Hai ... FYI, kenapa benang merahnya mirip Duta dan Dina (Jodoh di tangan mama)? Jadi, kisah ini ada sebelum Duta dan Dina ada, dan saya Publish ulang karena ini salah satu karya saya yang ringan tapi cukup menyentuh saat saya menulisnya. Semoga, teman-teman semua bisa merasakan hal yang sama juga.
Lalu ... kenapa judul Gara-gara lidah mertua belum up lagi? Karena, saya sedang riset lebih dalam, walau beberapa hal sudah saya rasakan sendiri, tapi ... ada materi lain yang mau saya angkat dah butuh kepastian dari dunia nyata dulu.
Dan ... nanti ada judul baru yang masuk. Ya ampun, Buthor ... apa lagi, sih?! Jangan heran, hal ini karena saya lagi mau membuat sesuatu yang baru. Renewing yang saya lakukan kepada karya saya di wattpad, tidak akan panjang babnya, kecuali di PF berbayar ya (Goodnovel & Bakisah).
Semoga teman-teman semua, sabar menanti ya. Saya juga berniat mau live di instagram untuk menyapa teman-teman pembaca yang sudah mau ikuti karya saya, saya jawab pertanyaan kalian jika ada yang mau kalian tanyakan. Nggak lama, 15 menit kurang lebihnya dan nanti ada gift yang mau saya kasih tapi nggak banyak.
Apa kalian bersedia jika ketemu saya di Live IG?
______
Setelah perjalan bulan madu ala Abay mereka jalani. Kini mereka sudah tinggal satu atap di apartemen milik Abay, ini jelas memudahkan mobilisasi Abay untuk lebih dekat ke kampus saat mengajar.
Pagi-pagi sekali setelah sholat subuh, Jihan sudah bersiap membuat Sarapan untuk suaminya, tapi tidak dengannya, ia sedang menjalankan puasa sunnah. Malam sebelumnya ia sudah izin dengan Abay untuk melakukan puasanya itu. Karena kalau suami tidak mengizinkan istrinya berpuasa sunnah sedang sang suami berada dirumah, bisa menjadi kesalahan.
Abay keluar dari kamar masih dengan memakai kain sarung dan baju koko sedari selelas sholat tubuh tadi.
"Jadi puasa kamu?" Abay membelai rambut Jihan yang panjang sepunggung. Jihan mengangguk.
"Habis dari kampus, aku ada panggilan di bank, mereka mau wawancara aku sebentar."
"Kamu jadi kerja di sana?" Kedua mata Jihan menatap sorot mata suaminya yang tersenyum tampan dengan kedua mata menyipit sebagai jawaban atas pertanyaan istrinya.
"Bismillah ya, Mas, semoga dilancarkan," ucap Jihan.
"Aamiin, doa istri yang paling aku butuhkan," ucap Abay seraya berjalan ke arah meja makan minimalis di apartemen mereka itu.
"Sama doa Bunda Mas Abay, tetap utama itu?" Jihan membawakan semangkuk oatmeal dengan potongan buah dan madu sebagai toppingnya. Lalu mencium pipi Abay sambil kembali ke kamar karena ingin membereskan tempat tidur dan menyiapkan pakaian Abay.
Abay mengerti, di saat Jihan berpuasa, ia juga tidak mau meminta istrinya menemani sarapan. Ia menghargai itu.
"Mas, pakai jas nggak?!" tanya Jihan dari dalam kamar.
"Pake. Siapin yang hitam, kemejanya yang navy aja, jangan putih, udah terlalu biasa," ucap Abay sambil menikmati sarapannya. Jihan terkikik suaminya itu suka 'asal' memang. Suka menabrak kebiasaan orang-orang pada umumnya.
Kalau lagi ngajar suka pakai polo shirt sama celana jeans sedangkan dosen lainnya rapi dengan kemeja dan celana bahan. Kadang Abay memakai celana yang di sisi kanan kirinya ada kantung, seperti celana pramuka, sepatu kets dan kaos lengan panjang. Ditegur rektor? Sering, dan jawaban Abay cuma satu, Bapak protes, saya berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyawa (Repost) ✔
RomanceBlurb : Cinta itu butuh kepercayaan, yakin, juga ikhlas menerima segala kekurangan. Karena kelebihan itu hal biasa. Jihan dan Abay, mereka menerima itu, bahkan disaat ujian berat datang menghampiri, tidak ada satu alasan untuk keduanya tidak Senyaw...