BAB 2. Si Jail

349 50 11
                                    

BAB 2. Si Jail

Mau heran tapi ini kamu. Emang gak bosen ya jadi tokoh utama yang sering muncul di pikiranku?

🎸

🎸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

M

ari kita diskusi tentang rasa
Bagaimana ia muncul dengan begitu saja
Menimbulkan getaran hebat yang membara
Meninggalkan jejak begitu indah sekaligus rasa kecewa

Begitu selesai menuliskan sebait puisi, langsung aku unggah ke media sosial. Mengunggahnya di Instastory.

Banyak balasan dari teman-temanku yang kebetulan sedang melihat Story tersebut.

Aku membalasnya satu persatu, berbagai tanggapan aku terima. Entah itu pujian maupun kritikan.

Disaat aku sedang scroll ke bawah, aku terpaku pada satu username. Baru kali ini aku melihat akun ini.

Penasaran, akhirnya langsung saja aku buka isi chat tersebut.

Pluto22
Kecewa tidak akan muncul jika kita tidak berharap lebih
Menjatuhkan ekspetasi kepada orang lain
Padahal, sedari awal rasa itu sudah memberi sinyal
Dia hanya singgah meski sungguh
Meninggalkan untuk memberi pembelajaran

Baru kali ini aku mendapatkan balasan Story agak berbeda. Jika biasanya hanya dibalas dengan kata, ‘Wah related banget! Lagi galau, ya?’ dan lainnya.

Kali ini puisiku dibalas dengan puisi. Aku penasaran dengan akun ini. Aku membuka username berharap dapat mengetahui siapa sebenarnya dia.

Namun, nihil. Hanya ada foto seorang astronot di sana. Sama persis seperti foto profilnya.

Mahala10
Wow!
Suka puisi juga?

Pesan itu hanya berakhir dengan kata dilihat. Tidak ada balasan sama sekali. Sudah tiga hari aku dibuat penasaran. Alih-alih menanyakan langsung kepada orangnya.

“La, hari ini lo absen gak setor puisi apa gimana? Kok, puisi lo gak ada?” tanya Rindu yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Aku mengangguk membenarkan sembari menulis materi sistem komputer.

“Kenapa?” tanya Rindu heran. Mungkin pria itu merasa penasaran.

Aku menyahut pendek. “Gak apa-apa. Sekali-kali gue absen. Kalau gue terus yang ngisi, entar yang lain gak kebagian.”

“Lagian lo kenapa gak masuk club Mading aja sih?” tanya Rindu lagi.

Pertanyaan itu sudah berulang kali aku dengar, heran, kenapa orang-orang berharap sekali aku masuk ke club Mading yang diketuai oleh Rindu sendiri.

“Nggak minat. Minat gue cukup jadi penyetor karya. Udah hanya itu,” balasku, berharap Rindu dapat mengerti.

Tanpa ikut ke dalam bagian club Mading pun karyaku dapat terpasang rapih di mading, untuk apa aku mengikuti club itu? Yang ada tambah beban saja untuk anggota club lain.

Club Mading sendiri memiliki program yang bernama SeKar atau Setor Karya. Jadi, siapapun yang ingin karyanya terpampang di mading, cukup setorkan saja kepada anggota club Mading yang bertujuan agar murid-murid di SMK Cahaya Abadi ini dapat ikut berpartisipasi dan berkarya meski mereka bukan bagian club Mading.

Program baru dan pertama kali di SMK Cahaya Abadi. Ide itu semua berasal dari Rindu. Aku sebagai sahabatnya pun merasa berterimakasih. Jika, bukan karena ide dari Rindu, bisa saja karyaku tidak dapat terpasang di mading.

“Gak asik lo!” Kesal Rindu, aku bisa saja masuk kedalam club Mading. Namun, jadwal club Mading dan jurnalistik jadwalnya bentrok. Membuat aku harus memilih salah satu. Toh, dua club tersebut masih saling berhubungan.

Aku terkekeh. Lucu aja rasanya melihat Rindu yang katanya anak hits ini bisa merajuk seperti ini.

“Muka lo jelek, jangan dijelek-jelekkin lagi,” celetuk Huda yang baru saja selesai mengajari materi Sistem komputer kepada Dini.

Aku yang sudah menyelesaikan materi sistem komputer yang sudah aku tulis dibuat tertawa. Setuju dengan pendapat Huda.

“Ganteng gini lo kata jelek. Perlu kaca nggak lo? Biar sadar diri!” sungut Rindu tidak terima.

Pria satu ini memang paling anti dengan kata 'jelek' karena dalam kamus hidup Rindu adalah tidak ada kata jelek hanya ada satu kata, sempurna.

Kerap kali aku mencibir tentang motto hidupnya yang selalu mengatakan pria itu harus sempurna. Padahal, kan, di dunia ini tidak ada kata sempurna.

Mau setampan ataupun sekaya apapun orang, pasti ada sisi kurangnya juga.

“Njir! Folowers gue berkurang satu! Siapa nih orang udah dengan seenak jidatnya unfoll gue!”

Kan mulai! Rindu si lebay yang berlindung dibalik kata perfeksionis ini kalau sedang kumat, memang terkadang bikin sebal.

“Cuman satu, itu juga masih untung. Coba kalau semua folowers lo unfoll lo? Bisa gila kayaknya!” sindir aku yang sudah tidak tahan dengan lebaynya seorang Rindu.

“Bisa mati mungkin dia,” timpal Huda.

Disaat kita sedang mengobrol tiba-tiba ada seseorang yang datang dan dengan seenak udelnya duduk di sampingku. Tidak memperdulikan degup jantung yang sudah dibuat ketar-ketir.

“Lagi bahas apa, nih?” tanyanya, Suaranya itu loh bikin jiwa lebayku bergelora.

Jika tidak tahu tempat, mungkin aku sudah jingkrak-jingkrak saking salah tingkahnya.

“Ini lagi bahas kenapa Mahala jomlo,” celetuk Rindu asal. Membuatku reflek melemparkan tatapan kesal.

“Emang belum punya pacar? Sama gue mau?”

Dia nanya kaya gitu kaya lagi nawarin permen ke bocah cilik. Hobi banget bikin jantung jedag-jedug ngedisko.

“Wihh! Bang Ilham langsung sat set sat set. Mantap!” puji Rindu memberikan dua jempol kepada Ilham yang sudah memasang wajah songong.

“Mau, kalau lo jomlo gue oke-oke aja. Gimana? Hari ini kita pacaran?”

Aku terkejut dengan ucapanku sendiri. Gila! Aku memaki di dalam hati.

Bego! Bisa-bisanya aku melontarkan kalimat itu dengan santai tanpa tahu akibatnya apa. Aku masih bertatapan mata dengan Ilham yang sipit itu, terlihat jelas dari wajahnya bahwa Pria itu juga sama terkejutnya. Mungkin tidak menyangka bahwa aku bisa membalas perkataannya tadi.

Wajah putihnya mendadak berubah menjadi merah, entah karena menahan amarah atau kesal, namun yang jelas aku malu!

Setelahnya dia pergi begitu saja, meninggalkan kelasku dengan keheningan. Aku menoleh ke arah Huda dan Rindu yang sedang duduk di meja depanku.

“Bego!” cibir Huda tanpa suara hanya menggerakkan bibirnya saja.

“Wow!” Reaksi Rindu sungguh berbeda dari Huda. Namun, tetap membuatku terlihat bodoh. Oh, ya Tuhan!

Tbc

Kata Ilham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang