"Xiao Zhan kecilku, kembalilah ke rumah bersama Ayah, ya?" Bujuknya lembut, lalu diikuti oleh seringaian bengis, "Atau kuledakkan kepala pemuda yang kau cintai itu sekarang," ujarnya sambil mengarahkan moncong pistol pada kepala Wang Yibo.
Tangan Xiao Zhan yang gemetar meraih moncong pistol dengan gerakan patah-patah. Memusatkan perhatian setiap insan di dalam ruangan tersebut. Xiaoming menaikkan sebelah alisnya, menunggu reaksi Xiao Zhan. Sedangkan Wang Yibo menahan napas karena situasi tegang yang dapat membahayakan kekasihnya.
Xiao Zhan membawa pistol di genggaman Xiaoming hingga mengarah ke dada kirinya, tepat di mana letak jantungnya berdetak, "Jika kau berani membunuhnya, maka aku akan menyusulnya, detik itu juga," ancamnya penuh penekanan, tanpa keraguan sama sekali.
"Zhanzhan!" Teriak Xiaoming dan Yibo bersamaan.
Pria paruh baya itu menggertakkan giginya menahan amarah, kemudian menurunkan pistolnya kembali, menjauhkan dari jangkauan sang putra. "Zhanzhan, padahal dulu kau adalah anak yang sangat penurut. Sebenarnya apa yang dia lakukan hingga bisa mengubahmu menjadi pembangkang seperti ini, huh?" Xiaoming benar-benar tak mengerti.
"Karena dulu Zhanzhan menghormatimu sebagai seorang ayah. Kau adalah suami mendiang Mama. Tapi tidak tahu mengapa, setelah Mama tiada sikapmu berubah drastis. Mungkin, bertemu dengan Wangyi adalah sebuah anugerah yang harus Zhanzhan syukuri," ucap Xiao zhan, masih tak beranjak dari tempatnya untuk menghalangi tubuh terluka Wang Yibo dari ayah tirinya, "Dia lah yang membuat Zhanzhan sadar, bahwa semua perlakuanmu tidak wajar! Wangyi memberi keberanian padaku untuk meninggalkan rumah itu."
Xiaoming akui caranya memang salah, apalagi saat-saat di mana dirinya memperlakukan Zhan dengan kurang ajar kala hasrat yang dipendamnya selama bertahun-tahun sudah tak mampu ia bendung lagi. Bukannya Xiaoming tak pernah merasa bersalah tiap kali ia memanipulasi dan menanamkan rasa takut pada pikiran Xiao Zhan, tetapi ia tak terpikirkan cara lain lagi. Mungkin, karena ini adalah pertama kalinya bagi Xiaoming merasakan perasaan asing yang menggebu di relung dadanya, sehingga mampu mengalahkan akal sehatnya.
Namun, tetap saja ia tak dapat menerima bila Xiao Zhan memilih bersama orang lain, dan bukan dirinya!
"Tch, sia-sia saja selama ini aku bersikap baik pada wanita itu jika pada akhirnya kau tak mempercayaiku lagi, Zhanzhan."
"A-apa maksudmu?"
"Bagiku, wanita itu hanyalah penghalang bagi hubungan kita berdua, Sayang." Tangan kasarnya menelusuri pipi Xiao Zhan yang kini membeku dan menatapnya horror.
"Ja-jangan katakan jika kau yang membunuh Mama..." tanya Xiao Zhan terbata, manik bulatnya berair mengingat kematian sang ibunda.
Xiaoming mengangkat bahu sambil terkekeh ringan, "Tebakan yang tepat, Zhanzhanku memang pintar," pujinya setengah mengolok.
"A-apa?" Suara yang keluar dari mulut Xiao Zhan begitu lirih.
Wang Yibo bahkan tak dapat menahan keterkejutannya. Ia tak dapat membayangkan bagaimana perasaan Xiao Zhan saat ini, setelah mengetahui kebenaran dari penyebab kematian ibunya, yang ternyata adalah ayah tirinya sendiri. Yibo memandang khawatir pada pundak rapuh pemuda itu yang sekarang sudah bergetar. "Zhanzhan..."
"BRENGSEK! KAU IBLIS!" Teriak Xiao Zhan, tak dapat menahan ledakan amarah. Matanya memerah dengan air mata yang menggenang, menangisi kematian ibunya yang dirasa tak adil. Ibunda yang berhati baik seperti malaikat, justru dikhianati dan dilenyapkan tanpa belas kasih oleh pria yang dicintainya.
Seandainya Xiao Zhan dapat memutar waktu kembali, ia akan mati-matian menolak pernikahan ibunya dengan Huang Xiaoming, bahkan jika ia harus memohon sambil bersujud sekali pun. Sayangnya, kembali ke masa lalu adalah hal yang mustahil di mana tak ada yang bisa dilakukan oleh manusia biasa sepertinya untuk menggapainya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Symphony [Yizhan] END✔️
FanfictionXiao Zhan terkurung dalam sangkar emas karena obsesi sang ayah tiri padanya. Wang Yibo jatuh cinta pada Xiao Zhan saat mereka pertama kali bertemu pandangan mata. Dan beruntungnya ia ketika Xiao Zhan membalas perasaannya sama besarnya.