Tak terasa seminggu telah terlewati. Lavid bersyukur karena selama dirinya ada di rumah Arval, dia tidak merasa kebosanan akibat gaming room luar biasa milik si empunya rumah.
"Bang, Lavid pamit, ya." Ucap Lavid saat David sudah datang menjemputnya.
"Hm," jawab Arval lesu.
Jujur, ia masih ingin bersama Lavid dan tidak ikhlas jika anak itu kembali ke rumahnya sendiri. Meski ia tetap masih bisa bertemu dengannya, tapi tetap saja, malamnya ia akan sendirian lagi.
"Ih, nggak usah lemes gitu dong. Entar kapan-kapan Lavid main ke sini lagi, atau enggak Abang yang nginep di rumah Lavid aja."
Senyuman tipis muncul di wajah Arval. Tangan cowok itu terangkat untuk mengusak rambut lebat Lavid.
"Ekhem, makasih Val udah mau jagain adek gue." Ungkap David yang mendapat anggukan kecil dari Arval.
Setelah itu kedua bersaudara itu memasuki mobil dan meninggalkan pelataran rumah Arval. Arval menghela nafas dan berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Selama dalam perjalan pulang, Lavid tak henti-hentinya bercerita tentang gaming room milik Arval. Bahkan cowok SMA itu dengan semangat meminta David untuk mendesain gaming room di rumahnya sendiri, persis seperti gaming room milik Arval.
David hanya bisa menganggukinya.
Sekian menit perjalanan dengan mobil, akhirnya mereka sampai di pelataran rumah. Mereka turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam.
"Bang Havid, Lavid rinduuu!"
Havid terkekeh kecil mendapati si bungsu berlari riang menghampirinya yang baru saja selesai work out. Tanpa aba-aba tubuh dengan tinggi 172 cm itu menerjang tubuh Havid yang masih berkeringat.
"Ugh, bau keringat." Lavid seketika melepas pelukannya sambil menutup hidungnya.
Havid menggelengkan kepalanya, "Abang kan baru selesai work out, sayang."
Bibir pink Lavid mengerucut, "Pantesan. Udahlah, Lavid mau balik ke kamar, bye. Eh, tapi nanti tolong mintain hape Lavid dari Bang David, ya. Bye lagi."
Lavid melangkah menaiki tangga untuk menuju kamarnya di lantai dua. Havid kembali menggelengkan kepalanya dengan tingkah Lavid.
"Eh, Bang. Lavid minta hape dia dikembaliin." Ucap Havid saat David berjalan ke arahnya.
"Hm, kau cepatlah mandi sebelum keringatmu berubah menjadi kuman. Setelah itu istirahat."
Havid mengangguk dan segera melaksanakan titah dari si sulung. David sendiri yang niat awalnya akan pergi ke ruang kerjanya berbalik arah ke kamar Lavid untuk mengambilkan ponsel si bungsu yang disitanya seminggu lalu.
"Baby," panggil David dari luar pintu kamar Lavid.
Tak butuh waktu lama untuk si empunya kamar membukakan pintu. Tanpa bicara apa-apa, David segera menyerahkan ponselnya kepada sang adik.
"Makasih, Abang sayang." Ucap Lavid yang dibalas senyuman tipis David dan usapan di rambutnya.
David langsung pergi, begitu juga Lavid yang langsung menutup pintu kamar dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Baru saja ia menghidupkan data seluler, langsung banyak notif pesan, terutama dari kedua sahabatnya.
Ia membuka pesan dari Gavriel dan membalas pesan yang bahkan sudah lewat beberapa hari lalu. Ia juga melakukan hal yang sama pada Agus.
Selesai membalas pesan pada kedua sahabatnya, Lavid memutuskan untuk tidur. Ia masih agak ngatuk ngomong-ngomong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavid And His Brothers (END)
Teen FictionLavid, si bungsu nakal tetapi nyalinya ciut jika sudah berhadapan langsung dengan dua kakaknya, David dan Havid. Hidupnya sering diatur. Sekalinya memberontak langsung dapat hukuman. Begitulah kehidupan Lavid bersama kedua kakaknya.