Merindu

208 45 0
                                    

Kehidupan Mela dan Abay tak normal. Tak ada percakapan atau pun senda gurau. Abay lebih sering diam di kamar atau bercengkrama bersama Faiz di ruang keluarga. Makan pun Abay tak menyentuh masakan Mela. Ia lebih sering beli atau minta dikirim bundanya. Faiz sudah kelas dua sekolah dasar. Tentunya sudah dua tahun pernikahan itu berjalan. Mela meminta waktu kepada Abay untuk berbicara. Abay selalu menolak. Bahkan untuk berpapasan pun ia selalu mengalihkan pandangannya.

Sering wanita itu menangis. Ia seharusnya bisa menyerahkan Faiz begitu saja untuk diurus Abay dan Jihan tanpa minta dinikahi. Jika seperti ini ia juga tak mungkin bisa bertahan.

Di rumah keluarga Abay. Bunda duduk termenung menatap Abay yang tampak tak bersemangat hari itu. Tak enak badan. Napas Abay panas.

"Ke dokter ya, Nak, atau panggil ummi Ray," pinta Bunda.

"Nggak, Bun, Abay mau tidur aja di sini. Abay nginep di sini ya, sama Faiz," ucapnya sambil memejamkan mata dan berusaha terlelap.

"Iya, Faiz lagi main sama Rayner di bawah." Bunda mengusap kepala Abay. Lalu air mata menetes di wajah bundanya. Abay membuka mata.

"Bunda kok nangis?" Abay bangun dan berusaha duduk. Lalu mendekap tubuh bundanya ke dalam pelukannya.

"Bunda kangen Jihan, Bay, kangen ... sekali, di mana dia sekarang?" Tangisan itu pilu. Abay menahan sesak di dadanya. Mengusap pelan bahu bundanya.

"Abay juga kangen, Bun, kangen banget. Hidup Abay ngambang nggak ada Jihan, Bun, nggak ada pegangan untuk menapak," ucap Abay. Bunda mengangguk.

"Apa kita cari Jihan, Bay?" kedua mata bunda mengerjap. Abay menghapus sisa air mata di wajah bundanya. Ia menggeleng.

"Nggak perlu, Bun, Abay takut, nanti Jihan ternyata udah berubah atau malahan, udah menikah lagi, Abay takut nggak kuat terima kenyataan itu." Kini air mata Abay yang menetes. Bunda memeluk Abay. Meletakan kepala putra bungsunya di bahu tua dirinya.

"Sabar ya, 'nak. Minta dikuatkan Allah untuk kamu jalanin ini semua, berdoa ke Allah supaya kalian berdua selalu berjodoh walau tak bersama. Bunda tau sebesar apa cinta kalian, cinta yang dilandasi karena Allah akan terasa kuat dan nggak akan luntur. Itu kalian anak ku sayang, Abayku."

Abay memeluk tubuh tua bundanya. Meluapkan rindu kepada Jihan dengan tangis tak terbendung. Kedua bahunya bergetar hebat. "Abay kangen Jihan, Bunda, kangen wanitanya Abay," ucap Abay sambil terus memeluk bundanya.

Dari balik pintu kamar Abay yang tak tertutup rapat, tampak Yasmine yang ikut menangis. Ia pun rindu dengan mantan adik iparnya itu yang begitu luar biasa mengorbankan cinta dan hatinya supaya Abay menebus kesalahan di masa lalu, rela berpisah dengan separuh hatinya untuk orang lain.

"Kamu di mana Jihan, kita semua kangen kamu," kini Yasmine yang berucap lirih. Air matanya menetes. Suaminya yang melihat hanya bisa memeluk tubuh istrinya itu.

"Ayo kita cari Jihan tanpa sepengetahuan Abay atau siapa pun, cukup kita," ucap suami Yasmine. Kepala Yasmine mendongak. Ia mengangguk lalu tersenyum. 

Senyawa (Repost) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang