BAB 4. Meresahkan!

253 49 15
                                    

BAB 4. Meresahkan!

Kalau kata Ilham, suka sama orang itu gak masalah selagi orang yang kamu suka masih single, nah yang salah itu ketika orang yang lu suka udah punya pasangan dan saling terikat.

Kesimpulannya, selagi para saksi belum bilang 'sah' Lo masih punya kesempatan.

🎸

Lagu Menyimpan rasa milik penyanyi yang dikenal sebagai Devano anak dari artis itu terdengar di telingaku.

Aku dibuat penasaran dengan Instastory milik Ilham yang sedang menampilkan pria itu bernyanyi dengan diiringi gitar akustik.

Sudah berulangkali  memutar Instastory milik Ilham, aku masih belum puas. Berbagai pertanyaan muncul begitu saja.

Aku seperti sedang bermain tebak-tebakan, dalam pikiran muncul pertanyaan, “Ini si Ilham lagi kode siapa?”

Resah, galau dan penasaran menjadi satu. Gini nih konsekuensi mencintai dalam diam. Kerjaannya overtingking Mulu.

Setahu aku, Ilham belum pernah pacaran. Tidak ada kabar bahwa seorang Ilham Ardian berkencan dengan perempuan.

Meski kerap kali menjaili adik kelasnya dengan melontarkan kalimat gombalan, Ilham sangat sulit untuk digapai. Entah perempuan seperti apa yang bisa meluluhkan hati pria itu.

Dalam hati aku berharap perempuan itu adalah aku, namun mana mungkin itu bisa terjadi?

Terlalu mustahil nggak sih? Ilham dan aku sangatlah berbeda. Ya, itu jelas. Dia cowok sedangkan aku cewek. Canda.

Dia terlalu ramah, pandai bergaul seperti Rindu. Bukan si nolep kaya aku yang kerjaannya bikin puisi terus.

Aku melempar asal ponselku ke arah kasur. Lalu merebahkan tubuhku yang lelah ini di atas kasur empuk.

“Minta follback aja gak ditanggepin, apalagi minta hati?” gumamku.

Pintu kamar bewarna biru langit itu terbuka. Menampilkan sosok laki-laki dengan kaos putih oblong dan celana pendek selutut bewarna hitam.

“Ganti baju lo. Habis itu temenin gue beli senar gitar,” ujarnya lalu pergi begitu saja.

Menyebalkan memang. Enggak di sekolah, nggak di rumah pria itu selalu menyebalkan. Membuatku badmood seketika.

Namun, entah mengapa, semenyebalkan apapun pria itu, tidak juga membuatku menolak permintaannya.

Menyebalkan!

🎸

Kemarin aku begitu senang karena dapat terbang begitu tinggi
Hingga aku melupakan fakta bahwa semakin tinggi aku terbang, maka peluang untuk aku merasakan sakit juga akan begitu besar

Kalimat-kalimat rasa yang sempat menggetarkan hati, kini diserang oleh fakta

Runtuh

Bangunan rasa yang sudah menjuntai tinggi itu runtuh dengan meninggalkan puing-puing kecewa

Mahala

Satu menit sudah aku unggah ke sosial media sebelum aku berangkat pergi bersama Rindu. Laki-laki menyebalkan yang selalu membuatku merasa malu itu lagi-lagi harus menyediakan stok sabar.

“Woy! La, lama bener! Cepet Napa, entar tokonya tutup lo yang gue salahin, ya!”

Seruan itu membuat aku berdecak kesal. Untung saja kedua orangtuaku sedang pergi, jika tidak, sudah aku pastikan laki-laki itu akan kena omel.

Aku menatap Rindu malas. Laki-laki ini menyebalkan sekali. “Mama sama Ayah tahu, bisa habis lo sama mereka berdua karena udah teriak-teriak di rumah,” kataku.

Sialan! Laki-laki itu malah melemparkan cengiran yang menyebalkan.

“Udah gak boleh ngambek, nanti gak aku kasih bebek goreng loh,” bujuk Rindu. Merangkul bahuku seraya menuruni tangga.

Menyebalkan memang memiliki sahabat seperti Rindu ini.

“Eh! Bentar dulu, kita foto dulu, yuk. Buat bahan Story. Dari tadi pagi belum bikin soalnya,” ujarnya santai.

Aku berdecak dan menatap Rindu kesal. “Males ah! Ini lo mau gue temenin kaga? Gue mau balik ke kamar lagi nih kalau lo kebanyakan gaya.”

Benar-benar tidak mood! Melihat, Rindu menurunkan ponselnya, membuatku lega. Mungkin Rindu tahu kalau aku sedang tidak mood.

Dengan lembut dia merangkul bahuku dari samping setelah sukses memasukan ponsel miliknya ke dalam hodie hitam.

“Ayo, entar kita mampir Bebek goreng Pak Iyo,” ujarnya kembali. Rindu memang paling tahu jika ia tidak bisa menolak tawarannya satu ini.

Motor matic milik Rindu membawa mereka ke toko I music yang berisi berbagai macam alat musik.

Aku melihat-lihat berbagai macam alat musik yang terpajang. Hingga tatapanku terpaku pada sebuah benda. Entah mengapa aku merasa tertarik, sebuah gitar akustik bewarna biru laut.

Tanpa sepengetahuan Rindu, aku menghampiri gitar tersebut, entahlah melihat gitar ini, aku merasa tertarik. Padahal, aku sama sekali tidak tahu-menahu tentang musik.

Iseng-iseng berhadiah, aku mengecek harga gitar ini. Aku terkejut melihat nominalnya.

Mantap! Harganya mahal banget! 5.555.000 rupiah. Uang segitu sih bisa buat beli bebek goreng pak Iyo banyak.

Perasaan, kemarin Rindu beli gitar tidak segitu. Kata Rindu sih cuman 50.000, entah dia bohong atau tidak.

“Gue juga suka sama gitar ini, dia terlihat mencolok dan menarik perhatian. Meski masih ada banyak gitar yang lebih mahal dan juga menarik lainnya.”

Aku terkejut, menarik paksa alam bahwa sadarku yang sempat melamun tadi.

Tanpa menoleh aku pun mengenali suara ini. Parfumnya yang khas itu selalu membuatku candu.

Dia menoleh ke arahku. “Tapi, yang menarik belum tentu harus dimiliki bukan? Terkadang dengan hanya memandang juga cukup.”

Lagi-lagi kata-kata Ilham membuat aku tidak mengerti. Telapak tangannya dengan kurang ajarnya mengelus pucuk kepalaku.

Aku bengong seketika. Dia emang jahil, bisa membuatku kacau berantakan tidak karuan. Meninggalkan jejak semu di pipi.

Ini kenapa rambut yang diacak kok? Hatiku yang berantakan?

Dia tersenyum tipis. Manis tapi aku takut jika senyuman itu membuatku mati karena jantungku mendadak jadi jedag-jedug.

“Gue ada lollipop, lo mau?”

TBC

Kata Ilham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang