diri sendiri. Padahal tangannya sudah mengepal kuat bersiap meninju makhluk macam Harun. Jelang waktu istirahat, Liana keluar kelas dengan wajah pucat seperti tidak makan tiga hari. Materi yang dijelaskan Nata membuat Liana pusing tujuh keliling.

Gadis itu menghela nafas, "Kenapa gue nggak paham sama sekali yang dijelasin tadi, aduh pusing."

"Yang mana yang nggak paham?"

Liana tersentak, matanya terbelalak, ia berbalik badan dan tersenyum kikuk menghadap Nata, "Paham kok, Ustadz."

"Beneran paham? Kalau nggak paham saya bisa jelasin lagi nanti."

Harun datang sambil mengupil, "Halah, paling modus mau deketin Ustadz."

Mendengar ucapan Harun, Liana reflek memicingkan mata. "Mo, naega?" Liana menunjuk diri sendiri, "anak anjing, pulang lewat mana lo?"

Nata memijat pelipis mata, "Liana, di sekolah nggak boleh berkata kasar. Saya point kamu."

"Oh gitu ya, Ustadz," Kemudian Liana menatap Harun tak suka, "dia juga sih, cari masalah sama saya."

Harun melotot menunjuk dirinya, "Hah gue? Lo yang dateng langsung ribut sama gua. Lo kayaknya bakal jadi biang kerok deh." Harun meyakini hal itu.

"Diem ga lo?" Liana mengepalkan tangan di depan dada, "ngomong lagi gua gebuk dada lo kambing."

Anata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang