Wang Yibo menatap ngeri pada puluhan bingkai foto yang terpajang pada dinding sebuah kamar besar.
"Shit, apa pak tua itu sungguh psikopat?"
Foto-foto itu kesemuanya menjadikan lelaki berparas menawan yang dilihatnya tadi sebagai objek utama. Ada beberapa yang diambil secara candid, namun kebanyakan sang objek tidak mengenakan sehelai benangpun dan berpose dengan kaku.
Wang Yibo tidak bisa menahan kekagumannya ketika kini dia bisa menatap wajah sang objek lebih jelas. Wang Yibo seketika merasa terjerat ketika melihat mata indah nan gelap yang menatap sendu ke arahnya. Dirinya hampir bisa merasakan ketidakbahagiaan dan ketidakberdayaan yang dipancarkan oleh tatapan mata itu.
"Apakah dia dipaksa?" Tanyanya pada diri sendiri. Karena jelas-jelas pose yang ditampilkan pemuda di dalam bingkai tersebut cenderung terlihat kaku dan tidak alami. Pemuda itu jelas-jelas masih polos dan lugu untuk melakukan pose menggoda yang diperagakannya.
Setelah memotret deretan figura di kamar tersebut menggunakan kamera ponselnya, Wang Yibo memutuskan untuk kembali ke ruang tamu ketika dirasa Xiaoming sudah akan segera menemuinya.
Dan benar saja, kurang dari satu menit setelah Yibo mendudukkan diri di sofa ruang tamu kembali, Xiaoming datang dengan langkah tenang. Sama sekali tidak tampak teburu-buru walaupun sudah terlambat lama.
"Maafkan aku karena sedikit terlambat, nak Yibo." Ucap Xiaoming sembari mendudukkan diri, tak ada tanda-tanda bahwa pria itu menyesali kesalahannya. Mungkin permintaan maafnya hanya untuk sekedar formalitas.
Yibo menaikkan sebelah alisnya kesal. 'Sedikit katanya? Dan apa itu panggilan nak?' Ia menggerutu dalam hati.
"Tuan Xiaoming, aku sudah menunggu di sini lebih dari tiga puluh menit. Kedepannya tolong anda lebih menghargai waktu." Tegurnya, yang ditanggapi dengan anggukan ringan dari lawan bicaranya. "Sekarang langsung saja membahas urusan kita, aku tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi."
Wang Yibo mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam map yang tadi ditinggalkannya di atas meja tamu. Pemuda bermarga Wang itu mulai mengajukan beberapa pertanyaan yang ditanggapi seadanya oleh Xiaoming. Yibo mengernyitkan alisnya, nampak tak puas dengan jawaban yang didapatkannya.
"Kalau begitu cukup sampai di sini saja pertanyaan dariku." Tutupnya.
Tidak ada gunanya bertanya lebih jauh lagi karena jawaban Xiaoming selalu berputar-putar seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Lebih baik setelah ini ia fokus menyelidiki ke lapangan saja.
"Ah baiklah nak Yibo, jika masih ada yang perlu ditanyakan jangan ragu untuk menghubungiku lagi."
'Tidak akan. Ini terakhir kalinya aku sudi bertatap muka denganmu.' Sungut Yibo dalam hati.
Yibo hanya mengangguk seadanya, kemudian suasana kembali hening. Xiaoming berdehem pelan dan meminum kopinya. Suasana di ruangan ini terasa canggung.
Pandangan mata Yibo memindai sekeliling ruangan dan menemukan sebuah bingkai foto keluarga terpajang di sana. Berbeda dengan foto-foto yang Yibo temui di dalam kamar tadi yang sengaja disembunyikan, foto yang ini dipajang dengan ukuran besar di ruang tamu utama seolah sengaja dipamerkan pada setiap pengunjung rumah.
"Oh, itu adalah foto keluarga kami, nak Yibo." Jelas Xiaoming saat mendapati arah pandangan Yibo.
"Apakah itu istri dan anakmu?" Tanyanya.
"Benar, itu mendiang istriku dan juga putranya."
"Putranya? Bukan putramu?" Tanya Yibo penuh rasa ingin tahu mengenai pemuda berparas cantik yang dilihatnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Symphony [Yizhan] END✔️
FanfictionXiao Zhan terkurung dalam sangkar emas karena obsesi sang ayah tiri padanya. Wang Yibo jatuh cinta pada Xiao Zhan saat mereka pertama kali bertemu pandangan mata. Dan beruntungnya ia ketika Xiao Zhan membalas perasaannya sama besarnya.