9. Emosi Lion

578 18 0
                                    

"Kak Leon, ini mau kemana? Cizta mau pulang!! " Rengek Cizta.

"DIAM! " Teriak Zen yang penuh emosi

Cizta pun langsung terdiam karena shock dengan Zen yang seperti kesetanan.

Sean tetap mengejar Zen dengan motornya.

"Huh.. Mau bermain denganku! Jangan salahkan aku bocah! " Ucap Zen dengan suara yang begitu dalam dan dingin.

"Kak Leon, pelan-pelan, jangan ngebut! Please stop! " Cizta berteriak tapi tidak ditanggapi oleh Zen

Zen dan Sean saling mengendarai dengan kecepatan tinggi..
Dan dengan naasnya Sean terpleset jatuh dari motornya.
Cizta yang melihat itu berteriak histeris.

"KAK SEAN!!! "

Tapi Zen hanya tersenyum devil. Dia tetap melajukan mobilnya.

Cizta dengan cepat menelepon ambulance untuk memberitahukan jalan tempat kecelakaan kak Sean.
Zen membiarkan Cizta memanggil ambulance karena Zen tidak berniat membunuh Sean. Zen hanya memperingati Sean untuk menjauh dari Cizta.

"Kak Leon, udah gila ya, kak Sean kecelakaan! Kenapa kak Leon tetap mengendarai mobil ini, kita harus tolongin kak Sean" Kata Cizta panik

"Kamu udah telepon ambulance kan, berarti akan ada orang yang bantu dia. "

"Tapi dia kaya gitu karena kak Leon" Kesel Cizta

"Diam Ta, sekarang giliran kamu yang harus kuhukum! ❄👿" Jawab Zen dengan nada yang penuh amarah.

"Glek.. " Cizta terdiam. Dia bingung kenapa Zen bisa semarah itu.

Selain itu Cizta sangat memikirkan keadaan kak Sean.

Zen mengetahui kekhawatiran Cizta dan itu membuatnya semakin tersulut emosi. Memikirkan Cizta perhatian dengan lelaki lain saja sudah sangat membuatnya cemburu.

Akhirnya mereka sampai di sebuah mansion yang megah.

Dengan cepat Zen menggendong Cizta ala karung dan berjalan menuju kamar.

"Kak Leon.. Turunin Cizta" Cizta terus memukul punggung Zen tapi tidak terasa bagi Zen

Zen menjatuhkan Cizta ke atas kasur empuknya.

"Kak Leon apa-apaan sih perlakuin Cizta macam karung beras?!" Teriak Cizta

"Sudah kubilang kamu boleh pulang sama Heny, dan bila ada kegiatan apapun ijin sama aku, tapi beraninya kamu ga kasih tau aku" Zen mendekat ke Cizta, menaiki ranjang nya.

Hal itu membuat Cizta reflek mundur sampai akhirnya tersudut dan tidak bisa bergerak kemanapun, karena Zen mengunci pergerakkannya.

"Kak Leon, ini terlalu dekat, tolong menjauh dari Cizta (berusaha mendorong) "

Tapi bukannya menjauh Zen bagai kesetanan langsung dengan paksa mencium Cizta.

"Mmm... Mmmm" Cizta berusaha melawan tapi tenaganya kalah telak.

Awalnya Zen melakukan itu dengan menuntut tapi semakin lama Zen melakukannya dengan lembut.
Cizta yang baru pertama kali melakukan hal itu sempat terbuai dengan kelakuan Zen.

Tapi lama kelamaan Zen mulai turun ke area lain, serta tangan Zen mulai menyentuh bagian dada Cizta.

Cizta tersentak dan mulai berteriak.

"Kak Leon jangan.. Pliz kak" Cizta menangis.

Zen tetap melakukan hal itu dan meremas dada Cizta yang kenyal dan pas digenggamannya.
Baju Cizta sudah mulai terbuka karena Zen merobeknya dengan paksa.
Tubuh Cizta berisi tapi tidak gemuk karena sudah sesuai proporsional badannya.

Zen semakin menggila menghisap leher Cizta dan meninggalkan banyak kissmark.

"Ngghh mm..
Mama toloong Cizta" Cizta menangis putus asa dengan kaki yang meronta

Zen dengan cepat mensejajarkan bibirnya ke kuping Cizta.

"Kamu milikku selamanya Cizta, jangan pernah berani melihat dan bersentuhan dengan pria lain, atau akan aku hancurkan mereka semua! ❄👿" Ucap Zen dengan nada mengancam dan penuh penekanan.

Cizta hanya bisa menangis mendengar perkataan Zen.

Zen memeluk Cizta dengan erat.
Hari ini dia membuat Cizta sangat ketakutan dan mengerti bahwa dia adalah milik Zen Lion.

"Sudah jangan menangis lagi Ta, atau aku lanjutkan hal yang tadi" Ucap Zen

Dengan berusaha sekuat tenaga Cizta menghentikan tangisnya dan akhirnya karena kelelahan Cizta tertidur dalam pelukan Zen yang begitu posesif.

Mereka tertidur dalam keadaaan berpelukan.

Tidak lupa Zen menghubungi mama Kielz untuk meminta ijin Cizta menginap bersama Zen.

Obsesi SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang