PLAK! PLAK!
Wajah Abay ditampar telak oleh ayahnya. Sedangkan bunda memeluk Jihan sambil terisak. Manusia tidak punya batas sabar namun, pengaruh setan setiap detik selalu saja membuat kesabaran itu kalah dengan kemurkaan.
Ayah marah besar. Ia merasa dibodohi oleh putranya sendiri. Jihan diam. Pelukan bunda terlepas. Berganti merangkul sambil mengusap bahu menantunya itu.
"Nikahi dia." titah Ayah. Abay menggeleng cepat.
"Nggak akan," jawabnya.
"Kamu harus bertanggung jawab bagaimanapun juga Abay." Kini ummi Rayner yang berbicara. Yasmine sedang dinas luar kota, jadi ia tidak ikut pertemuan keluarganya itu. Jika Yasmine ada, apalah Abay yang hanya adik bungsu. Bisa habis di maki-maki Yasmine.
"Nggak akan Abay nikahin Mela. Nggak. Istri Abay Jihan!" teriaknya.
"Kamu udah salah Abay. Kalau dari awal kamu jujur ke Bunda dan Ayah bahkan ke Jihan, semua akan ada jalan keluar lainnya. Adek nggak bisa gini, Jihan yang jadi korban dan kecewa besar sama kamu." ucap Ummi Rayner tegas.
Abay diam. Ia menatap Jihan yang duduk tertunduk dengan memainkan kuku jarinya. Abay menghampiri. Duduk disamping istrinya itu dan merangkulnya.
"Ceraikan aku, Mas Abay, kamu dan Mela ada anak, kasihan Faiz, Mas," tatap Jihan sendu. Abay menggeleng.
"Nggak akan aku ceraikan kamu Jihan. Enggak!" ucap Abay sambil membelai wajah istrinya. Ia menatap lekat Jihan.
"Aku akan nikahin Mela dan tetap nikah sama kamu juga kalau begini jadinya, aku–, akan berlaku poligami."
Abay semakin menambah siksaan batin di Jihan. Ini bukan jawaban yang ia inginkan bukan. Semua menatap kaget. Mereka menggeleng kompak.
"Jangan gila kamu!" bentak ayah. "Kamu nggak akan bisa membagi dengan adil Abay. Jihan aja udah sering kamu abaikan karena kamu sibuk kerja dan ngajar, ditambah kamu akan nikahi Mela dan nggak lepasin Jihan!"
"Abay nikahin Mela untuk syarat supaya Faiz punya akte kelahiran, tapi Abay nggak akan sentuh Mela apalagi cinta sedikit pun," suara Abay bergetar dan air mata menetes di wajahnya.
Jihan tersenyum. Menggenggam jemari tangan Abay, membuat suaminya itu menoleh. Jihan menggeleng. "Aku nggak mau kamu poligami, aku nggak mau berbagi suami, berbagi cinta, dan berbagi perhatian. Maaf, untuk satu hal itu udah prinsip aku Mas Abay, ceraikan aku, nikahi Mela, hidup bahagia dengan dia dan Faiz, anak kalian." ucap Jihan serius. Tak ada lagi senyum di akhir kalimat. Tak ada air mata. Hanya sorot mata memohon dan sikap tegas. Bunda menangis, ia membawa Jihan kedalam pelukannya. Dengan erat ia memeluk Jihan.
"Bunda minta maaf Jihan," ucap bunda dengan suara bergetar. Ummi Rayner ikut menangis. Beranjak dan menghampiri Jihan seraya ikut memeluk adik iparnya itu.
Abay menunduk. Ia menangis sesenggukan. Hancur sudah semua. Tak bersisa atas semua yang ia bangun bersama wanita cantik, sholeha, baik, penyabar dan begitu mencintainya hingga mampu bersikap dan berkata untuk minta diceraikan.
***
Jihan keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah lemari. Mengambil beberapa pakaiannya dan ia letakkan di atas tempat tidur. Koper besar terbuka didekatnya.
Abay menatap sendu dan sayu. Tak habis pikir dengan sikap Jihan yang setegas itu. Jihan diam. Menatap Abay yang menutup mulutnya dengan satu telapak tangan menahan tangis. Jihan pun sama. Ia merentangkan kedua tangan. Menyambut Abay yang ia tahu ingin sekali memeluknya.
Abay berjalan dan merengkuh tubuh Jihan ke dalam dekapannya. Mereka menangis berdua. Kamar itu menjasi saksi betapa bodohnya Abay dan betapa ikhlasnya Jihan.
"Status pernikahan kita sampai sini, Mas, bahagia dengan mereka, toh kamu dulu punya cinta yang besar untuk Mela, 'kan, sebelum ada aku." Mendengar itu, Abay melepaskan pelukannya.
"Dan kamu, kamu tahu kan aku cinta banget sama kamu, Han, nama Mela sudah terkubur lama, nggak akan aku gali lagi, akan selalu nama kamu sayang, aku akan menikahi Mela, tapi nggak untuk cinta ke dia."
Mereka saling bertatapan. "Aku akan selalu cinta sama kamu, Mas Abay. Nggak akan ada nama lain dihati ini," ucap Jihan sambil mengusap wajah suaminya itu yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya.
"Aku akan ceraikan Mela dan kembali menikahi kamu Jihan, tunggu aku," ucap Abay.
Jihan terkekeh. "Jangan main-main sama pernikahan, Mas, perbuatan kamu dimasa lalu dengan dia sudah salah dan dosa besar. Taubat dan perbaiki semuanya, aku nggak mau Allah murka ke kamu."
"Aku nggak bisa bayangin kamu nikah sama laki-laki lain Jihan, nggak bisa." Abay kembali memeluk Jihan.
"Aku nggak akan nikah lagi. Suami dan cinta ku satu, kamu dan selamanya ... sampai aku, mati." Mendengar kalimat Jihan, Abay semakin menangis kencang sambil terus memeluk erat wanita yang rela melepaskan pernikahan juga dirinya untuk menebus kesalahan di masa lalu.
***
Suara ketukan palu terdengar. Keputusan sudah ditetapkan. Jihan dan Abay resmi bercerai. Mereka menunduk. Tak bisa sekedar untuk mengangkat kepala masing-masing.
Di parkiran mobil depan gedung pengadilan, Abay menatap Jihan dengan kesedihan dan pilu mendalam. Begitupun Jihan yang berdiri di samping Abanya yang menangis.
"Jaga kesehatan kamu, Mas Abay, bahagia dengan mereka, aku pamit. Assalamualaikum." Jihan menunduk. Suaranya pelan dan penuh kesedihan. Perih terasa. Berpisah dengan pria yang amat dicintai.
"Sampai ketemu di waktu lain Jihanku, sampai ketemu lagi disaat raga ini sudah kaku didalam kubur," lirih Abay dengan derai air mata tak tertahankan.
Jihan pergi meninggalkan gedung pengadilan dengan bahu bergetar. Aba merangkulnya. Di ujung jalan sudah ada Kyra dan suaminya yang menjemput Jihan dan Aba.
Abay merosot. Ia bersimpuh sambil menunduk. Suami Yasmine ikut berjongkok dan memeluk Abay. Yasmine menjerit di dalam mobil. Tangisnya pecah. Ia tak rela tapi harus dijalankan, melihat hancurnya rumah tangga sang adik, betapa sesak untuknya juga. Sementara, bunda dan ayah syok, mereka dibawa ummi Rayner tinggal di rumahnya sementara.
Ikhlas, satu kata termudah diucapkan bibir, dan terberat dilakukan raga. Tak ada manusia yang bisa menjamin keikhlasan seseorang kecuali sang Allah, sang pemilik hati yang tahu sedalam apa isi hati manusia.
To be continue,
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyawa (Repost) ✔
RomanceBlurb : Cinta itu butuh kepercayaan, yakin, juga ikhlas menerima segala kekurangan. Karena kelebihan itu hal biasa. Jihan dan Abay, mereka menerima itu, bahkan disaat ujian berat datang menghampiri, tidak ada satu alasan untuk keduanya tidak Senyaw...