Jam sudah menunjukkan pukul 19.22 PM, tapi tidak ada tanda-tanda Havid akan keluar dari kamarnya. Cowok itu masih setia berbaring di atas kasurnya dengan mata bengkak dan wajahnya terlihat begitu kacau. Hampir dua jam lebih tadi Havid menangis dan tanpa sadar tertidur pulas, ia terbangun pada pukul 3 sore, tetapi ia enggan beranjak dari atas kasurnya.
"Mereka kenapa hiks..." gumam Havid yang mengarah pada David dan Lavid.
Sebenarnya ia merasa lapar, tapi perasaannya terlalu tenggelam untuk keluar kamar sekedar mengambil sepiring nasi dan segelas air putih.
"Ugh, hiks..." Nafas Havid agak tersendat, akibat terlalu banyak menangis.
PRANGGG!!!
"APA-APAAN KAU LAVID, HAH?!"
"ABANG YANG APA-APAAN?! INI HIDUP LAVID, ABANG NGGAK USAH IKUT CAMPUR TERUS!! LAVID UDAH GEDE, BANG!!"
PLAK!!!
Havid yang awalnya menangis mendadak kaget dan buru-buru turun dari ranjang saat mendengar suara-suara ribut di lantai bawah. Suara tinggi David yang penuh amarah, pecahan barang, serta suara tamparan membuat Havid khawatir pada adik bungsunya.
Ia keluar dari kamar dan berlari menuju lantai bawah, persetan jika dirinya akan jatuh terguling ke lantai dasar, yang ia pikirkan hanya kedua saudaranya itu.
Ia menutup mulutnya ketika tiba di lantai bawah. Pecahan guci berserakan di dekat kaki Lavid, dan adik bungsunya itu terduduk di lantai sembari memegang wajahnya, jangan lupakan air mata yang mengalir dari kedua matanya.
"APA YANG ABANG LAKUIN?!" Bentak Havid penuh emosi.Ia menatap nyalang pada kakaknya yang hanya diam dengan tatapan tajam yang mengarah pada Lavid.
"Tanyakan saja pada adik tidak tahu dirimu itu!!" Sahut David dengan nada penuh penekanan, setelah itu pergi begitu saja.
Havid berjongkok dan mengangkat wajah Lavid, dilihatnya pipi putih Lavid memerah karena tamparan yang—mungkin—David lakukan tadi.
"Are you okay, Baby?" Tanya Havid yang dibalas gelengen dari Lavid.
"Bang David jahat hiks... Padahal Lavid cuma pengen nyoba pacaran, meski cuma sehari doang hiks..."
Havid menghela nafas. Saat keadaan tidak seperti ini, tentu ia akan menentang kelakukan Lavid. Ia tak mau jika adik kesayangannya itu pacaran, apalagi ini coba-coba. Ia tak ingin jika suatu saat nanti Lavid menjadi orang brengsek, apalagi suka menyakiti perasaan perempuan.
"Sekarang kamu ke kamar aja, tidur. Biar Abang yang ngomong sama Bang David." Ujar Havid yang justru mendapat gelengan kencang dari Lavid.
"Ikut, Lavid juga mau minta maaf. Lavid tahu kalo Lavid juga salah." Mohon Lavid, yang mau tak mau dituruti juga oleh Havid.
Mereka berjalan bersama ke ruang kerja David dengan Lavid yang ada di gendongan Havid.
Sampai di depan ruang kerja David, cowok berumur 25 tahun itu membuka pintu ruangan warna hitam itu.
Dan...
"Happy birthday!" Teriak Lavid sambil melompat dari gendongan koala Havid.
Havid terdiam shock di depan pintu. Otaknya mendadak blank saat melihat David berdiri di depannya sambil membawa kue tart rasa cokelat matcha kesukaannya. Lengkap dengan lilin berbentuk angka 26 dan senyuman hangat di wajah David.
"Ini ada apa?" Hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulut Havid.
David terkekeh kecil, menarik tangan Havid agar masuk ke dalam ruangannya dan berdiri saling berhadapan.
"Tiup lilinnya!" Seru Lavid.
Havid yang masih blank hanya menurut, meniup lilin itu hingga mati. Lavid bertepuk tangan heboh dan langsung mengguncang tubuh Havid.
"Happy birthday, abangku tersayang. Cieee~ nambah tua, nih." Goda Lavid.
"Happy birthday, my younger brother. I hope you always happy, healthy, and whatever you want, you can get it." Ucap David dengan nada lembut.
Havid yang sudah sadar seketika menangis dan menerjang tubuh David yang sedikit lebih tinggi darinya. Untung David sudah lebih dulu menyerahkan kuenya pada Lavid.
"Hiks... Makasih." Lirih Havid.
"Kejutannya berhasil, yeay. Maaf ya Bang tadi dibikin nangis seharian, soalnya Lavid mau kasih kejutan yang iseng buat Abang, hehe. Jarang-jarang liat Abang sadboy kayak gitu." Celetuk Lavid yang langsung mendapat cubitan di pipinya dari Havid.
"Abang kira tadi kalian marah sama Abang hiks..."
Lavid tertawa dan meletakkan kue di atas meja, lalu memeluk erat kakak keduanya itu. David tersenyum tipis melihatnya.
"L-lalu masalah tadi? D-dan tamparan itu—"
"Yaelah, Bang, itu cuma prank. Lagian Bang David nggak beneran nampar Lavid kok, tapi dia nampar lengan kirinya sendiri." Lavid meringis.
Hey, tentu saja David bukan orang bodoh yang akan tega menampar adik kesayangannya sendiri hanya untuk sebuah prank.
Refleks Havid langsung menarik tangan kiri David yang tertutupi lengan baju panjang yang dipakainya. Ia memggulung lengan baju itu dan melihat lengan kiri David yang memerah dengan cap telapak tangan.
"Hiks..."
"Hei sudah, jangan nangis lagi, nggak sakit kok." Jelas David agar Havid tidak semakin menangis.
Havid cemberut kesal, sesaat kemudian menarik kedua saudaranya untuk berpelukan.
"Havid sayang kalian, selamanya~" Ucap Havid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavid And His Brothers (END)
Teen FictionLavid, si bungsu nakal tetapi nyalinya ciut jika sudah berhadapan langsung dengan dua kakaknya, David dan Havid. Hidupnya sering diatur. Sekalinya memberontak langsung dapat hukuman. Begitulah kehidupan Lavid bersama kedua kakaknya.