Jihan menyiapkan pakaian kerja Abay yang sudah mulai bekerja di bank, Abay menjabat sebagai supervisor divisi investasi dan analisis resiko. Selain itu tiga hari dalam satu minggu ia masih menjadi dosen, tapi kini ia memegang kelas malam reguler dan hari sabtu kelas eksekutif khusus karyawan.
Kesibukannya bahkan membuat Jihan harus ekstra menyiapkan asupan makan dan vitamin untuk suaminya itu. Ia terkekeh saat melihat suaminya masih tidur,jam memang masih menunjukan pukul empat subuh, bahkan waktu subuh pun belum tiba. Jihan menyiapkan baju kerja Abay dan beberapa perlengkapan lainnya hingga tak ada yang terlewatkan.
Adzan subuh berkumandang, tubuh Abay diguncang perlahan oleh Jihan.
"Bangun, azan subuh, Mas Abay." Jihan menunjuk-nunjuk pipi suaminya.
"Hmmmm ...." Abay menyahut dengan mata masih terpejam.
"Ihhh ... bangun, Mas, ayo, hari pertama kamu kerja lho, bukan ngajar. Ayo Mas Abay." Jihan menepuk-nepuk bahu Abay. Ia terus berusaha membangunkan suaminya itu. Abay akhirnya bangun dengan mata masih terpejam tapi senyum mengembang di wajahnya.
Jihan terkekeh. Ia merapikan rambut suaminya yang acak-acakan kemudian mengecup kening.
"Aku wudhu duluan, ya." Jihan beranjak, berjalan masuk ke kamar mandi. Abay membuka mata. Ia semakin melebarkan senyum dan memegang dadanya. Semakin hari ia semakin dibuat merasakan perasaan cinta dari seorang Jihan.
Jihan tidak lalai menjalani tugas sebagai istri, semua kebutuhan Abay dipenuhi, Abay sampai harus berpikir keras bagaimana cara membalas ketulusan hati istrinya itu. Kadang ia suka bertanya ke kakak-kakaknya, karena sesama perempuan.
Seperti pagi itu setelah mereka selesai sholat subuh, Abay tak hentinya mengganggu Jihan didapur saat sedang menyiapkan sarapan. Abay terus berjalan mengikuti Jihan dibelakangnya, saat Jihan berdiri di depan kompor. Abay memeluknya erat. Jihan udah ngomel-ngomel karena risih, tapi Abay tak perduli.
Bahkan saat sarapan pun Abay terus memperhatikan raut wajah Jihan yang justru malu-malu.
"Mas ..., udah dong lihatinnya, perhatiin makanan kamu jangan lihatin aku terus," protes Jihan yang salah tingkah sendiri.
Abay justru tersenyum dan mengambil jemari tangan kanan Jihan dan ditempelkan diwajah nya,ia masih mengunyah makanannya padahal. Jihan balas menatap Abay lekat sambil bertopang dagu.
"Kenapa?" tanya Jihan lagi. Abay mengangkat satu alisnya. Lalu tersenyum sambil menjawab.
"Sarang hae," ucap Abay. Jihat diam.
"Belajar dari mana kamu bisa bilang itu?" Jihan tertawa.
"Mahasiswi aku, aku nanya kemarin." Abay tersenyum lagi.
"Aku juga." Jihan membelai wajah Abay lembut.
***
Jihan menatap layar laptop saat sedang membuat laporan bulanan kegiatan tempat penitipan anak. Ibu kepala datang dengan membawa kantong berwarna putih lalu menyerahkan ke Jihan.
"Apa, Bu?" tanya Jihan bingung.
"Buat kamu belajar Jihan," ucap ibu kepala. Jihan membuka. Dua buku terpampang di hadapannya. Satu buku tentang rumah tangga islami, satu lagi tentang hak dan kewajiban suami istri.
Jihan tersenyum. Ia memang butuh membaca lagi dan belajar,terutama tentang kehidupan rumah tangga. Sampul plastik ia buka, lalu membaca daftar isi. Ia tersenyum kemudian karena semua mengarah ke dirinya. Ia senang bu kepala perhatian hingga ke hal detail seperti itu.
***
Supermarket terasa ramai, Jihan mampir untuk membeli bahan makanan pokok, ia tidak sempat ke pasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyawa (Repost) ✔
RomanceBlurb : Cinta itu butuh kepercayaan, yakin, juga ikhlas menerima segala kekurangan. Karena kelebihan itu hal biasa. Jihan dan Abay, mereka menerima itu, bahkan disaat ujian berat datang menghampiri, tidak ada satu alasan untuk keduanya tidak Senyaw...