33. Ready for love

103 6 0
                                    

Malam minggu tiba, Liana dan Nata memutuskan untuk pergi ke rumah milik Nata. Sebelum pindah, Liana menatap langit langit dan seisi kamar, bertahun tahun ia tinggal di ruangan persegi panjang itu. Tak disangka setelah statusnya berubah jadi istri Nata, ia akan beranjak pergi dari rumah. Tiba tiba tangan melingkar di perutnya dari belakang, ia merasakan wangi tubuh suaminya sedari pintu kamar terbuka. Nata meletakkan dagu di pundak Liana.

"Tenang, kamar udah di dekor sesuai kesukaan istri."

Liana menyunggingkan senyum, ia sangat bersyukur memiliki Nata yang begitu paham akan dirinya. Ia berbalik lalu berjingkit mengecup kening Nata, Nata terdiam menatap mata istrinya dalam dalam. Liana memiringkan kepala, ia melihat telinga Nata memerah bagai kepiting rebus.

"Kenapa telinga Kakak merah? Salting ya?" Goda Liana.

"Ga-ga ada, hawanya panas."

Liana berdiri menyampingi sang suami, ia dipasangkan helm warna hitam doft couple dengan Nata. Menaiki sepeda motor, Liana duduk di belakang. Baru saja mengisi jok belakang, tangannya sudah melingkar di perut Nata. Bagaimana nasib suami Liana? Oh tentu saja ia meleyot. Padahal sebelum menikah, Nata begitu dingin dan suka menghukum.

"Kita berangkat ya, siap?"

"Shap!" Sahut yang di belakang.

Liana mendadah Adrian, Dahlia serta Fadil, kemudian mengunci kedua tangan di perut Nata. Berkeliling di malam hari, suasana lampu warna warni dijalan menambah kesan romantis, sesekali tangan kiri Nata mengusap usap tangan istrinya yang mulai dingin diterpa angin. Nata merasakan kehangatan karena punggungnya dipeluk dari belakang, Liana menaruh dagu di atas pundak Nata, ia melirik di kaca spion, anak kecil rupanya suka jalan jalan waktu malam.

"Seneng, nggak?" Nata memulai obrolan di motor.

Liana mendelik, "Hah?"

Nata masih sabar mengulang ucapannya, "Seneng apa enggak?"

"Hah!?" Kali ini suaranya lebih keras karena ia benar benar tak mendengar.

"Ya Allah, punya bini spek budeg," gumam Nata pelan.

"Kakak bilang apa?"

Mata Nata spontan terbuka lebar, "Nggak papa."

Sekilas ia melihat Liana menyipitkan mata melirik ke samping, "Beneran, Kak?"

"Iyaa, beneraann."

Mendengar sahutan agak panjang, Liana terkekeh lantas kembali meletakkan dagu di pundak Nata dengan nyaman. Melihat banyak orang berjualan di pinggir jalan, Nata sengaja mampir membeli beberapa camilan, mengisi perut kecil istrinya.

"Mau telur gulung nggak?"

"Mau."

"Martabak?"

"Aku nggak akan nolak."

"Bakso apa mie ayam?"

"Bakso."

"Brownies apa aku?"

"Bro-hah?"

Liana terkejut, kedua alisnya menukik ke bawah, ekspresi wajah itu mengundang gelak tawa Nata. Kenapa sih, malam ini istrinya sangat menggemaskan?

"Ayo pilih, aku apa brownies?" Nata bertanya sekali lagi. Ia turun dari motor ketika sudah sampai di parkiran. Lantas melepas helm, menaruh di kaca spion.

"Ya Kakak lah."

"Kenapa milih aku?"

Sembari bertanya, Nata melepas pengait helm Liana, gadis itu tak menyadari kalau sudah sampai di parkiran, makanya ia tidak turun dari sepeda motor.

Anata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang