Bruk!
"Eh?"
•••
Semua yang ada di kantin menatap cengo pada Lavid yang tiba-tiba menubrukkan tubuhnya pada Rama.
Lavid menenggelamkan wajahnya di dada Rama dengan tangan Rama yang masih mencekal tangan kanan Lavid.
Beberapa detik kemudian Lavid mendongak menatap Rama dengan tatapan sangat imut. Mata belonya beberapa kali berkedip kepada Rama, membuat yang ditatap mematung.
"Maafin Lavid, ya, Bang? Lavid kan cuma mau menegakkan kebenaran. Kasian kakak ceweknya tadi." Ucap Lavid dengan nada seimut mungkin.
Dia sedang acting untuk meluluhkan Rama agar tak marah padanya.
Rama masih diam dengan sudut bibirnya yang berkedut, seperti menahan senyuman. Lavid masih setia pada posisinya sambil menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Terlihat seperti anak kecil yang sedang membujuk temannya agar bermain bersama.
Sialan! Mendadak wajah Rama terasa panas!
Rama melepaskan tangan Lavid dan pergi begitu saja setelah melepaskan pelukan Lavid. Lavid menatap kepergian Rama dengan menghembuskan nafas lega.
Elan menatap bergantian pada Lavid dan Rama yang sudah menjauh. Ia kemudian mengkode teman-temannya agar pergi menyusul Rama.
Setelah kepergian geng berandalan itu, Lavid kembali menghampiri teman-temannya yang menatap Lavid tanpa berkedip. Bahkan mulut Agus sedikit terbuka.
"Woy, kalian kenapa?" Tanya Lavid membuyarkan keterdiaman Gavriel dan Agus.
"L-lu tadi ngapain?" Tanya Agus terbata-bata.
"Hah?!" Beo Lavid bingung.
"L-lu t-tadi meluk Rama?! Demi apa, Lav?! Demi apa?!" Seru Gavriel sambil mengguncangkan tubuh Lavid.
"Emang kenapa?" Tanya Lavid sedikit memiringkan kepalanya, terlihat imut sekaligus menyebalkan dengan tatapan polosnya itu.
"Bang Rama tuh nggak suka disentuh! Masih untung tadi dia nggak ngapa-ngapain lu!" Gemas Agus.
"Ya, kan gue nggak tau!" Balas Lavid sambil mencebikkan bibirnya.
Agus dan Gavriel menghela nafas berat. Bayi mereka ini memang suka sekali bertindak tanpa berpikir. Beruntung hari ini dia tidak menjadi mangsa singa modelan Rama Hemian Bharata.
•••
Di lain tempat, tepatnya di gudang kosong belakang sekolah, terlihat Rama yang sedang meninju samsak sambil terus mengumpat.
Elan dan yang lainnya hanya diam saja melihat kelakukan Rama. Karena mereka juga tidak tahu apa penyebab rama tiba-tiba marah tidak jelas seperti ini.
"Sial! Sial! Sial!"
Bugh!
Bugh!
Bugh!
"Buset, Ram. Elu tuh kenapa, sih?" Tanya remaja bertindik di alisnya, Zarel.
Rama menghentikan aksinya meninju samsak. Ia menundukkan kepalanya dan kemudian berkata sesuatu.
"Dia imut. Gue mau dia."
Ucapan itu mampu di dengar jelas oleh semua teman Rama.
"Maksud lu siapa?"
"Jangan bilang si bocah imut, tadi? Lu belok, Ram?!" Lanjut Elan ngegas.
Tuk!
Sebuah sarung tangan tinju mendarat indah di lantai setelah menghantam wajah Elan. Rama berbalik menatap Elan dengan tatapan tidak santainya.
"Dia imut. Gue mau dia jadi adek gue." Jelas Rama yang membuat semua temannya membulatkan mata.
"Demi what, Ram?!" Pekik Elan tidak percaya.
"Lu nggak tau tuh bocah siapa? Dia Lavid Barlian Garesta, adeknya David Arga Garesta dan Havid Arlan Garesta. Lu tau siapa mereka, kan?"
Rama mengangguk. Dia tahu siapa dua orang itu. Anggap saja ini keberuntungan untuknya, karena kakaknya adalah sahabat dari Havid.
"Well, he's will be my little brother... or my good kitten, huh?" Ucap Rama dengan senyum misteriusnya.
Erlan bergidik ngeri. Sepupunya ini selalu memegang teguh motto hidupnya, apapun yang ia mau harus ia dapatkan. Dia orang yang mudah terobsesi, pastikan berhati-hati dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavid And His Brothers (END)
Novela JuvenilLavid, si bungsu nakal tetapi nyalinya ciut jika sudah berhadapan langsung dengan dua kakaknya, David dan Havid. Hidupnya sering diatur. Sekalinya memberontak langsung dapat hukuman. Begitulah kehidupan Lavid bersama kedua kakaknya.