17. BARANG BUKTI

264 24 3
                                    

Ayyara membuka matanya, disekelilingnya para tahanan yang satu sel dengannya mengelilinginya.

"Lo gak apa-apa?" tanya salah satu tahanan.

"Ya." Ayyara membalikkan tubuhnya membelakangi para tahanan yang tampak khawatir dengannya.

"Kenapa gak dari awal bilang kalo lo lagi hamil?"

Ayyara diam.

"Kita minta maaf. Oh ya ini ada makanan sama susu ibu hamil, kita semua patungan dan minta tolong sama Bu sipir untuk beliin lo susu khusus ibu hamil. Dimakan dan diminum ya."

"Kalau seandainya lo benci sama bapaknya, lo jangan siksa malaikat kecil di perut lo. Seorang ibu akan terus berjuang untuk mempertahankan anaknya."

Ayyara mengubah posisinya menjadi duduk, gadis itu ternyata sudah menangis sejak tadi. Ia menyantap makanannya sambil menangis membuat para tahanan jadi ikut menangis juga.

"Asin banget." ucap Ayyara.

"Iya ingusnya ikut kemakan itu."

Ayyara tertawa, entah mengapa suasananya jadi lebih hangat. Awal dirinya masuk sel ini begitu dingin, namun melihat bagaimana sifat asli mereka yang baik membuat Ayyara merasa memiliki teman. Salahnya juga sih yang sejak awal tampak sinis.

"Oh ya kenalin gue Vanya." ujar gadis yang merupakan pimpinan sel. Vanya adalah wanita dewasa berusia 26 tahun yang dipenjara karena mengikuti pertarungan tinju ilegal dan membunuh orang didalam ring. Vanya melakukan hal tersebut karena dirinya harus bertahan hidup di kota metropolitan ini serta membiayai perawatan ibunya di rumah sakit.

"Gue Sanita." Sanita merupakan gadis berusia 18 tahun yang ditangkap karena melakukan pencurian makanan di minimarket karena adik-adiknya kelaparan di rumah.

"Gue...Belva." gadis berbadan gemuk yang tempo hari menendang Ayyara itu merupakan gadis berusia 20 tahun yang dipenjara karena kasus narkoba. Belva menggunakan obat-obatan bukan karena dirinya terkena pergaulan bebas, namun karena hancurnya rumah tangga kedua orangtuanya membuat Belva depresi dan memilih untuk memakai obat-obatan terlarang tersebut.

"Yuriko." Kalau gadi satu ini terlihat begitu dingin, Yuriko dipenjara karena tidak sengaja membunuh Ayahnya yang hendak melecehkannya.

"Gue Ayyara. Gue dipenjara karena dituduh membunuh." ucap Ayyara membuat keempat orang tersebut mengerutkan keningnya bingung.

"Dituduh? berarti bukan lo dong pelakunya?!" tanya Vanya.

Ayyara menggelengkan kepalanya lemas.

"Yang sabar ya, Ayyara. Gue yakin kok Tuhan itu maha adil, kalo itu emang bukan lo pasti lo gak akan lama ada disini." ujar Sanita menepuk pundak Ayyara.

"Thanks." Ayyara tersenyum, untuk pertama kalinya sejak ia ditimpa musibah ini senyumnya terbit kembali.

***

Brawijaya mendengus, ia istirahat sejenak. Sudah lebih dari 3 bulan, Brawijaya terus berusaha untuk mencari bukti agar meringankan tuduhan Ayyara.

Namun, semuanya nihil. Tidak ada petunjuk sedikitpun. Tiba-tiba saja ia kepikiran kalung yang diberikannya pada Ayyara. Kalung itu bagaimana bisa ada ditangan Anye saat gadis itu terjatuh?

Brawijaya memutuskan untuk pergi ke toko perhiasan dimana dirinya membeli kalung tersebut.

"Mbak." panggil Brawijaya perlahan.

Seorang karyawan menghampirinya. "Kenapa ya, Mas? ada yang bisa saya bantu?" Tanya karyawan itu ramah.

"Saya mau tanya, kalung model kayak gini bener-bener cuma ada satu di Indonesia? sebelumnya mbak pernah ngejual kalung kayak gini juga gak ke orang lain?" tanya Brawijaya sambil menunjukkan layar handphonenya yang menampilkan kalung milik Ayyara.

"Itu memang hanya dijual di toko ini, mas. Dan jumlah yang kami impor dari luar itu hanya satu kalung karena harganya yang mahal." Jelas si karyawan.

Brawijaya menghela nafas panjang. Berarti memang tidak ada yang memilki kalung seperti itu selain Ayyara. Brawijaya jadi menyesal karena membelikan kalung itu.

Karena tidak tahu harus mencari bukti kemana lagi, Brawijaya memutuskan untuk mendatangi Anam. Ia sudah tahu kalau Anam dan Ayyara adalah pasangan suami istri, ia ingin Anam mencabut tuntutannya kepada Ayyara. Apalagi Brawijaya dengar-dengar Ayyara sedang hamil.

Tiba dirumah Anam, Brawijaya justru melihat cowok itu sedang membuang barang-barang milik Ayyara.

"Barang-barang ini mau kamu kemanain?" Tanya Brawijaya membuat antensi Anam yang sedang mengeluarkan barang-barang Ayyara terhenti.

"Gue buang."

"Biar saya yang simpan saja." Brawijaya membawa semua barang-barang milik Ayyara ke mobilnya, untung saja ia membawa mobil.

"Anam, saya ingin bicara." ucap Brawijaya mencegah Anam yang hendak masuk kembali kedalam rumah.

"Apa?"

"Ayyara tidak bersalah, saya yakin itu."

"Ada bukti?"

Brawijaya diam, untuk sekarang ia memang tidak memiliki bukti.

"Kalo gak ada buktinya gak usah ngomong!" sarkas Anam lalu menutup pintu rumahnya meninggalkan Brawijaya yang tampak putus asa.

Brawijaya memilih untuk pergi karena sepertinya percuma berbicara dengan Anam. Lelaki itu sangat membencinya karena tahu dirinya lah yang memberikan kalung itu untuk Ayyara.

Sampai dirumahnya, Brawijaya membawa semua barang-barang milik Ayyara ke kamarnya. Ia membuka kardus besar itu lalu mengeluarkannya satu per satu.

Brawijaya melihat tas yang selalu Ayyara bawa ketika bekerja. Ia sebenarnya sedikit penasaran tas ransel itu isinya apa. Kenapa begitu berat?

Brawijaya membukanya, mengeluarkan satu per satu barang didalamnya. Ternyata uang, mulai dari recehan hingga ribuan. Untuk apa gadis itu menyimpan uang recehan seperti ini?

Saat merogoh lebih dalam lagi, ia seperti memegang sesuatu. Brawijaya menarik keluar benda tersebut. Betapa terkejutnya ia saat melihat kalung yang diberikannya kepada Ayyara malam itu ternyata ada didalam tas gadis itu.

Buru-buru Brawijaya menelepon pengacara yang merupakan pamannya juga.

"Om, saya menemukan bukti yang bisa membebaskan Ayyara." ujar Brawijaya sampai-sampai ia menangis karena saking senangnya.

Sebentar lagi ia akan menjemput Ayyara dan membuktikan pada semua orang kalau Ayyara tidak bersalah.

Next ceffat??

Ayyara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang