09. ANAM AYYARA BRAWIJAYA

225 17 2
                                    

Anye memainkan jarinya sambil menundukkan kepala, tidak berani menatap Ayyara yang berdiri dihadapannya dengan tatapan tajam gadis itu.

"Aku minta maaf, Ayyara. Aku—" belum selesai Anye berucap, Ayyara langsung melemparkan telur ke rambut gadis itu.

"Gara-gara lo gue jadi dilemparin telur sama orang-orang tauk gak! bisa gak sih lo gak playing victim?! Oh ya lupa udah kebiasaan sih ya ups!" ketus Ayyara.

Anye tidak bisa berkata-kata apa-apa lagi. Ia takut Ayyara akan semakin muak kepadanya jika ia membela diri.

"Aku minta maaf..."

"Maaf lo gak guna! daripada minta maaf mending nih rasain!" Ayyara melempar telur yang ada dikantung kresek yang ia pegang kepada Anye tak lupa Ayyara juga menaburkan tepung ke seluruh tubuh Anye.

Ia tersenyum puas saat melihat Anye hanya pasrah. Siapa suruh berani-beraninya mengajaknya bertemu? sudah Ayyara katakan kalau dirinya sudah tidak mau lagi bicara dengan Anye, tapi dengan beraninya Anye mengajaknya bertemu di belakang sekolah yang sepi.

"Awas lo ya ngadu sama pacar lo! ribet tauk gak tuh orang." ancam Ayyara lalu pergi begitu saja dengan senyuman senangnya.

Sementara itu Brawijaya yang sejak tadi menonton kejadian tersebut menghampiri Anye.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Brawijaya tiba-tiba membuat Anye cukup terkejut.

"Aku gak apa-apa. Permisi..." Anye hendak bergegas pergi, namun Brawijaya langsung menahannya.

"Ini." Brawijaya memberikan Hoodie nya kepada Anye. "Ganti baju kamu pakai ini."

"Ma-makasih..." Anye mengambil Hoodie pemberian Brawijaya lantas ia pergi dengan terburu-buru.

Brawijaya menyusul Ayyara, semoga saja gadis itu belum terlalu jauh perginya.

Dan ternyata benar, ia melihat Ayyara yang sedang merokok dengan tatapan mata yang sendu.

Brawijaya menghampirinya dan mengambil rokok yang sedang Ayyara hisap.

"Ganti pakai ini aja ya rokoknya." Brawijaya memberikan permen gagang rasa strawberry kepada Ayyara.

"Thanks." Ayyara mengambil pemberian Brawijaya dan mengantunginya saja.

"Mau langsung ke cafe?" tanya Brawijaya.

"Ayo!"

Mereka berjalan menuju parkiran dimana motor Brawijaya dan Ayyara terparkir.

Dibawah langit senja sore ini akan ia catat bagaimana manisnya senyum Ayyara dan lucunya langkah gadis itu yang berjalan didepannya.





•••

Anam yang tengah mengerjakan proposal tugasnya sebagai ketua OSIS hingga jam 10 malam terkejut saat tiba-tiba saja kaca balkon kamarnya ada yang mengetuk.

"Darimana aja lo?" tanya Anam tidak begitu saja membiarkan Ayyara memasuki kamarnya.

"Kerja."

"Kan udah gue bilang berhenti kerja."

"Gue butuh duit."

"Buat apaan? mabok-mabokan? beli rokok? Gak habis pikir gue sama tingkah lo ya, Ra!" omel Anam membuat Ayyara mendengus sebal.

"Gak usah sok tau lo!" Ayyara mendorong bahu Anam dan masuk begitu saja lalu langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa.

"Lo gak bisa seenaknya kayak gitu, Ayyara!" Anam berjalan menghampiri Ayyara, namun pada saat akan mendekati gadis itu ia malah tersandung karpet hal hasil tubuhnya kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa tubuh Ayyara.

Dibawah cahaya yang  temaram karena hanya lampu belajar Anam yang menyala, mereka berdua saling bertatapan. Anam menengguk salivanya susah payah saat melihat kearah bibir Ayyara yang berwarna merah muda alami.

"IHHHHHHHHHH ANAM!" Ayyara langsung mendorong tubuh Anam sekuat tenaga membuat tubuh lelaki itu terjatuh ke karpet.

"Bisa gak sih lo lembut jadi cewek?!" Anam jatuh dengan posisi wajah yang mencium karpet.

"Gak bisa!"

"Pantes gak ada yang mau sama lo!"

"Ada!"

"Siapa?"

"Lo! buktinya lo sekarang suami gue."

"Terpaksa!"

"Oh jadi lo kepaksa?"

"Iyalah! Lo juga kan!"

"Nggak."

Hening.

Anam rasa telinganya bermasalah hingga ia tidak begitu jelas mendengar perkataan Ayyara.

"Setelah dipikir-pikir lebih baik disini dibandingkan dirumah gue sendiri. Ya walaupun gue harus tahan tiap bangun pagi ngeliat muka lo, tapi setidaknya gue disini jarang kena pukul." ujar Ayyara terlihat santai.

"Lo sering dipukul sama bokap lo?" tanya Anam masih setia dengan posisinya yang tertidur dibawah sofa yang Ayyara tempati.

"Hm."

"Arya? dia juga sering dipukul? atau dia bantu bokap lo mukulin lo?"

"Dia...diam. Lebih tepatnya gak peduli sih." ada rasa sesak di dadanya saat mengingat kembali bagaimana Arya yang memilih untuk abai saat Ayyara dipukuli didepan matanya sendiri.

"Makanya lo jangan nakal!"

"Minta uang termasuk nakal? minta waktu Ayah termasuk nakal juga ya? pantes dia marah haha." Ayyara mengakhiri kalimatnya dengan tawa yang terdengar pilu.

"Lo minta uang buat apaan? beli rokok? berhenti ngerokok, Ra lo cewek." ujar Anam tenang.

"Iya."

Hanya sampai disitu pembicaraan mereka, karena setelahnya Ayyara memejamkan matanya dan tertidur.

"Yara." panggil Anam bangun dari posisinya dan menatap wajah Ayyara yang tampak sedikit pucat.

Anam berdiri dan mengambil selimut, ia menyelimuti seluruh tubuh Ayyara dan tidak lupa mematikan seluruh lampu lalu ia ikut tertidur di bawah sofa.

"Lo cewek kuat, Yara. Gue yakin suatu saat nanti ada orang yang bisa buat lo bahagia dan orang itu bukan gue pastinya." gumam Anam tidak tahu mengapa ia berucap seperti itu.

Ternyata kehidupan Ayyara seperti itu, mungkin Anam akan berusaha memaklumi sifat Ayyara yang keras kepala.





Ayyara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang