Kunjungan Seseorang

5.8K 576 4
                                    

Lavid baru saja pulang sekolah. Ia agak heran saat melihat mobil asing yang terparkir di halaman rumahnya.

"Mungkin temennya Bang David atau Bang Lavid." Monolognya.

Lavid memasuki teras rumahnya dan membuka pintu masuk rumah. Saat ia sudah masuk ke dalam, dirinya melihat David, Havid, dan seorang pria yang duduk membelakanginya.

"Bang, Lavid pulang." Sapanya.

Pria yang tadinya duduk membelakanginya kini menoleh ke arah Lavid. Lavid tertegun, ia menatap ke arah David dan Havid yang mengisyaratkan padanya untuk masuk ke dalam kamar.

Tetapi Lavid masih diam di tempatnya. Ia merasa kakinya menyatu dengan lantai. Pria tadi berdiri, berniat menghampiri Lavid sebelum Havid terlebih dahulu berlari dan menggendong Lavid pergi ke kamarnya.

Pria itu berdecak kesal, kembali menatap David yang masih duduk tenang di sofanya.

"Apa seperti ini yang kau ajarkan pada adik-adikmu? Bersikap tidak sopan pada orang tua? Begitu?" Tanyanya.

David menatap datar pria dewasa di hadapannya. Sungguh, ia sangat malas meladeni pria yang berstatus sebagai ayah darinya dan kedua saudaranya, yang bahkan tidak mereka akui sebagai seorang ayah.

Sekian tahun berlalu, pria itu tiba-tiba muncul dan membawa masalah baru.

"Seharusnya Anda bisa berpikir lebih waras. Sebagai seorang 'ayah' seharusnya Anda tau, apa saja penyebab seorang anak tumbuh baik atau tidak." Balas David dengan nada datar.

Pria itu mendecih sinis. Sejak dulu, dirinya dan David paling tidak pernah akur.

"Saya tidak ingin alasan apapun, saya akan mengambil hak asuh Lavid, dengan atau tanpa persetujuanmu." Ucapnya.

David mengepalkan telapak tangannya hingga memutih dengan urat leher yang menonjol, menandakan dirinya sedang menahan amarah.

"Tuan Dava Atmada yang terhormat, lebih baik Anda segera keluar dari sini." Ucap Havid yang baru saja datang setelah mengantar Lavid ke kamar.

"Lihat, betapa tidak sopannya adikmu ini. Saya akan membawa Lavid secepatnya, sebelum pemikirannya semakin buruk karena kalian." Ancamnya sebelum berlalu keluar dari rumah itu.

Setelah Dava keluar, David memukul meja kaca di hadapannya hingga pecah dan menggores tangannya hingga keluar darah. Havid yang kaget dan khawatir langsung mendekati sang kakak.

"Bang!" Panik Havid saat melihat goresan yang cukup dalam di telapak tangan kiri David.

"Jaga Lavid dengan lebih ketat lagi, jangan biarkan bajingan tua itu mendekatinya semeter pun!" Geram David.

Havid mengangguk paham. Ia mendekap tubuh David, berharap dapat menurunkan emosinya. Terdengar helaan nafas berat dari David.

"Kita jaga Lavid bersama," ujar Havid.

Tanpa di sadari oleh keduanya, Lavid berdiri mematung di dekat tangga. Ia mendengar percakapan mereka, karena sesaat setelah Havid keluar, Lavid juga ikut keluar tanpa sepengetahuan sang kakak.

Ia penasaran.

Setitik rasa rindu hinggap di hati Lavid. Sejak dulu, ia sangat mengharapkan rasa kasih sayang dari seorang ayah. Ia ingin bermain bersama ayahnya, seperti anak lelaki kebanyakan.

Tapi sejak kecil Lavid tak pernah merasakannya. Sejak dulu hanya ada Havid dan David yang mengajaknya bermain. Mereka merangkap sebagai kakak sekaligus orang tua baginya.

Air mata Lavid luruh begitu saja.

"Ayah..." Lirihnya.

Meski ia juga membenci ayahnya, tapi sudut hatinya tak bisa berbohong. Ada setitik rasa sayang yang tertinggal di sana.

Lavid And His Brothers (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang