BAB 25. Lagi-lagi dia

154 18 2
                                    

Assalamualaikum teman-teman, bagaimana kabarnya?
Alhamdulillah Maw bisa update kali ini. Sebelum lanjut baca, jangan lupa vote dan komen, ya💙 terimakasih💙

 Sebelum lanjut baca, jangan lupa vote dan komen, ya💙 terimakasih💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum baca cerita ini sapa dulu dong si Ilham. Kangen gak kalian sama bocah satu ini?

HAPPY READING GUYS 💙

Ternyata dunia begitu sempit.

🎸

Berulangkali aku memandangi cermin besar, full body milikku yang berada di dalam kamarku untuk memastikan bahwa tampilanku saat ini tidak terlalu buruk untuk diajak ke sebuah acara ulang tahun milik sepupu Ilham. Masih belum menyangka jika Ilham akan mengajakku ke acara keluarganya itu. Padahal di sini jelas-jelas aku bukan siapa-siapanya pria itu.

Tapi, tidak apa, setidaknya ini adalah bukti bahwa aku memiliki peluang untuk bisa bersama pria itu. Ya, anggap saja sebagai sebuah kemajuan dari hubunganku dengan pria itu. Tiba-tiba saja ucapan Rini saat kami sibuk membuat artikel mengenai pretasi murid SMK Cahaya Abadi berputar di kepalaku.

“Lo sama Kak Ilham udah jadian apa belum, sih?” tanya Rini.

Aku yang sibuk mengetik artikel di laptop terpaksa harus menoleh. “Kenapa?”

Mendengar pertanyaan yang aku lontarkan membuat Rini buru-buru menggeleng. “Nggak, bukannya apa-apa ya, La. Melihat kedekatan kalian buat orang-orang mikir kalau kalian itu udah jadian. Tapi, ketika ngeliat lo lengket banget sama Rindu dan Ilham yang masih sering godain adek kelas buat gue mikir, kalian udah jadian atau belum?”

Sebelum menjawab pertanyaan Rini aku menghela napas terlebih dahulu. “Gue sama Kak Ilham belum jadian. Ya, sekedar adek kelas dengan kakak kelas. Gak lebih.”

“Tapi sebenernya lo suka, kan sama dia?  Terbukti dengan puisi-puisi yang lo tulis di Mading setiap pagi,” komentar Rini.

Aku terdiam. Apa yang Rini katakan memang fakta. Namun, aku juga bingung mau menjawab apa. Sehingga aku lebih memilih abai dan kembali fokus pada pekerjaanku saat ini.

“Kalau gue boleh saran, lebih baik lo ungkapkan perasaan lo ke dia sebelum dia direbut oleh orang lain.”

Pembahasan waktu itu harus terhenti ketika tiba-tiba saja Rindu datang dengan wajah lelahnya dan mengajakku untuk pulang. Semenjak hari itu aku kembali memikirkan tentang bagaimana caranya agar Ilham dapat mengetahui bahwa aku menyukainya.

Aku menjadi dilema, bingung memilih antara bertahan dengan prinsip hidup agar tidak mengungkapkan perasaan terlebih dahulu atau mengungkapkan perasaan secara ugal-ugalan seperti beberapa orang? Meski presentasinya lima puluh banding lima puluh. Aduh! Rasanya membingungkan!

Kata Ilham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang