BAB 29. Permen Kiss

20 7 0
                                    

Beberapa bulan lagi aku akan naik kelas 12, waktu terasa begitu cepat. Padahal rasanya baru kemarin aku baru memasuki sekolah ini. Itu artinya perpisahan antara aku dan Ilham semakin dekat di depan mata.

Aku menghela napas pelan, hubunganku dengan Ilham nyatanya masih saja jalan di tempat. Tidak ada kemajuan sedikitpun. Terlebih lagi mengingat kesibukan masing-masing yang sama sibuknya.

“Menurut gue lo lebih teges lagi ke Bang Ilham. Biar jelas kalian sebenarnya itu apa. Dia deket sama lo itu sebagai apa. Sekali-kali lo tegas dong biar dia gak seenaknya sama lo,” saran Rindu sembari meraih pisang goreng yang ada di atas meja.

Rindu kembali berujar dan kali ini ucapannya semakin membuatku over thinking.

“Bukannya apa-apa La. Dia bersikap seolah-olah punya rasa ke lo tapi ternyata dia cuman iseng aja dan tiba-tiba jadian sama orang lain.”

Mendengar ucapan Rindu aku semakin dibuat over thinking. Apa yang Rindu ucapkan memang ada benarnya, selama ini Ilham memang sering kali melemparkan kalimat godaan dan beberapa kali diajak pergi keluar. Namun, sebatas itu.

Ya sebatas itu. Tidak ada hal spesial, karena pria itu juga melakukan hal sama ke perempuan lain. Hal itu jugalah yang mendorong aku untuk selalu tidak berharap lebih. Lebih tahu diri.

Oleh, sebab itu aku merasa cukup dengan hubunganku dan Ilham saat ini. Aku tidak ingin serakah dan meminta lebih sebatas kakak dan adik kelas. Karena jika suatu saat nanti tidak sesuai ekspektasi, rasanya jauh lebih sakit.

“Udah lo pikirin itu nanti. Memperbaiki nilai lo yang turun lebih urgent untuk saat ini, La. Lo gak mau kena tegur lagi sama Ayah, kan?” ujar Rindu, lalu laki-laki itu beranjak dari sofa yang ada di depan teve menuju kamarnya.

Ya, nilai sekolah lebih penting dari cinta monyetnya saat ini. Lalu denting notif pada ponselnya kembali terdengar.

Kang permen 🍭
Belum tidur?

Mahala
Belum

Kang permen 🍭
Kenapa?
Sibuk mikirin aku ya?😍

Mahala
Iya

Pesan yang aku kirim dengan cepat sudah berubah menjadi centang dua biru. Sengaja aku membalas pesan Ilham seperti itu karena penasaran dengan balasan selanjutnya.

Namun sudah hampir satu jam, pesan itu belum kunjung juga dibalas oleh laki-laki itu. Bahkan sampai aku sudah menyelesaikan tugasku, Ilham belum juga membalas. Pesan itu nyatanya berakhir dengan centang dua biru.

Aku melirik jam yang ada di layar monitor laptopku. Ternyata waktu sudah begitu larut, bahkan aku tidak sadar sekarang sudah pukul satu malam.

Lalu denting notif pada ponsel sukses membuat hatiku berdebar. Dengan cepat ponsel yang berada di sisi kanan laptop langsung aku raih. Berharap notif itu berasal dari Ilham.

Senyumku seketika luntur, notif yang tadi berbunyi ternyata berasal dari pesan operator yang memberi tahukan bahwa paket dataku hampir habis.

Sial! Dengan perasaan kesal aku letakkan ponsel itu dengan kasar. Sepertinya lebih baik aku tidur, karena besok aku harus bangun pagi untuk melakukan rutinitas sehari-hari.

Kang permen 🍭
Aku habis salto

Gara-gara kamu aku gak bisa tidur

Gak mau tahu! tanggung jawab!

Buset, kayaknya aku punya penyakit jantung deh, dari tadi jantung aku cepet banget detakkannya.

Besok kalau aku tiba-tiba salto di depan kamu, kamu pura-pura gak tahu aja, ya?

Mahala benar-benar bahaya buat kesehatan jantung dan jiwa raga aku.

Lah chat gue baru ke kirim
Pantesan belum gue nyalain paket datanya.

🎸

Aku pikir semakin dewasa usiaku, beban hidupku semakin berkurang, nyatanya tidak. Pagi-pagi sekali aku dihebohkan dengan berita yang mengejutkan. Berita mengenai hubunganku dengan Rindu yang akhirnya terkuak juga.

Rasa takut serta cemas menghantuiku, padahal selama aku sekolah di sini, teman yang benar-benar aku miliki hanya Huda dan Rindu.

Mading yang biasanya sepi, kini mendadak ramai. Ponselku juga tidak henti-hentinya berbunyi. Begitu banyak notif masuk dari nomor lain serta beberapa akun Instagram yang tiba-tiba mengirim DM ke aku.

Rindu sedari dulu selalu menjadi seseorang yang populer dan semua orang akan memuji Rindu karena pria itu terkenal keren dan berbakatnya, lalu setelahnya orang-orang akan membandingkan Rindu dengan aku yang tidak ada apa-apanya dengan Rindu.

Aku sedikit menyingkir dari kerumunan sebelum orang-orang menyadari akan kehadiranku. Membawa langkah kakiku untuk pergi menjauh, hingga sebuah perpustakaan menjadi tempat pelarianku.

Tubuhku begitu lemas, kedua kakiku sudah tidak kuat lagi menopang tubuhku. Aku duduk di salah satu bangku yang ada di perpustakaan. Menghirup udara yang dingin ini dengan rakus. Kepingan-kepingan memori yang berusaha aku hilangkan kini kembali hadir. Kenyataannya aku tidak pernah bisa menghilangkannya.

Oh, dia kembarannya Rindu. Kok beda banget ya sama Rindu. Rindu keren, eh kembarannya malah cupu.”

Kalau Hala bukan saudara kembar Rindu gue juga ogah temenan sama dia. Apa lagi sekarang kita tahu ternyata sifat asli dia gimana. Beda banget sama Rindu.”

“Gue mau temenan sama dia juga karena dia kembaran sama Rindu. Kalau gak karena dia kembaran Rindu gue juga males temenan sama orang yang kalau di ajak ngobrol malah gak nyambung!”

“Rindu sama Hala beda banget. Kakaknya keren, eh adeknya cupu mana katanya dia jadi pelakor lagi.”

Hala sama Rindu tuh ibarat bumi dan langit! Jauh banget! Jangan-jangan dia bukan anak kandung lagi, tapi anak pungut yang dijadiin pengganti buat gantiin kembarannya Rindu yang udah gak ada.”

Ingatan itu seolah-olah berlomba-lomba untuk mengingatkanku betapa jauhnya perbedaan aku dengan Rindu. Rindu yang luar biasa dan Mahala yang malang.

“Mau permen, nggak? Gue punya dua nih. Tapi, bukan lolipop.”

Itu suara milik Ilham. Aku yang sedari tadi menenggelamkan wajahku di lipatan tangan yang ada di atas meja seketika langsung mendongak.

Rasa sesak yang sempat menyelimuti hatiku perlahan mereda. Pria yang sudah tidak mengenakan seragam dengan benar itu menyodorkan sebuah permen kiss bewarna merah kepadaku. Aku meraihnya.

Keep smile 🙂

Sebaris kalimat yang ada di belakang bungkus permen yang akan aku buka. Pandanganku beralih ke arah pria yang kini juga sedang menatapku.

“Semua akan baik-baik saja, kamu gak perlu khawatir. Kalau mau nangis, ya nangis aja. Nangis sepuas-puasnya, habis itu kamu harus bahagia.”

Air mataku mendadak keluar, bibirku pun sudah bergetar. Perasaan yang sedari tadi mati-matian aku tahan kini lepas juga. Pria itu menghampiriku, lalu membawa tubuhku ke dalam pelukannya.

“Nangis aja Hala, habis itu kamu harus bahagia,” ujar Ilham sembari mengelus punggungku.

Tbc


Bagaimana dengan part ini?

Terimakasih sudah mampir ke lapak ini dan meninggalkan jejak.

Maaf juga kalau semisal aku lama updatenya, karena kesibukan di real life yang membuatku sulit untuk update.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kata Ilham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang