BAB 6. Sama Ternyata
Semakin kita dekat, semakin membuatku merasa kamu terlalu sulit untuk aku dapatkan.
🎸
“Cepat kebarisan khusus!”
Teriakan dari pak Indro membuatku terkejut. Anak-anak yang terlambat dengan segera berlari ke arah barisan khusus. Barisan untuk murid yang terlambat.
Aku yang ingin ke ruangan studio foto pun terpaksa berhenti ketika Pak Indro tiba-tiba menginterupsi. Menyuruhku untuk segera ke barisan khusus. Mengira diriku salah satu dari murid terlambat.
“Mau kemana kamu?” tanya Pak Indro tegas. Aura yang beliau keluarkan terkesan menyeramkan.
Belum sempat aku menjawab, tanganku sudah di genggam oleh seseorang. Aku menoleh guna melihat siapa yang sudah berani menggenggam tanganku erat.
Melihat siapa yang sudah berani menggenggam tanganku aku malah dibuat terkejut. Mematung di tempat.
“Ayo! Permisi pak, kita langsung kebarisan kok,” ujarnya dan langsung menarikku ke barisan khusus.
Berdiri tepat di sampingnya. Berusaha menenangkan hati yang sudah bergemuruh ingin meledak. Ini kali pertama aku berdiri di barisan khusus saat apel pagi. Juga menjadi pengalaman yang tidak pernah aku lupakan, karena aku bisa satu barisan dengan laki-laki itu.
“Harusnya lo cepet kebarisan tadi. Biar hukuman Lo gak bertambah,” ujarnya lirih agar tidak terdengar oleh orang lain.
Kepalaku menoleh, memandang pria itu yang sedang memandang lurus ke arah depan.
Panasnya terik matahari yang menyengat dikulitku bahkan tidak bisa mengusikku untuk terus memandangi Ilham. Ilham itu ... Dia terlalu bahaya untuk jantung.
Topi putih abu-abu yang dia pakai menambah kesan cool. Aura ketampanannya membuatku enggan untuk berpaling. Hingga akhirnya, tatapan kita bertemu.
1
2
3
Dengan cepat aku menyudahinya. Ternyata aku begitu lemah. Tidak bisa menatap pria itu terlalu lama.
Hingga apel pagi yang menjadi kegiatan wajib di setiap pagi ini terasa begitu indah dan terlalu cepat.
🎸
“Lo kok bisa dibarisan khusus?” tanya Rindu ketika aku sudah memasuki ruang Studio foto milik jurusan Multimedia.
Rindu menoleh ke belakang sembari menutup lemari yang berisi kamera. Memutar tubuhnya, menghampiriku yang sedang duduk di kursi plastik yang ada di sana.
“Gue lupa gak pakai Wearpack Multimedia. Jadi, pak Indro ngira kalau gue telat,” jelasku lemas.
“Lo belum sarapan?” tanya Rindu dengan raut wajah panik. Tidak menanggapi penjelasan yang aku lontarkan.
Aku menggeleng. “Gue kesiangan. Lo juga kenapa gak bangunin gue sih?”
Rindu mendekat, membungkuk tepat di depanku. Memegang wajahku dengan tatapan lekat. Rindu ini memang kebiasaan banget kalau lagi khawatir pasti dia lebay seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kata Ilham
Teen FictionKalau kata Ilham, melupakan itu mudah. Cukup hilang ingatan saja, setelahnya lupa. Ilham itu orangnya mager, tapi kalau soal mendaki dia yang paling semangat di antara ketiga temannya. Ilham itu orangnya suka goda cewek, tapi giliran digoda balik...