BAB 17. Jadi album

149 28 0
                                    

So, karena aku jomlo dan kamu juga jomlo gimana kita bersatu aja biar jadi album? Biar gak single lagi?

🎸

Sejak tiga puluh menit yang lalu, aku sudah berusaha keras untuk tidak berteriak dan menyudahi keheningan yang sangat menyiksa ini. Di ruang tamu yang ada di rumahku, aku berusaha sebaik mungkin untuk bersikap tenang dan tidak panik, meski jantung minta di gendang terus menerus.

Kebodohan yang aku lakukan hari ini cukup fatal dan sangat-sangat mengancam ketentramanku di sekolah. Bagaimana dan penjelasan seperti apa yang pantas nanti aku berikan kepada pria yang sekarang sedang duduk di samping kanan dengan wajah menyebalkan miliknya.

“Jadi, kalian saudara kembar?” tanya Ilham sembari memperhatikan wajah Rindu dan aku secara bergantian. Lalu decakan kembali keluar dari bibirnya itu.

“Pantes. Gue kira kalian jodoh dan Bahkan gue pikir kalau kalian berdua kejebak friend zone. Atau mungkin sengaja backstreet.”  Ilham melirik ke arahku dengan tatapan jengkel. Eh, kenapa dia jengkel?

Aku meliriknya sejenak. Jadi, selama ini Ilham berpikiran seperti itu terhadapku? Tidak heran juga sih, karena bukan hanya Ilham saja yang berpikir demikian. Orang-orang yang ada di sekitarku juga berpendapat hal yang sama. Membuatku merasa menyesal karena sudah menyembunyikan identitas siapa aku sebenarnya.

“Syukur deh kalau gitu,” gumam Ilham. Saat ini aku sedang mencerna maksud perkataan dari Ilham tersebut.

“Jadi, kalian berdua pacaran atau nggak?” tanya Rindu setelah beberapa saat hening. Sehingga harus mengulang kembali pertanyaan yang sama dari beberapa menit lalu.

“Gue sama Mahala nggak pacaran," balas Ilham sembari menyandarkan punggungnya pada bahu sofa. Lalu dengan kurang ajarnya tangan pria itu sudah berada di pundak sebelah kiri milikku. Mengelusnya dengan pelan.

Ilham menoleh ke arahku. Lalu pria itu berucap, “Ya, kan, sayang?” Menyerangku secara tiba-tiba dan tidak perduli jika dia sudah membuat jantung hatiku berdebar kencang.

Lalu kini tatapan mataku seketika terkunci. Tenggelam dalam lautan hitam dan juga ketenangan yang kini pertama kali aku dapatkan darinya.

“Ehem! Jadi, kalian lagi pendekatan?” Rindu tiba-tiba bertanya dan itu sukses menghancurkan momen langka ini.

“Iya.”

“Nggak.”

🎸

Seperti biasa, setelah malam tiba, aku kembali berkutat dengan laptop milikku untuk sekedar stalking atau mengerjakan tugas sekolah. Besok ada mata pelajaran Dasar desain grafis yang di ampuh oleh pak Rijal yang kebetulan ada tugas yang belum aku selesaikan.

“Bagusnya warna apa, ya?” gumamku saat aku bingung untuk memilih warna apa yang lebih pantas untuk desain banner saat ini.

Martabak black pink

Tulisan yang tertera di sana. Sengaja aku buat banner untuk kedai martabak karena kebetulan ide itu yang saat ini terlintas di kepalaku.

Ting

Sebuah notifikasi muncul di layar ponsel yang sedang aku taruh di meja belajar. Nama Ilham lah yang muncul di sana. Memberikan satu pesan yang efeknya sungguh luar biasa.

Kata Ilham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang