8

1.8K 174 28
                                    

Ini long chapter ya gais. Memang aku harus bikin sesuai batas yang aku mau. Jadilah chapter ini 3000++ kalo misalnya ada typo mohon maklumi ya. Semoga ga ngebosenin. Selamat membaca 🙏🙏

-----

Pete mengemudikan mobilnya tanpa arah. Badannya masih bergetar. Tak menyangka jika Vegas akan sekasar ini padanya. Bibir bawahnya sudah mulai terluka karena sang pemilik menggigitnya dengan kuat. Padahal dia hanya sendiri dimobil tapi tak mau ada isakan yang lolos. Dia tak mau di cap lemah yang hanya bisa menangis. Bagaimanapun dia seorang pria. Dia memiliki harga diri. Pete tak terima diperlakukan seperti itu. Bahkan posisinya adalah suami sah disini, bukan kekasih. Bukankah sepantasnya dia marah pada Vegas yang notabenenya adalah suaminya sendiri dan tengah beradegan intim dengan pria lain. Dan mereka melakukannya dirumahnya!! Damn! Dia menikahi iblis rupanya.

Pete sekarang tak tau akan kemana. Tak mungkin ia kembali kerumah ayah dan ibu sekarang. Penampilannya begitu mengkhawatirkan. Ia tak mungkin meminta tolong pada temannya. Mereka pasti sibuk. Atau bisa jadi sudah tidur. Tak ada yang mau diusik tengah malam begini.

Pete menepikan mobilnya di ujung jembatan yang memanjang jauh melintasi sungai Chao Phraya. Jembatan Rama VIII. Dia tak punya tujuan. Melihat kelap kelip lampu yang menemani jembatan tersebut pada malam hari mengundangnya untuk mampir.

Pete kemudian turun dari mobil dan berjalan lambat menyisir tepian jembatan. Suhu malam bangkok yang biasanya jarang dibawah 25 derajat tampaknya lebih dingin hari ini. Dinginnya seperti berkunjung ke negara bersalju.

Pete menyakukan tangannya disaku celana. Tak berani mengeluarkannya karena terlalu dingin. Dia memang menyukai dingin. Tapi tidak seesktrim ini. Tapi bagaimana lagi. Dia tak memiliki tujuan sekarang. Menatap riak rendah sungai untuk menenangkan kekalutan pikirannya tidak buruk sepertinya.

Setelah sampai ditengah jembatan, Pete berbalik menghadap pagar pembatas jembatan. Pete melihat pagar tersebut lumayan kokoh. Dengan keberanian penuh dia menaiki pagar tersebut. Hari sudah malam, tak akan ada yang menegur pikirnya. Jadilah dia menatap sungai secara lebih jelas.

Pikirannya mulai masuk kedalam riak sungai yang bergerak maju. Lama kelamaan sungai tersebut memperlihatkan kejadian yang tak sampai sejam lalu terjadi. Matanya kembali memanas dan air mulai membendung dipelupuk matanya. Badannya bergetar. Satu tangannya memegang tiang penyangga jembatan. Isakannya lolos. Dia bahkan tak ingin terlihat kuat sekarang. Hatinya berteriak agar bebannya terangkat. Sudah terlalu berat rupanya. Isakan pilu tersebut lama lama berubah menjadi raungan hingga teriakan.

Pete terduduk tak kuat menahan tubuhnya yang lemas. Tangannya terulur memeluk lututnya. Menenggelamkan kepala diantara lutut dan kepala. Ia hanya mampu merengkuh dirinya sendiri. Mencari penenang diantara pelukan yang ia buat sendiri.

Dia tak bisa mengadukan apapun pada siapapun. Dia tak mau disalahkan dan menyalahkan. Dia hanya ingin hidup biasa dan normal. Mencintai dan dicintai layaknya orang pada umumnya. Apa itu hal yang sulit terjadi padanya? Apa mungkin takkan pernah terjadi?

Tak apa. Hidup memang tidak ada yang lurus. Bahkan jalan pun memiliki belokan. Tapi dia harus memastikan bahwa anaknya akan hidup seperti seharusnya. Dapat mencintai dan dicintai selayaknya.

Tangannya mulai menelusup dicelah paha dan perutnya. Mengusap perutnya dan memberi ketenangan bagi janin disana. Mengatakan bahwa anak itu harus menjadi pribadi yang tangguh namun penuh belas kasih, menjadi pribadi yang kuat pendirian namun menyenangkan. Tak seperti papanya ataupun- Daddynya. Dia harus lebih baik dengan versinya sendiri.

"Apakah persiapan bunuh diri biasanya memang lama? Kau sudah berdiri disana selama 20 menit. " suara berat memecah percakapan antara ibu dan anak tersebut. Pria tersebut menekan tombol diatas stopwatchnya dengan badan yang bersender pada pagar pembatas dan menaruh kedua sikunya diatas pagar tersebut.

VEGASPETE - AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang