Berbeda dengan Lavid yang kini—mungkin—sedang mendapat 'hadiah' dari Arval, Havid justru terbaring lemas di atas kasurnya.
Tadi pagi saat dirinya bangun, dia hanya merasa sedikit pusing. Tapi ketika dirinya akan berangkat kuliah, dia justru pingsan di depan pintu kamarnya.
Untungnya David pulang ke rumah terlebih dahulu setelah mengantar Lavid ke rumah Arval. Cowok itu awalnya hanya ingin mengambil barangnya yang tertinggal, tapi justru dirinya malah melihat tubuh lemah tergolek di depan pintu kamar si empunya.
Dengan segera David mengangkat tubuh Havid dan membawanya masuk ke kamar. Setelah diperiksa oleh dokter yang David hubungi, ternyata Havid mengalami demam dan gejala kurang tidur.
"Hiks... Abang, kepala Havid pusing hiks..." Adu Havid ketika David muncul dari balik pintu.
Ah, ya, Havid akan menjadi pribadi yang manja saat sakit. Karena itulah David memutuskan untuk tidak berangkat ke kantor hari ini dan membebankan pekerjaannya pada Kania—asisten kantornya.
David menghampiri kasur Havid dan duduk di pinggiran kasur. Tangan cowok itu menyentuh leher Havid yang masih terasa panas.
"Ung, pusing hiks..." David beralih memijat kepala adiknya itu.
"Kenapa kau bisa tiba-tiba sakit seperti ini?" Tanya David kalem.
"Ndak tau," balas Havid lirih.
Tangan cowok itu beralih memainkan jari tangan kiri David yang menganggur. Dapat David rasakan panas dari tangan Havid yang tersalur ke telapak tangan kirinya.
"Lavid udah dianter ke rumah Bang Arval?" Tanya Havid.
David sedikit bergerak mengusap air mata di sudut mata Havid, "Sudah."
"Sekarang tidur, ya?"
Havid merengut, "Nggak bisa tidur."
David menghela nafas dan mengusap kepala Havid dengan teratur, berharap adiknya itu akan segera tidur. Benar saja, mata Havid yang sudah sayu semakin sayu dan akhirnya terpejam dengan deru nafas teratur.
Wajah David yang tadinya masih biasa saja berubah menjadi sendu. Ia menatap wajah Havid yang sudah terlelap damai.
"Maafin Abang."
David selalu 'merasa' jika dirinya bukanlah kakak yang baik bagi kedua adiknya. Terkadang David juga merasa iri saat Arval justru lebih mengetahui tentang adiknya. Tahu saat adikanya benar-benar bahagia, sedih, marah, atau mencoba bersabar.
Dirinya bodoh dan tidak peka.Sekali lagi David mengusap pipi Havid, kemudian beranjak meninggalkan kamar Havid.
•••
David mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke sebuah minimarket yang tidak begitu jauh dari rumahnya.
Ia memarkirkan mobil di pelataran minimarket dan segera masuk ke dalamnya. Ia melangkah menyusuri rak-rak berisi susu UHT dan sereal, mengambil beberapa kotak susu dan sereal yang biasa Havid konsumsi.
Setelah mengambil beberapa kotak susu UHT dan sereal, David melanjutkan langkahnya menyusuri rak-rak yang berisi roti serta snack. Ia mengambil beberapa camilan dan roti tawar.
Dirasanya cukup, David membawa belanjaannya ke kasir. Langsung membayar cash setelah si kasir menyebutkan nominal yang harus dibayarkannya.
Ia berlalu keluar dari minimarket dengan satu kantong plastik penuh belanjannya. Memasuki mobilnya lalu mengendarai mobilnya untuk kembali pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavid And His Brothers (END)
Roman pour AdolescentsLavid, si bungsu nakal tetapi nyalinya ciut jika sudah berhadapan langsung dengan dua kakaknya, David dan Havid. Hidupnya sering diatur. Sekalinya memberontak langsung dapat hukuman. Begitulah kehidupan Lavid bersama kedua kakaknya.