"Miss Jihan! Assalamualaikum!" Suara Rayner terdengar saat baru turun dari mobil. Jihan baru sampai juga ke tempat kerja. Ia berjalan kaki dari rumahnya jam lima lewat setelah sholat subuh, karena sebelum jam tujuh ia sudah harus sampai.
"Waalaikumsalam, Rayner," jawab Jihan sambil mengatur napasnya.
"Yuk ke dalam, udah pamit sama Ummi?" tanya Jihan.
"Ray diantar Om Abay, Miss." Lalu Ray jalan mendahului Jihan yang menoleh ke Abay, ia tau namanya karena tadi Rayner menyebutkannya.
"Anak itu emang kayak gitu Miss, kesel kalo sama gue. Suka ngambek, Umminya lagi ke Bandung seminggu, jadi gue yang anter jemput," ujar Abay santai.
"Mulutnya enggak pernah sekolah ya. Enggak sopan ngomongnya." Jihan masuk ke dalam gedung dan menutup pintu. Abay menatap sinis Jihan lalu berdecak dan menggelengkan kepala, kembali menjalankan motornya.
***
"Iya, Bu, saya cuma mau wawancara sebentar aja kok, buat bahan skripsi saya." Jihan berbicara dengan manajer tempat ia akan penelitian untuk data skripsinya melalui telepon.
"Tapi kita enggak bisa bocorin data validnya Mbak Jihan," jawab suara di seberang.
"Enggak apa-apa, Bu, saya cuma minta waktu satu minggu kok, saya cuma mau sesuaikan materi sama praktek."
"Ok kalo gitu, surat tugas dari kampus di bawa, ya."
"Baik, Bu, terima kasih, sampai ketemu besok, selamat sore." Jihan menyudahi bicara melalui sambungan telepon kemudian bernapas lega.
"Seminggu aja, 'kan, Jihan cutinya?" tanya ibu kepala.
"Iya, Bu, tapi kalau Jihan udah dapet semua datanya, bisa lebih cepat."
"Iya, anak-anak udah senang diasuh kamu."
"Siap, Ibu ...." Jihan memeluk wanita yang senang memakai hijab warna hijau lumut itu dengan sayang.
"Iya, Nak, " jawab ibu kepala.
***
Esok harinya. Jihan berjalan mengikuti staff bank syariah tersebut sambil manggut-manggut mendengar penjelasan tentang beberapa hal.
"Kalau kamu mau tanya apa pun, pas makan siang, ya," ujar Ninies, staff bank bagian teller.
"Iya, Mbak, nanti saya simak dan perhatikan dulu, kok."
"Oke, enjoy, ya." Ninies melambaikan tangan dan berdiri di posisinya. Jihan menatap sekitar, memperhatikan gerak gerik dan sesekali mencatat sesuatu.
Menjelang makan siang, teller masih ramai. Jihan sudah mendapatkan beberapa catatan yang sengaja ia inisiatif mencatat sendiri guna menjadi tambahan materi. Kepala unit bank memberikan Jihan beberapa lembar data yang dibutuhkan.
"Mbak Jihan, saya minta maaf, Mbak Jihan cuma bisa sampai lusa untuk penelitian di sini, kami mau ada rapat akhir bulan dan tutup buku, jadi, Mbak Jihan bisa mulai bertanya jika ada yang mau ditanyakan?"
"Oh, iya, Bu, saya sudah ada beberapa pertanyaan, nanti saya tanya ke Ibu boleh?" ucap Jihan sopan.
"Boleh. Yuk, sambil makan siang di ruangan saya." Jihan mengikuti langkah ibu pimpinan unit bank tersebut. Ruangannya terletak di lantai dua dan agak pojok. Jihan duduk di sofa yang ada di dalamnya. Mulai bertanya sebelum pesanan makan ia ibu kepala unit datang. Tentunya Jihan ditraktir, padahal ia sudah membawa bekal sendiri dari rumah.
"Jihan, kenapa kamu tertarik ambil judul skripsi ini? Jarang, lho, ada yang mau ambil jurusan perbankan syariah."
"Udah kebiasaan, Bu, Ayah saya kerja di travel haji dan umroh, jadi saat kebetulan saya ambil jurusan perbankan, saya udah niat ambil syariah untuk konsentrasinya, dan lebih asik ternyata."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyawa (Repost) ✔
RomanceBlurb : Cinta itu butuh kepercayaan, yakin, juga ikhlas menerima segala kekurangan. Karena kelebihan itu hal biasa. Jihan dan Abay, mereka menerima itu, bahkan disaat ujian berat datang menghampiri, tidak ada satu alasan untuk keduanya tidak Senyaw...