30. HATI YANG MATI

296 11 0
                                    

Anam membuka matanya perlahan, bau obat-obatan langsung menyerang indra penciumannya. Setitik air mata menggenang di pelupuk matanya.

"Anam, lo gak apa-apa? apa yang dirasa? gue panggil dokter ya." Ayyara hendak pergi memanggil dokter, namun Anam langsung meraih tangannya.

"Alleia." lirih Anam.

"Nam..."

"Maafin aku...maafin aku...maafin aku..." racau Anam menciumi tangan Ayyara dengan pilu.

"Anam, gue panggil dokter dulu ya." Ayyara dibuat bingung dengan perlakuan Anam yang seperti ini.

"Gak, jangan pergi lagi. Aku minta maaf, Alleia."

"Anam gue bukan Alleia! gue Ayyara!" sentak Ayyara karena ia bingung.

"Ay...yara?"

"Iya gue Ayyara. Gue panggil dokter dulu, gue gak akan kemana-mana nanti gue balik lagi." Ayyara perlahan melepaskan tangannya dari Anam dan bergegas memanggil dokter.

Setelah diperiksa dokter, Anam kembali stabil. Namun, lelaki itu hanya terus menatap lurus keluar jendela sesekali menitikkan air mata.

"Gue udah tau semuanya. Orang dibalik pembunuhan Anye, Brawijaya kan? dia udah ditangkap sama polisi." ujar Ayyara.

"Ayyara." Anam berbalik menatap Ayyara yang duduk di branker.

"Kenapa?"

Anam berjalan menghampiri Ayyara dan langsung bersimpuh di kaki gadis itu.

"Gue minta maaf sama lo, Ayyara. O-orang yang bunuh Bunda lo itu-" belum selesai Anam berbicara pintu kamar rawatnya dibuka.

"Mama." gumam Anam melihat Keyla yang berdiri diambang pintu menatapnya dengan tatapan sendu.

Ayyara menatap bingung pada Keyla, buat apa orang tua Brawijaya kemari?

"Anam!" seru Keyla berlari menghampiri putranya itu lalu memeluknya.

"Ma...mama apa kabar?" tanya Anam dengan suara parau.

Mama?

Ayyara semakin dibuat bingung disini. Ini sebenarnya orang-orang pada kenapa sih?

"Ini sebenarnya ada apa sih, Nam? kenapa lo panggil nyokap Brawijaya mama?" tanya Ayyara tidak tahan dengan semua ketidaktahuannya.

Anam bangkit berdiri menghampiri Ayyara dan memegang kedua bahu gadis itu. Anam menatap mata Ayyara lalu ke perut gadis itu yang sekarang terlihat sedikit membuncit.

"Gue tau setelah ini lo pasti bakal benci banget sama gue, Ay. Tapi, gue mohon jangan pernah benci anak kita."

"Ya ada apa emangnya?" desak Ayyara.

"Gu-gue da-dalang dibalik kecelakaan yang menimpa nyokap lo dua tahun yang lalu, bukan Anye." ucap Anam.

Ayyara terdiam, waktu disekitarnya seperti berhenti dalam sekejap.

"Ini bukan salah, Anam. Ini salah Tante yang bodoh waktu itu, Ayyara. Tante mohon jangan bawa Anam ke kantor polisi. Biar tante yang tanggung jawab, ya." ujar Keyla menggenggam tangan Ayyara yang dingin.

Ayyara melepaskan tangannya yang digenggam oleh Keyla.

"Saya butuh waktu sendiri." ucap Ayyara berjalan dengan gontai keluar dari kamar rawat Anam.

Ia berjalan keluar dari rumah sakit dengan pikiran yang berkecamuk dan dada yang sesak. Setetes air mata jatuh begitu saja lalu disusul oleh tetesan-tetesan lainnya hingga menjadi isakan yang begitu pilu.

Ayyara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang