31. Reza

67 7 0
                                    

Indah memegang perut, "Karena kamu, menghamili saya."

Nata spontan berdiri menatap Indah tak percaya, begitupun dengan Andi serta Adrian.

"Omong kosong."

Barinton Nata terdengar penuh amarah. Suasana mulai menegang namun Liana tetap diam di kursi, ia bodo amat, sudah dari rumah firasatnya tidak enak, akan ada hal buruk terjadi.

Indah mengulum bibir, "Nikahi saya, atau tidak saya bunuh diri."

"Kamu fitnah!" Potong Nata cepat.

"Fitnah? Terus dua minggu yang lalu apa? Pas saya buka mata, saya sudah tanpa busana," Indah menunjuk perutnya, "ini anak kamu, kamu harus tanggung jawab.

Bugh!

Langkah Nata mundur ketika Abi menampar wajahnya, "Kamu berzina dengan wanita lain padahal sebentar lagi acara pernikahan!!?"

"Abang difitnah! Semuanya omong kosong!" Pekik Nata tersulut emosi.

Nata beralih ke Indah, tatapan mata yang membuat nyali Indah menciut, "Kamu bakal saya cek ke dokter kandungan," Nata berdiri tegak di hadapan keluarga besar, "Wallahi, jika anak itu darah daging saya, cambuk saya seratus kali."

Masing masing keluarga memutuskan untuk mengakhiri pertemuan karena Adrian serta Andi akan menuju ke rumah sakit. Seluruh dari mereka sudah beranjak dari kursi, hanya Liana yang masih diam di tempat dengan wajah pucat, terlihat sangat lemas.

Dari jauh, ia melihat Gean melambaikan tangan menyuruhnya bergegas mendatangi dirinya yang di luar restoran. Menahan diri untuk tidak menangis, Liana ingin segera kabur, siapapun tolong seret ia keluar dari masalah ini.

Nata mencekal lengan baju Liana. "Mau ke mana?"

Merasa tercekat, Liana berusaha tidak menjatuhkan air mata ketika keduanya saling menatap.

"Jangan sentuh!" Liana memberontak namun tenaga Nata lebih besar.

"Ikut saya, kamu harus liat bukti kalau saya tidak berzina dengan wanita lain," ujarnya disertai nafas yang memburu. Keduanya menatap sengit satu sama lain.

Di rumah sakit, tak ada percakapan antara mereka, wajah Abi dipenuhi kekhawatiran benarkah Nata berzina dengan wanita lain, ia harap itu tak terjadi. Nata menautkan kedua jemari, tak henti henti dalam hati ia berdoa agar semuanya cepat berakhir. Di sisi lain, berbagai pikiran buruk bersarang di kepala Liana, wajah cantiknya mulai penuh bengkak di area mata. Susah rasanya dalam keadaan seperti itu, ia hanya diam dan menunduk.

Clek!

Kenop pintu terbuka, tiba sang dokter keluar membawa gelengan kepala dan membenarkan kacamata.

Nata spontan berdiri langsung bertanya, "Bagaimana, Dok?"

"Pasien atas nama Indah Maharani tidak mengandung, dia masuk angin."

Situasi yang tadinya tegang, perlahan tenang, menimbulkan tawa kecil bagi kedua keluarga terkecuali Nata dan Liana. Nata menghela nafas berat, ia mundur satu langkah sebab pusing, sungguh kacau fikirannya.

Usai di izinkan dokter menjenguk Indah, Nata langsung masuk ruangan dan mendatangi Indah tengah berbaring di kasur. Wanita itu langsung bangun.

"Sudah terbukti kalau saya tidak berzina dengan kamu," Nata menunjuk Indah, "dan atas dasar apa kamu fitnah saya di depan keluarga besar saya?"

"Aku nggak ikhlas, kamu menikah sama Liana, santri kelas kamu sendiri. Aku nggak suka liat kamu dekat sama Liana." Curahan hati Indah bukan membuat Nata kasihan, melainkan ilfeel.

"Apasih yang buat kamu suka sama bocah baru lulus sekolah itu? Dia itu masih kecil." Sinis Indah tak sudi.

Nata mencengkeram erat kedua sisi bahu Indah, wanita itu seketika membeku, "Dia punya apa yang nggak kamu punya."

Tetap saja Indah mencerocos, "Apa yang nggak aku punya sampai kamu milih Liana? Padahal aku punya segalanya. Aku punya harta, punya ilmu, dan aku bergelar Ustadzah. Sedangkan Liana apa?" Indah tertawa meremehkan, "Anak kecil yang baru lulus kemarin, ilmu nya pun masih kurang."

Nata menyeringai, "Siapa yang peduli? Apa yang kurang dari Liana, akan saya lengkapi. Dan kamu, jangan ganggu kehidupan saya lagi."

Nata menghempaskan cengkraman tangannya dari bahu Indah lantas berbalik membanting pintu. Indah seperti orang kehilangan akal, ia menutup kedua telinga dan berteriak kencang menggema di dalam ruangan, teriak yang penuh dendam dan sakit hati.

♡♡♡

Keluar ruangan, Nata melangkah laju menuju toilet, langsung saja ia membasuh wajah dan melihat pantulan diri di cermin. Ia merasa jadi lelaki paling brengsek karena menyakiti hati kecil Liana, calon pendamping hidupnya. Padahal itu hanya sebuah kebohongan yang Indah buat, rencana liciknya membuat semua jalan menuju hari pernikahan sedikit disengat konflik.

"Liana ke mana?" Tanya Nata usai dari toilet.

"Taman rumah sakit," jawab Adrian singkat.

Berlari kecil, Nata mengedarkan pandangan ke semua sudut. Kakinya terhenti ketika melihat dari kejauhan gadis yang ia cari berdiri di depan kolam ikan, disampingnya ada bunga merekah cantik berwarna pink keunguan. Nata berubah sendu ketika ia menangkap pemandangan sebenarnya, Reza berdiri berhadapan dengan Liana membicarakan sesuatu.

"Reza," panggil Liana tak kuasa menahan air mata yang mengucur deras.

"Liana, untuk kali ini, biarkan saya mengakhiri perasaan saya."

Liana semakin menangis, mengelap air mata dengan pergelangan tangan.

"Sebenarnya dari dulu saya ada niat mempersunting kamu, tetapi takdir Allah lebih indah. Allah hadirkan Nata di hidup kamu dan sebentar lagi kamu jadi istrinya. Dari lubuk hati paling dalam hati saya memang sakit, tetapi setelah tahu Nata yang nantinya memiliki kamu, saya tenang."

Reza juga tak kuasa menahan air mata, "Nata orang yang baik, jangan berpaling. Dia sangat mencintai kamu."

Hijab Liana basah, matanya bengkak, hidungnya memerah.

Suara Liana serak, "Dulu aku berpaling karena aku dengar kamu di jodohkan dengan gadis lain, jadi aku berpindah ke lain hati.

"Keputusan berpindah hati kamu nggak salah, Nata orang yang tepat. Dia akan menjaga kamu. Teruslah tersenyum seperti biasa dan jalani dengan sabar."

Setelah Reza pergi, Liana menatap kepergian lelaki itu tanpa berkedip. Kemudian Nata perlahan berjalan di belakang punggungan Liana, gerak gerik gadis itu menunduk menghapus air mata.

"Bunganya cantik, tapi aku lebih suka bunga daisy." Suaranya seperti orang flu.

Nata menatap nanar punggung Liana, "Bunga daisy yang kamu suka, ada di depan mata saya."

Mendengar penuturan itu Liana berbalik badan, sekarang mereka berhadapan. Mata Liana tak bisa berbohong, ia tengah bersedih atas kejadian menimpa kisah kasih cintanya. Andai halal, ia sudah pasti memeluk erat tubuh gadis itu dalam pelukannya, melihat keadaan Liana membuat hati Nata tergores.

"Jangan menangis, semua ujian dari Allah."

Liana tak tahan dan kembali menangis di hadapan Nata.

"Saya tidak ingin kita salah paham lagi, maafkan saya sudah membuat kamu marah."

Sambil menangis Liana menggeleng, ia juga bersalah karena tidak mendengarkan Nata sama sekali.

"Tolong, jatuh cinta sekali lagi. Saya ingin membersamai kamu. Saya ingin menggenggam jemari kecil kamu." Tanpa sadar air matanya menetes.

"Kak, maaf." Cicit Liana pelan di sela sela tangisnya.

"Ayuk temani saya, jadi istri saya. Kira raih ridho Allah sama sama sampai ke jannah-Nya."

♡♡♡

Anata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang