3 bulan kemudian
Pete menjalani hari harinya dengan ketenangan. Dengan bermodalkan beberapa lembar uang yang tertinggal di saku rok yang ia pinjam, ia menyewa satu petak kamar yang dibayar rutin perbulan. Pete menamai dirinya dengan 'Biu'. Dia tak ingin mengenalkan nama aslinya karena akan sangat beresiko.
Pete sekarang menetap di kota Chiang Rai. Kota yang masih asri, ramah dan tenang. Kota ini sangat jauh dari kota Bangkok, sekitar 860 km keutara dan berbatasan langsung dengan Laos dan Myanmar. Pete memilih kota ini sebagai salah satu kelanjutan terapinya yang sempat putus dulu. Pete tak ingin dirinya mudah tergoncang dan kembali duduk dibalik pintu rumah sakit jiwa.
Hari hari Pete dipenuhi dengan pergi bekerja sebagai pekerja purna waktu di salah satu kafe dipusat kota. Setiap sabtu ia akan pergi terapi ke psikiater untuk melanjutkan pengobatannya yang sempat terputus, atau bisa dibilang diulang dari awal. Semacam kasus relaps. Dihari minggunya Pete akan berada di panti asuhan sebagai relawan untuk mengurus anak anak yang ditinggal atau kehilangan orang tuanya.
Hati Pete selalu bergetar ketika hari minggu datang. Setiap melihat anak anak kecil ia akan teringat dengan Venice dan Siena. Pete sangat merindukan anak anak itu. Meskipun Siena bukan anaknya, tapi tetap saja mereka sudah menghabiskan waktu beberapa hari dan menjadi sangat dekat. Jika hari biasanya Pete hanya akan bekerja sangat keras dan pulang hanya untuk tidur, sehingga tak ada kesempatan untuk merindukan mereka. Namun berbeda jika setiap weekend, Pete selalu teringat setiap menit bahkan detik. Tak jarang ia memeluk bantalnya erat dan menenggelamkan wajahnya disana sekedar untuk berteriak dan menangis. Meluapkan semua rasa rindu yang semakin menumpuk didadanya. Pete sangat ingin mencurahkan rasa kasih sayangnya, jadilah ia hanya bisa menjadi seorang relawan di panti asuhan. Merawat dan menyayangi anak anak tersebut seperti anaknya sendiri.
Hari ini setelah pulang dari terapi, Pete pergi mendatangi sebuah bukit yang ditanami oleh pohon pohon teh. Choui Fong Tea Plantation. Memakan waktu cukup lama menuju kebun teh ini karena jaraknya yang cukup jauh dari pusat kota. 60 menit menggunakan mobil. Pete lumayan sering menghabiskan waktunya untuk healing seperti saat ini. Hal ini tentu saja salah satu anjuran psikiatri yang menanganinya, dimana kegiatan semacam ini dapat menjaga kualitas dan mengontrol kesehatan mental menjadi lebih baik. Pete sangat merasakan manfaat dari traveling singkat tersebut, dimana ia merasakan kepala dan dadanya yang sering berat sudah berangsur ringan. Gejala panik yang sering ia peroleh karena suara suara kecil atau pemikirannya sendiri sudah sangat jauh berkurang. Psikiatri pun akhir akhir ini sering memujinya karena progres dari kesehatannya yang semakin meningkat tiap minggunya.
Pete melihat beberapa orang telah lebih dulu mengisi alun alun diatas bukit tempat para wisatawan bersantai. Tidak banyak memang tapi sedikit mengurangi rasa sepi dikebun teh tersebut. Pete berjalan sedikit keatas dan menemukan pondok kecil yang kosong. Pete mendudukan dirinya disana dan menatap hamparan hijau yang terbentang luas dihadapannya. Sangat menyejukan mata dan pikiran. Perasaan damai selalu hadir ketika dirinya memulai sesi menikmati dunia. Sesekali matanya terpejam ketika angin sepoi sepoi menyapu wajahnya. Senyumnya terkembang dan merekah ketika mendapati hatinya sangat tenang meskipun sudah satu jam lebih menghabiskan waktu disini, walaupun ia hanya memandang dan sedikit bersenandung tak mengurangi rasa ketenangan yang ia peroleh.
Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah berada 30 derjat diatas tanah. Perut Pete pun sudah mulai berbunyi minta untuk diisi. Pete akhirnya turun dari pondok tersebut dan berjalan kebawah menuju mobil rental yang ia bawa. Pete sangat ingin mencicipi cokelat saat ini. Meski seharusnya ia mengisi perut keroncongannya dengan makanan padat, Pete lebih memilih mencari cokelat terlebih dahulu untuk memenuhi keinginannya. Eits, dia tak hamil. Pete hanya menginginkan cokelat, hanya itu.
Pete mengemudikan mobilnya membelah jalan bukit yang sudah gelap. Mobilnya berjalan hanya ditemani lampu sorot mobil dan lagu yang ia putar dari ponselnya. Pete tak bisa menyewa mobil mahal karena terlalu banyak biaya yang ia keluarkan untuk kebutuhan terapinya. Psikiater memang tidak murah, tapi ia memperoleh hasil yang maksimal dengan besar biaya yang ia keluarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
VEGASPETE - Agreement
RandomDISCLAIMER : Cerita ini hanya fiksi belaka, semua kejadian didalam cerita ini hanya dapat terjadi di wattpad. Tidak disarankan untuk yang berumur dibawah 18 tahun. Tidak dianjurkan untuk mencontoh adegan kekerasan yang terjadi, diharapkan kebijakan...