27 Maret 2022, pukul 06.36 AM.
Hari Minggu ini adalah hari ulang tahun Havid. Lavid sudah memiliki ribuan konspirasi nakal yang bersarang di otaknya sejak 3 hari yang lalu. Untuk ini ia sangat membutuhkan bantuan dari kakak sulungnya, David. Karena Lavid tahu, Havid akan menjadi 'kitten' jika sudah bersama David. Beruntungnya David setuju dengan idenya, bahkan rela tidak berangkat ke kantor.
Kemarin sore saat Havid masih mengerjakan proyek kelompok di rumah temannya, Lavid sudah membahas itu bersama David. Mereka tidak akan membuat acara besar, meski hanya sekedar berkumpul dan mentraktir teman dekat mereka di cafe. Mereka hanya akan merayakanya bertiga, dengan bumbu drama klise yang sudah Lavid rencanakan.
Seperti drama-drama kejutan ulang tahun yang ia tonton di televisi, ia akan membuat Havid merasa tidak diacuhkan keberadaannya. Ia ingin sekali melihat raut wajah sedih Havid dan reaksi kakak tengahnya itu saat dicueki, terutama oleh David. Lavid tahu jika Havid sebenarnya sangat manja pada David, berbanding terbalik jika padanya, kakak tengahnya itu akan bersikap tegas dan menjadi pihak yang memanjakan.
Dengan semangat serta senyum lebarnya, Lavid turun dari ranjangnya. Mandi kilat dan langsung turun ke dapur untuk sarapan. Sebelum benar-benar memasuki dapur, anak itu sedikit mengintip dari pintu.
Ia terkikik kecil melihat wajah Havid yang agak suram. Sepertinya David sudah mulai dengan aksinya. Lavid berdehem dan memasang wajah datarnya, memasuki dapur lalu duduk di samping kursi David.
"Lavid," panggilnya yang tidak dihiraukan oleh si empunya.
Havid mengernyit, tidak biasanya Lavid mendiamkannya. Saat ia kembali membuka mulutnya hendak bicara, tiba-tiba David berdiri dan pergi keluar dapur. Si sulung itu menyempatkan diri mengusak rambut Lavid, tapi tidak mengusak rambutnya juga.
Havid merasa iri? Tentu saja. Jika Lavid bisa bermanja dengannya dan David, dirinya hanya bisa bermanja pada David saja. Cukup masuk akal jika dirinya merasa cemburu, meski lucu juga mengingat sikapnya yang lumayan dewasa pada Lavid dan di depan orang lain.
Beberapa menit setelahnya, Lavid ikut menyusul David keluar dari dapur. Menyisakan Havid dengan tatapan kosong dan pikiran semrawut.
Ada apa dengan mereka berdua hari ini? Aneh.
Havid segera menghabiskan makanan di piringnya dan keluar dari dapur. Kaki jenjangnya melangkah menuju ruang tamu, dilihatnya David yang sibuk dengan laptopnya dan Lavid yang hanya diam menonton kartun. Mendadak ia merasa canggung, seperti orang asing yang sedang bertamu.
"Bang—"
"Baby, ambilkan dokumen di map biru yang Abang simpan di ruang kerja."
Havid kicep. Belum selesai ia berbicara, tapi sudah dipotong, meski kalimat 'pemotong' itu tidak diucapkan padanya langsung.
Sedangkan Lavid yang merasa pun segera bangkit berdiri dan berjalan ke ruang kerja Lavid. Lagi-lagi Havid hanya bisa terpaku begitu Lavid melewatinya begitu saja, seakan dirinya makhluk tak kasat mata.
Havid menunduk, berjalan mendekat dan duduk di sebelah David, sayangnya David tidak memberikan eksistensinya. Jari-jari Havid bergerak gelisah, memilin-milin kaos yang dipakainya.
"Abang," panggil Havid yang hanya dijawab deheman singkat.
Sungguh, rasanya Havid benar-benar ingin menangis. David dan Lavid tidak pernah bersikap seperti ini padanya, ini kali pertama. Dan, ia tak suka diabaikan.
"Bang, Havid minta maaf kalo ada salah."
"Hmmm."
"Abang sama Lavid kenapa diemin Havid dari tadi?" Tanya Havid.
"Nothing."
Singkat. Padat. Dan jelas.
"Ab—"
"Berisik Havid! Pergilah ke kamarmu dan jangan ganggu pekerjaan Abang!"
Havid tersentak mendengar bentakan dari David. Mata cowok itu memerah, menatap tak percaya pada David yang baru pertama kali ini membentaknya.
"Tunggu apa lagi? Pergilah ke kamarmu!"
Havid langsung berdiri dan berjalan ke arah tangga untuk menuju kamarnya di lantai dua. Ia sempat berpapasan dengan Lavid di anak tangga ke 10, tapi adik tersayangnya itu melengos saja.Sampai di depan kamarnya Havid langsung melompat ke atas kasur, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan menangis dalam diam.
Sementara di lantai bawah...
Lavid tertawa cekikikan melihat raut menyedihkan Havid saat berpapasan di anak tangga tadi. Mendadak ia merasa jika kakak keduanya itu sangat menggemaskan.
"Bang, mukanya Bang Havid kalo lagi mellow gitu kok imut, ya?" Tanya Lavid dengan cengiran lucunya.
David tertawa gemas sambil mengusak pipi gembul Lavid, "Adik Abang semuanya imut."
"Yang imut mah cuma Bang David doang, kalo Lavid itu ganteng kayak Mas KaTeHa." Ucap Lavid dengan nada bangga.
David hanya bisa tersenyum tipis dan mengangguk, meski dalam hati menyalahbesarkan ucapan Lavid.
Gateng dari mananya coba? Muka seperti anak kucing gitu kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavid And His Brothers (END)
Roman pour AdolescentsLavid, si bungsu nakal tetapi nyalinya ciut jika sudah berhadapan langsung dengan dua kakaknya, David dan Havid. Hidupnya sering diatur. Sekalinya memberontak langsung dapat hukuman. Begitulah kehidupan Lavid bersama kedua kakaknya.