Waktu berlalu begitu cepat. Detikan jam seperti suara kaset rusak yang memekakan telinga. Aku mulai terbiasa. Tak tau sudah berapa jam aku duduk dikursi besi yang berada disamping jendela kamarku dan Vegas. Kakiku yang kutekuk hingga dada sudah lama kebas. Bahkan sudah seperti menempel pada tubuhku. Tanganku mengelilingi kakiku. Mataku menatap kosong keluar jendela. Disana hanya ada tanaman dan pohon pohon tinggi yang tak terurus.
Aku merasa mati rasa saat ini. Tak ada semangat ataupun rasa sedih. Aku tak bisa merasakan apapun. Bahkan kadang kadang aku menangis. Padahal aku tidak sedih. Kadang aku tertawa dan tersenyum. Padahal tidak ada yang lucu ataupun hal yang menyenangkan.
Aku tak mengerti diriku saat ini. Rasanya diriku yang sesungguhnya sudah tidak ada. Ia sudah lama hilang. Lenyap begitu saja. Tanpa ucapan selamat tinggal pada tubuh kosongnya.
Lagi. Lelehan air membasahi pipiku. Aku hanya membiarkannya. Tak berniat bergerak barang satu senti pun untuk menyekanya.
Kurasakan sebuah tangan mengusap pipiku. Aku tak penasaran dan tak ingin tau. Kemudian tangan tersebut beralih mengelus rambutku.
"Tidurlah sayang. Sudah 2 hari kau hanya duduk disini. Apa tidak lelah hm? " suara Vegas mengalun di telingaku. Aku tak berniat menjawab. Masih sibuk dengan kegiatanku.
"Kau serius akan begini? Bahkan kau tak makan sayang. Aku tak mau kau sakit" tiba tiba telingaku berdenging setelah mendengar ucapannya. Semakin lama semakin kuat. Dan sekarang mulai sakit. Aku mengacuhkan rasa sakit tersebut dan masih mempertahankan posisiku.
"Aku suapi. Kau mau? "suara Vegas kali ini terdengar samar. Bahkan penglihatanku mulai berkabut. Aku masih mempertahankan posisiku. Ingin bersaing melawan kondisi.
Plakk
Tamparan keras mendarat dipipiku. Sepertinya Vegas mulai kehilangan kesabaran menghadapiku. Kepalaku berputar kearahnya. Menatap matanya dan kuberikan senyum hambarku. Mataku menjadi berat. Dengingan ditelingaku semakin nyaring hingga kurasakan dengingan tersebut berubah menjadi jarum yang menusuk nusuk kepalaku.
Brukk
Aku jatuh. Tubuhku menghantam lantai kamar sangat keras. Mataku sangat berat dan mulai tertutup.
Kuharap.
Aku mati.
-----
Wajahnya begitu damai. Hidung tingginya. Mata besarnya. Alis tebalnya. Bibir ranumnya. Semuanya sangat indah. Tak puas rasanya jika aku hanya memandanginya saja. Tapi aku sakit melihatnya. Kenapa dia sangat suka mengumbar keelokannya pada yang lain. Sedang dia adalah milikku.
Aku tak suka menyakitinya. Aku tak suka menyiksanya. Aku ingin Pete bahagia. Tapi aku tak dapat mengontrol emosiku. Apapun yang berhubungan dengannya selalu membuat jantungku berpacu. Baik itu dalam ha baik atau buruk.
Sudah terhitung 2 hari aku mengurungnya dirumah ini. Dia menjadi dingin. Tidak makan bahkan minum. Bahkan tidak mandi ataupun ke toilet. Sesekali aku melihatnya menitikkan air mata. Kemudian berubah menjadi senyum. Dan kadang juga menjadi tawa. Apa dia sangat tertekan bersamaku?
Aku berbaring disamping Pete yang baru saja pingsan. Memeluknya dari samping erat. Hatiku sakit melihat dia seperti ini.
Maafkan aku Pete
Maafkan aku
Aku tak bisa melepasmu.
Aku terlalu mencintaimu.
Tubuhku bergetar. Untuk kali pertamanya aku menangis setelah sekian lama. Bahkan aku tak ingat kapan terakhir kali aku menangis.
Aku menahan isakanku dengan mengecup bahu Pete berkali kali sambil memohon maaf. Aku hanya ingin bersamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
VEGASPETE - Agreement
AcakDISCLAIMER : Cerita ini hanya fiksi belaka, semua kejadian didalam cerita ini hanya dapat terjadi di wattpad. Tidak disarankan untuk yang berumur dibawah 18 tahun. Tidak dianjurkan untuk mencontoh adegan kekerasan yang terjadi, diharapkan kebijakan...