46. surat

46 1 0
                                    

Usai sholat subuh berjamaah, Nata bersiap pergi ke luar kota. Liana merasa sedih karena ditinggal satu minggu, rasanya ia tak sanggup Nata tak ada di rumah. Tetapi, semakin di tunda semakin lambat, lebih baik cepat di selesaikan. Liana mengecup kening Nata lamat lamat tatkala mereka akan berpisah selama satu minggu. Nata mengusap pelan perut buncit Liana gemas.

"Aaaa, Abba bakal kangen sama dedek."

Liana tersenyum jahil, "Kangen sama dedek apa kangen sama aku, Kak? Aaaaa-"

Nata mengulum senyum sambil menjewer telinga Liana. Wanita itu kesakitan hingga ia berjinjit dan membalas cubitan pada lengan Nata, namun tak ada rasa sakit sama sekali. Puas menjewer telinga sang istri, ia meniup pelan hingga bulu kuduk Liana berdiri semua.

Nata mengacak pelan ubun ubun Liana, menghirup aroma rambut istri yang akan ia tinggalkan beberapa hari.

"Jangan lupa dzikirnya, sholawat nabi seratus kali, Al waqiah sama Al mulk ya Sayang."

"Nee, uri chagiyaaa."

Liana membuka pintu serta menyiapkan sepatu kerja Nata seperti biasa. Nata menggandeng tangan Liana menuju garasi mobil, dan Liana agak menjauh ketika Nata menaiki mobil.

"Kak, kalau udah sampai kabari aku ya?"

Nata mengacungkan kedua jari jempol mantap, "Baik, istriku."

Menatap dari belakang mobil hitam milik Nata yang kian menjauh, air mata Liana jatuh membasahi permukaan pipi. Satu minggu ditinggal ke luar kota, bagaimana kesunyian melanda dirinya, apalagi ia sering ngidam aneh aneh.

♡♡♡

Beberapa jam berlalu, akhirnya Nata berhasil sampai di tujuan. Selagi di perjalanan kepalanya pening di gandrungi masalah pekerjaan. Nata mengatur nafas, ia pandangi pemandangan sore hari dari dalam. Sinar matahari sedikit menembus kaca transparan yang gordennya sedikit ditiup angin.

Ia merogoh ponsel di kantung celana, mengirim pesan pada sang istri bahwa ia sudah sampai dengan selamat. Ia meletakkan ponsel di atas nakas, memilih membuka koper untuk mencek barang barang di dalam.

Nata terperangah, di dalam kopernya banyak sekali permen serta varian susu yang ia sukai. Meminum sekotak susu rasa strawberry, Nata memadukan dengan sebungkus roti yang ia beli di jalanan. Rasa laparnya seketika terisi oleh kekenyangan. Dalam benaknya terbesit kekhawatiran pada sang kekasih nan jauh di sana. Walaupun Liana akan ditemani Ummi, rasa khawatirnya tak bisa di singkirkan.

Ia keluar berjalan melewati lorong hotel, sekelebat ingatan lama melintas di kepalanya. Di hari menyedihkan itu, ia melihat Liana menangis di pelukan seseorang karena kesalahannya sendiri. Ia merasa tak terima siapapun laki laki yang menyentuh calon istrinya. Keadaan berbalik ketika Indah semakin mendorongnya kuat agar menjauh dari Liana.

Di tengah tengah kejadian buruk menggeluti fikirannya, ia melihat salah seorang kenalan sedang keluar dari kamar. Nata mengucek mata dan mengamati jelas jelas. Dugaannya benar, itu Bryan. Lelaki yang pernah bertemu dengannya bulan lalu di swalayan.

"Ngapain dia di sini?" Monolog Nata penasaran.

Bryan berjalan bersama seorang wanita cantik berambut panjang coklat habis keluar kamar. High heels wanita itu sangat tinggi sehingga tingginya hampir sejajar dengan tinggi badan Bryan. Nata menghedikan bahu tak peduli, ia memasang earphone di telinga hendak menelpon istri tercinta.

♡♡♡

"Ummi bawa apa?" tanya Liana penasaran dengan tas usang yang dibawa oleh Ummi.

"Ini tas Abang waktu dia masih kuliah."

Ummi perlahan membuka resleting tas. Liana duduk menghadap Ummi dengan rasa penasaran di puncak tertinggi, penasaran sama isi tas nya. Ketika dibuka, Liana kaget. Banyak album foto waktu Nata kecil, dan sepucuk surat yang setengahnya gosong namun isinya masih utuh. Mungkin tak sengaja terkena api.

Tiba tiba perut Ummi mengeluarkan bunyi hingga Ummi memilih ke toilet, "Ummi mau ke toilet dulu ya, sakit perut mau beol."

Liana mengangguk cepat, "Iya, Ummi."

Tangannya membuka sepucuk surat berwarna putih kekuningan itu. Liana membaca tulisan tersebut dan tiba tiba matanya berkaca kaca.

Januari 2015, aku memperhatikannya
Aku lelaki di tahun lalu, yang setiap sore hari melihatmu berusaha menghafal ayat al Qur'an dengan wajah kelelahan. Terkadang aku melihatmu tertidur dengan buku hafalan yang menutup seluruh wajah. Aku kira perasaan ini hanya berlalu tanpa menetap, ternyata perasaan sebagaimana aku jatuh cinta padamu tanpa aku sadari.
Singkat saja, kamu lucu dan aku menyukaimu.

Sebisa mungkin Liana menahan rasa sedih, bagaimana mungkin ia dulu berprasangka buruk pada suaminya, hatinya terasa perih . Ia selalu menduga kalau suaminya mencintai Ustadzah Indah, dan surat yang ia baca ditujukan pada wanita itu. Ternyata melesat jauh, ah rasanya ia ingin cepat bertemu Nata.

Ia menemukan lagi sepucuk surat terselip di bawah tas, sedikit berdebu dan ia bersihkan agar bisa dibuka. Sejenak Liana mengontrol diri serta menghapus jejak air mata, takut ketahuan Ummi kalau ia menangis. Hatinya berdebar debar saat membuka surat usang kedua.

July 2015, dia kecewa
Sorot mata yang kulihat di hari kita membahas pernikahan, tergambar jelas bahwa kamu sedang kecewa karena perilaku buruk dariku.
Maaf, aku tidak bermaksud menyakiti hingga air matamu terus tergenang di pelupuk mata. Rasanya aku tak rela jika air mata itu jatuh karena ulahku.
Aku merutuki diri sendiri karena terjebak oleh permainan wanita yang paling aku hindari.

Agustus 2015, bunga daisy
Mau daisy atau sakura, atau bunga yang paling indah di muka bumi ini. Kecantikan serta indahnya dirimu selalu membuatku silau. Istriku, Liana Zahira. Akhirnya kamu menjadi milikku.

Liana menutup mata menahan air mata yang kian mencelos, tetapi dadanya berasa sesak menahan itu semua. Akhirnya ia menangis sambil menutup mulut. Surat tersebut dibasahi oleh titik air matanya. Liana merasa ia wanita paling beruntung karena Nata adalah lelaki yang sudah Allah takdirkan untuknya.

Cepat cepat Liana menghapus air mata dan memasukkan surat usang tersebut ke dalam tas ketika Ummi sudah keluar dari toilet. Ummi duduk bersandar ke sofa di samping Liana, helaan nafasnya terdengar bergitu lega. Namun, Ummi merasa janggal.

"Aduhh, apa Ummi carikan ART aja ya buat kamu? Supaya kerjaan rumah ada yang kerjain," usul Ummi.

Liana tegas menggeleng kepala, "Nggak usah, Ummi. Liana kuat kok ngerjain tugas rumah sendiri."

"Yakin, nih?" tanya Ummi ragu.

Liana mengangguk mantap, "Yakin. Ummi ngga usah khawatir."

Ummi kembali menawarkan, "Tapi Ummi khawatir, toilet lantainya licin. Ummi takut kamu kenapa napa. Kalau ada ART kan enak, semisal kamu lupa bersihin lantai yang bekas sabun, dia yang bersihin."

"Nggak usah, Ummi. Liana bisa kok.."

Malam tiba, ia berdiri melambaikan tangan pada Ummi yang sudah di jemput oleh Abi. Sebelumnya Ummi mewanti-wanti agar Liana jika ke toilet harus hati hati, takutnya kepeleset. Ia mengangguk serta mengacungkan kedua jempol.

Setelah mobil Abi lenyap dari pandangan, Liana kembali masuk mengunci pintu depan dan kembali ke kamar. Ponselnya bergetar beberapa kali, ia tahu itu Nata. Tetapi ia lebih tertarik membuka tas usang milik Nata dulu, ingin ia bongkar semuanya sampai ke akar.

Liana membuka album foto, foto Nata waktu kecil umur lima tahun sangat tampan. Memakai levis, jaket kulit serta sepatu dan menaiki sepeda kecil. Liana tertawa kecil karena sangat gemas pada foto suaminya.

"Pas Kakak umur lima tahun, aku udah lahir apa belum yaa."

"Umur Kakak sekarang udah 29 dan aku masih 19 tahun, berarti beda 10 tahun dong! Astaghfirullah suami aku udah om om!" Teriaknya histeris kemudian tertawa sendiri, udah kaya orang gila.

Anata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang