3. Terlibat Perkelahian

1.9K 237 3
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, dan peristiwa adalah hasil ketidaksengajaan.

*
*
*

"Sangkuriang, kau mau kemana? Kenapa membuat gembolan seperti orang mau pergi begitu?" tanyaku kepada Sangkuriang yang tengah meletakkan pakaian di atas sebuah kain, lalu membungkus pakaian itu dengan mengikatkan ujung-ujung kain sampai membentuk gumpalan.

"Kita memang akan pergi Mala," jawabnya tanpa menghentikan kegiatannya.

"Kemana?" tanyaku lagi.

"Desa."

"Desa? Kenapa kita pergi ke desa? Apa kamu bosan tinggal di gua?" tanyaku sedikit bercanda. Sangkuriang terkekeh sambil menggeleng pelan.

"Bukan, Kemala. Saya baru saja mendapatkan wahyu dari Kuriang untuk segera meninggalkan tempat ini. Ilmu yang saya kumpulkan sudah lebih daripada cukup. Jadi, mulai hari ini saya harus mengamalkannya kepada orang lain," jelas Sangkuriang panjang lebar.

Aku mengangguk saja, walau tidak mengerti dengan yang dia ucapkan. Tapi tunggu dulu, kalau hari ini Sangkuriang pergi ke desa, bukankah akan ada adegan dimana dia melawan sekumpulan penagih pajak?

___________________________________________

Aku berjalan dengan hati-hati melewati jalan yang tertutupi rumput ilalang dan tanaman liar. Di depanku, Sangkuriang berjalan dengan santai sambil menyingkirkan tanaman yang mengganggu itu menggunakan tangan kosong.

"Sangkuriang, kamu bilang kita akan ke desa, tapi kenapa kita malah ke hutan?" tanyaku sembari menepis daun ilalang yang menghalangi jalan.

"Ada tempat yang ingin saya kunjungi terlebih dahulu" jawabnya, kemudian berhenti melangkah. Aku ikut menghentikan langkahku. Sangkuriang berbalik melihat ke arahku.

"Apa anda kesulitan berjalan?" tanyanya dengan bahasa formal ciri khasnya.

"Ah...ya, tanaman-tanaman ini agak menyusahkan" kataku terus terang.

Sungguh, tanaman-tanaman ini sangat mengganggu. Aku jadi kesulitan untuk berjalan. Aku tidak bisa menyingkirkannya dengan santai seperti Sangkuriang karena aku takut ada ulat atau serangga yang menempel di batang dan daunnya. Membayangkannya saja sudah membuatku gatal.

Sangkuriang berjalan kembali, mundur ke tempat yang tadi telah ia lalui. Ia mendekat ke arahku, lalu menarik tanganku dan berjalan kembali ke depan.

"Kalau begitu, jalannya jangan jauh-jauh dari saya" ujarnya.

Aku tidak tahu bagaimana perasaan Sangkuriang, tapi jujur jantungku sekarang berdetak jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Aku menatap pundak lebar dan kokoh miliknya, terlihat nyaman untuk bersandar. Untuk orang yang sudah lama tinggal di gua, badannya terlihat atletis. Bahunya yang lebar dan kokoh, otot bisepnya yang menonjol dan kuat, juga badannya yang ramping dan perut yang membentuk enam buah persegi. Dia terlihat seperti pemuda yang rajin pergi ke gym di tempat tinggalku dulu.

Aku jadi teringat pria yang memerankan Sangkuriang di film. Saat aku menontonnya, dia terlihat sangat tampan dan gagah. Tapi, Sangkuriang yang ada di depanku bahkan jauh lebih tampan dan gagah darinya.

Genggaman tangannya terlepas saat sampai di sebuah rumah panggung yang terlihat seperti sudah lama tidak dihuni. Tanaman rambat menutupi mulai dari tangga sampai dinding rumah yang terbuat dari kayu itu.

"Ini rumah siapa?" tanyaku, menatap Sangkuriang.

"Tempat tinggal saya dulu"

"Tempat tinggalmu? Jadi, selain tinggal di gua kamu juga tinggal di rumah yang berada di tengah-tengah hutan?" tanyaku dengan nada bercanda. Sangkuriang hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.

Kemala di tanah Parahyangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang