Dua bulan semenjak kejadian kecelakaan itu serta kehilangan anak yang sedang ia kandung, membuat Jihan jadi sosok yang tampak lain. Ia lebih pendiam dan sesekali masih suka menangis di dalam sholatnya. Ia memang tak pernah menangis didepan orang lain bahkan suaminya sendiri. Cukup ia dan Allah yang tahu. Saat sujud, saat itu ia mencurahkan semuanya.
Tatapannya menerawang ke arah jalanan di depan rumahnya saat ia sedang merapikan kamarnya. Ia menghela napas, seakan perasaannya diaduk-aduk oleh rasa dan emosi lain.
Abay sedang di kantor, Jihan memutuskan tidak bekerja lagi. Ia ingin di rumah, menjadi ibu rumah tangga sambil mendalami ilmu agama. Hidupnya kini fokus ke pencipta dan mengabdi ke suaminya. Ia mulai rajin datang ke majelis ilmu, pengajian bersama ibu-ibu dimasjid dekat rumah dan lebih mendekatkan diri kekeluarga.
Jihan mengenakan hijabnya saat mendengar suara bel terdengar. Ia keluar kamar dan bergegas menghampiri pintu pagar.
Senyum Jihan sumringah saat sosok yang ia memang ingin temui justru hadir di hadapannya.
"Hai," suara Kyra menyapa membuat Jihan tersenyum. Bahkan air mata menetes di wajahnya. Kyra memeluk Jihan setelah pintu pagar terbuka dan ia berjalan masuk kedalam pekarangan rumah.
"Sudah, tenang ya. Maaf aku baru bisa ke sini, jadi istri polisi yang dikirim ke daerah yang banyak masalah bikin aku nggak bisa ke mana-mana, kuat ya Jihan." Kyra masih memeluk Jihan.
"Yok masuk, Mba."
"Aku bawa ayam geprek buat kita makan siang," ucap Kyra sambil menyerahkan bungkusan berwarna putih ke tangan Jihan.
"Anak-anak mana, Mbak? Nggak apa-apa ditinggal?" tanya Jihan sambil menutup pintu ruang tamu. Mereka duduk di sofa ruang TV.
"Anak-anak di rumah Eyangnya, pas aku bilang mau ke sini, Ibu mertuaku minta anak-anak jangan dibawa, yaudah aku titip disana." Kyra terkekeh.
Mereka duduk bersama, menghabiskan makan siang bersama. Kyra sudah menjadi bagian hidup Jihan. Layaknya seorang sahabat, Kyra yang dewasa juga mampu menjadi seorang kakak yang mengayomi adiknya.
"Insyaa allah nanti kamu secepatnya hamil lagi, berdoa dan ikhtiar, ya." Kyra menepuk jemari Jihan. Ia mengangguk.
Suara bel kembali terdengar. Jihan beranjak. Ia mengintip dari jendela ruang tamu. Tampak seseorang yang ia tidak kenal berdiri disana. Jihan berjalan ke arah pagar. Menatap seseorang yang berdiri di sana.
"Ya, cari siapa ya, Mba?" tanya Jihan sambil tetap menatap bingung.
Wanita. Seorang wanita berdiri dengan wajah sendu.
"Benar ini rumahnya Abay?" tanya wanita itu. Jihan mengangguk pelan.
"Be–nar, dengan siapa ya?" Jihan masih bingung. Ia menatap ke arah wanita cantik itu dan, seorang anak kecil, laki-laki yang, mirip dengan suaminya.
"Saya, Mela."
Suara langkah kaki lainnya terdengar. "Mela?!" Suara Kyra mengejutkan Jihan yang berdiri diam mematung. Kyra menatap tak suka saat berhadapan dengan wanita tersebut.
***
Mereka bertiga duduk bersama di ruang tamu rumah Abay dan Jihan. Kyra menatap tajam ke wanita yang duduk disebrangnya.
"Mba siapa kalau boleh tau, kenapa cari suami saya?" tanya Jihan pelan dengan tatapan sendu. Jantungnya berdetak kencang seakan ia dikejar oleh sesuatu. Kyra bersedekap. Jihan sesekali memperhatikan bocah lelaki berusia delapan tahun itu. Hidung, mata, dan tatapannya persis Abay. Jihan menggenggam jemarinya erat. Kyra merangkul Jihan. Seakan ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Saya, saya kesini hanya ingin,mempertemukan Faiz dengan ... Papanya," ucap Mela terbata. Ia lalu menunduk. Ada perasaan takut dan malu kepada dua wanita dihadapannya. Napas Jihan sesak seketika. Ia mengulang-ngulang kalimat terakhir di kepalanya.
Mempertemukan Faiz dengan papanya?
Terus terulang kalimat itu. Jihan mencoba tersenyum. Walau getaran di bibirnya tampak jelas oleh Kyra.
"Maksudnya Mba Mela, papanya Faiz, suami ... saya?" Jihan mencoba meyakinkan dirinya dan pendengarannya.
"Iya. Saya hanya ingin Faiz tahu kalau Papanya ada di Indonesia, selama ini, kami tinggal di Turki," ucap Mela lagi.
Jihan gemetar. Tangannya tak bisa diam, terus saling meremas. Begitupun bibirnya, tak bisa mengucap kata apapun. Ia bingung.
"Yakin itu anaknya Abay!" tanya Kyra sinis. Mela mengangguk. Tangan Kyra mengepal. "Dari mana lo yakin?" Kyra semakin bertanya dengan emosi.
"Karena cuma sama Abay aku lakuin itu, Kyra," jawab Mela sambil menatap tegas Kyra.
Jihan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia menangis. Seakan mimpi buruk menghampirinya tanpa ada jeda. Ia menatap Mela. "Kalian, apa menikah?" Jihan masih terisak. Mela menggeleng. Jihan terkejut. Ia menatap Kyra. Lalu kembali menangis.
"Kenapa baru sekarang lo dateng!" sengit Kyra.
"Karena sudah waktunya Faiz tahu Papanya siapa, dan aku minta maaf nggak kasih tau keberadaan Faiz selama ini." Mela merangkul bahu Faiz yang diam menatap Jihan. Tatapan Faiz seperti Abay saat menatapnya yang sedang bersedih.
"Ceritakan. Ceritakan semuanya Mela," pinta Jihan dengan suara bergetar dan parau.
"Nggak perlu. Lo diem. Gue yang jelasin ke Jihan. Istri Abay!" ketus Kyra. "Ada hal yang belum aku ceritain ke kamu Jihan, maaf, tapi aku akan ceritain sekarang. Sebelum Abay pacaran sama aku, Abay baru putus sama Mela, dia ini pacar Abay dari Kuliah di sini, mereka sama-sama ambil beasiswa di Kairo, tapi si Mela ini selingkuh sama dosennya sendiri. Abay marah dan singkat cerita hal buruk itu terjadi. Abay ... dan Mela berzina, tapi Abay patah hati, sangat, karena setelah hal itu terjadi, Mela tetap memilih dosennya itu. Emang brengsek lo, Mel!" bentak Kyra. "Abay jadi bejat begitu karena berharap elo bakal lihat dia, malah lo tetap milih dosen itu!" lanjut Kyra berapi-api. "Walaupun benar, lo lakuin itu cuma sama Abay."
"Mba Kyra! Stop. Jangan begitu, ada Faiz, Mba, nggak boleh." Jihan memegang tangan Kyra. Faiz diam. Anak itu sudah besar,pasti sudah faham sedikit banyaknya.
"Kenapa nggak cari mas Abay langsung saat tahu hamil?" Jihan bertanya sambil terus menguasai emosinya.
"Karena saya tahu Abay punya masa depan yang baik, saya nggak mau hancurin itu. Cukup saya yang hancur dengan pergi ke Turki dan menetap disana. Berdua bersama Faiz selama ini."
"Jahat lo!"celetuk Kyra Mela.
"Sekarang, mau kamu apa, Mela?" Jihan menatap Mela berganti ke Faiz.
"Saya nggak mengharap Abay mau menikahi saya, saya hanya mau Abay tahu tentang Faiz begitupun Faiz. Saya minta maaf, sungguh."
Jihan diam. Ia tak berpikir jernih. Air matanya luntur kembali. Kyra memeluk erat Jihan yang menangis kencang.
"Tinggalin nomer telfon lo di HP gue, gue akan hubungin lo. Jihan dan Abay baru kehilangan anak mereka beberapa waktu lalu, sekarang lo datang, kita butuh mikir!" ucap Kyra. Mela mengangguk. Ia mengetik nomor ponsel miliknya di HP Kyra.
Mela beranjak, ia pamit kembali ke hotel tempat mereka sementara tinggal. Jihan menoleh, bertemu tatap dengan Faiz.
"Sini, Nak," panggil Jihan sambil tersenyum.
"Boleh Tante Jihan peluk kamu?" ucap Jihan sendu. Faiz mengangguk dan menghampiri Jihan. Mereka berpelukan. Jihan menangis. Ia mengusap pelan kepala Faiz. Ia merasa sedih karena iya pun yakin bocah itu anak dari suaminya tanpa ikatan pernikahan.
Jihan mengendurkan pelukannya. Menatap wajah tampan Faiz. "Faiz mirip Papa, ganteng," Jihan tersenyum dengan derai air mata. Jemari Faiz menghapus air mata Jihan yang membasahi pipinya.
"Faiz minta maaf ya, Tante. Faiz cuma mau ketemu Papa, Tante jangan sedih, jangan nangis, Tante cantik." Faiz kembali memeluk Jihan.
Jenna tersenyum. Tetapi tidak dengan Kyra yang marah.
To be continue,
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyawa (Repost) ✔
RomansaBlurb : Cinta itu butuh kepercayaan, yakin, juga ikhlas menerima segala kekurangan. Karena kelebihan itu hal biasa. Jihan dan Abay, mereka menerima itu, bahkan disaat ujian berat datang menghampiri, tidak ada satu alasan untuk keduanya tidak Senyaw...