Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, dan peristiwa adalah hasil ketidaksengajaan.
*
*
*Beberapa prajurit kerjaan datang untuk mengevakusi jasad Sinta. Raden Arya dan Astraloka juga datang untuk memantau situasi.
Aku melirik Astraloka. Wajahnya tanpa ekspresi, seperti tidak peduli akan kematian kekasihnya sendiri. Apalagi Sinta sedang mengandung anaknya. Apa pria itu tidak merasa sedih sedikit pun?
Jasad Sinta sudah berhasil diturunkan dari atas pohon. Rencananya, ia akan langsung dikebumikan.
Aku berjalan mendekati Raden Arya. Bukan apa-apa, hanya ingin bertanya mengenai kasus ini saja.
''Raden Arya, apa kasus kematian Sinta akan diselidiki secara hukum?"
''Sinta? Maksudmu pelayan yang mati itu? Sepertinya tidak. Dia kan mengakhiri hidupnya sendiri, untuk apa diselidiki?"
''Anu, maaf Raden. Tapi sepertinya ini bukan kasus bunuh diri biasa. Mungkin saja dia dibunuh dan...''
Belum selesai bicara, Raden Arya menyela ucapan ku.
''Sudah kubilang tidak ya tidak! Sudah sangat jelas kalau dia bunuh diri. Bagaimana mungkin kau berpikir dia dibunuh. Aku mengerti kau sedih atas kematian temanmu, tapi terimalah kenyataan kalau dia mengakhiri hidupnya sendiri!"
Setelah mengatakan itu, Raden Arya pergi bersama prajurit yang membawa jasad Sinta. Aku tidak merasa puas. Aku merasa ada kejanggalan dibalik kematian Sinta.
Tak lama Sinta dibawa, kerumunan dibubarkan. Aku kembali ke rumah untuk melihat kondisi Marni. Dia yang paling terpukul. Marni sudah lama mengenal Sinta. Mereka sama-sama sebatang kara. Pasti Marni merasa sangat kehilangan.
''Marni!" aku duduk di samping Marni yang sedang melamun. Ku usap pelan punggungnya, berharap bisa menyalurkan kekuatan batin yang kumiliki.
''Bagaimana bisa, Kemala? Kemarin dia masih baik-baik saja. Dia tidak pernah menceritakan masalah apapun yang memberatkannya.''
Kubiarkan Marni bicara, melepaskan semua kesedihannya.
''Aku tidak mengerti, Kemala. Sungguh tak mengerti!" Marni memelukku dan menangis di pundakku. Aku kembali mencoba menenangkannya.
''Ini sudah takdir yang di atas, Marni. Kita manusia, tidak bisa melakukan apa-apa!"
Setelah Marni tenang, kami berangkat ke istana untuk bekerja. Walaupun dalam masa duka, pelayan rendahan seperti kami harus tetap bekerja. Tidak ada hari untuk libur kecuali yang sudah dijadwalkan.
''Kemala, darimana saja kau? Gusti Prabu mencarimu sejak tadi," ucap Lastri saat aku datang.
''Maaf, Lastri. Ada sesuatu yang terjadi di rumah, jadi-"
''Sudahlah. Karena ini kesalahan pertamamu, Gusti Prabu maafkan. Gusti Prabu sedang pergi untuk semedi, kau pergilah ke sumur, ambil air mandi untuk Raja!''
Aku mengangguk dan pergi. Saat diperjalanan menuju sumur, aku melihat Sangkuriang dan Dayang Sumbi bersembunyi di balik pohon.
Ya ampun, aku sampai lupa dengan dua orang itu. Karena sudah tidak menjadi pelayan Dayang Sumbi lagi, aku jadi tidak bisa memerhatikan gerak gerik mereka. Padahal dulu, aku ingin menghentikan kisah cinta terlarang mereka.
''Ekhem, lelah sekali rasanya. Pagi-pagi sudah disuruh ambil air di sumur," aku berdeham dan berbicara sendiri untuk mengambil perhatian mereka.
Benar saja. Dari yang tadinya lengket, seketika menjauh setelah mendengar suaraku. Mereka jadi terlihat canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemala di tanah Parahyangan
FantasíaKemala hanyalah seorang siswi SMA biasa. Suatu ketika, ia tertabrak oleh mobil dan terlempar ke dunia antah berantah. Di sana, ia bertemu dengan seorang pemuda bernama Sangkuriang. Ini adalah kisah Kemala di tanah Parahyangan. Tempat dimana legenda...