BAB 16. Salah Paham

168 33 4
                                    

Gara-gara feed Instagram semua jadi geram.

🎸

Tugas dari pak Rijal sungguh sangat menyiksa batin sekaligus fisik! Sedari jam delapan sampai kini pukul dua dini hari, aku dan juga Rindu masih berkutat dengan laptop. Kacamata anti radiasi yang sudah aku pakai pun kini tidak dapat membantu, karena mataku sudah sangat perih.

Rasa pusing tidak dapat lagi dicegah, serta rasa ngantuk sudah sedari awal datang dan ingin segera merebahkan diri di kasur sudah tidak dapat di toleransi lagi. Rindu yang beberapa kali mencuri start untuk tidur pun masih berusaha mengetik. Bahkan, aku yakin sebenarnya Rindu sudah tidak fokus semenjak beberapa jam lalu.

“Mendingan lo tidur aja. Lo keliatan kecapaian banget," saranku berharap Rindu menurut seperti biasanya.

Rindu menggeleng kepala sembari berusaha untuk membuka matanya yang sipit itu. “Kalau gue tidur, lo pasti yang bakal ngerjain tugas gue.”

“Terus lo bakal lembur sampai pagi dan alhasil pagi-pagi lo akan sakit. Gue gak mau gotong lo seandainya lo pingsan di sekolah,” sambung Rindu yang entah mengapa semakin menyebalkan saat mendengar ucapannya.

“Kalau gitu, mendingan kita tidur aja. Soal tugas mending dipikir besok, seharian ini lo udah terlalu sibuk. Tubuh lo juga butuh istirahat, Ndu.” Aku sungguh tidak tega melihat Rindu seperti ini. Meski kerapkali laki-laki itu bersikap menyebalkan, aku sebagai adiknya juga tidak ingin Rindu kenapa-kenapa.

Sebagai saudara kembar, kadang kala aku bisa merasakan apa yang saat ini Rindu rasakan. Meski pria itu tidak pernah bilang sekalipun aku pasti akan tahu.

Rindu mendongakkan wajahnya dari lipatan, berusaha untuk membuka matanya lebar-lebar dan itu sangat terlihat lucu di mataku. Sampai saat ini aku masih bingung dengan orang-orang yang sangat mengidolakan Rindu. Pria yang katanya cowok paling tampan nomor dua ini, sama sekali tidak ada baik-baiknya.

“Gue sebenernya mau bilang ini dari tadi. Tapi, gue takut singgung lo.” Rindu menjeda ucapannya, menatap ke arahku lalu dia kembali berkata, “Sebenernya ada hubungan apa lo sama Bang Ilham? Kenapa gak pernah cerita sama gue kalau lo Deket sama dia? Gak sepenting itu gue di mata lo?”

Aku mematung saat Rindu tiba-tiba saja berdiri dan pergi begitu saja dari ruang keluarga. Meninggalkan aku sendirian dengan segala situasi yang masih belum aku pahami.

🎸

Pagi-pagi sekali Rindu sudah bergegas pergi ke sekolah dan meninggalkan aku sendiri di rumah. Alhasil saat ini aku kelimpungan. Tidak tahu harus naik apa ke sekolah karena motorku sedang rusak. Di tengah kebingungan yang melanda, tiba-tiba saja suara motor cukup familiar terdengar. Motor Vespa milik Huda sudah berada di depan rumahku.

“Cepet naik! Gue gak mau jadi salah satu anggota dari barisan khusus!” teriak Huda dan Aku dengan kecepatan kilat menghampiri pria itu.

Sorry, lo udah bolak-balik cuman jemput gue. Lo pasti disuruh Rindu, kan?” Aku bertanya kepada Huda sembari menyambar helm bogo milik adik Huda yang kebetulan pas di kepalaku.

Huda tidak merespon. Pria satu ini memang seperti ini tingkahnya dan aku berharap suatu saat nanti perempuan yang mendapatkan hati Huda bisa sabar menghadapi pria kejam macam Huda ini.

Sesampainya di sekolah, aku sudah ditinggalkan oleh Huda begitu saja. Benar-benar menyebalkan! Entah kenapa aku merasa kesal dengan sikap Rindu dan Huda yang seperti sedang bekerja sama untuk membuat hati ini tidak menentu.

Bahkan, sampai bell pulang sekolah berbunyi, Rindu sama sekali tidak melirik kearah aku. Dia dengan teganya tukar posisi tempat duduk dengan alasan, “Cowok duduknya sama cowok dan cewek sama cewek.”

Aku menatap nanar punggung Rindu yang kini kian menjauh dan ingin rasanya tangan ini menjambak rambut Rindu yang sok keren itu.

“Biarin dia tenang dulu. Rindu terlalu syok saat dia tahu lo diem-diem pacaran sama kakak kelas yang bahkan deket juga sama dia. Rindu cuman merasa kecewa dan gak dianggap,” tutur Huda dan lalui pergi berlalu. Namun, langkahnya terhenti dan kembali menoleh ke belakang.

“Pulang bareng?”

🎸

Hari ini ada jadwal latihan membuat aku harus menolak ajakan Huda tadi. Pertengkaran aku dan Rindu sangat menggangu konsentrasi latihanku saat ini. Beberapa kali aku terus menatap kearah ponsel. Berharap Rindu membalas pesanku yang sudah aku kirim beberapa jam lalu.

“Lo dari tadi gak fokus. Ada masalah?” Ilham tiba-tiba menghampiri dan memberikan satu minuman air mineral kearahku.

Aku meraihnya dan lalu aku letakkan di  bangku koridor. Dengan ragu aku berkata, “Kak, bisa hapus foto saya di feed Kakak?”

“Kenapa? Pacar lo marah? Gara-gara ini Lo gak fokus? Rindu semarah itu emangnya sampai-sampai buat lo gak fokus kaya gini?” Tatapan matanya tampak memerah. Rahang pria itu pun kini mulai mengeras. Jujur, aku takut melihatnya dan alhasil aku hanya bisa berpaling. Setidaknya tidak menatap pria itu.

Fine! Gue hapus. Lo tenang aja, gue bakal bilang ke Rindu kalau kita gak lagi selingkuh yang gue lakuin kemarin cuman ingin promoin drama musikal kita. Biar nanti banyak yang lihat. Lagi pula gue juga udah punya cewek.”

Entah mengapa perasaanku terasa sakit. Aku tidak sanggup untuk menatapnya. Takut jika nanti air mata yang sudah di ujung akan turun dan itu terlihat sangat miris.

“Maaf, seharusnya gue konfirmasi ke lo tentang gimik ini. Gue pastiin Rindu dan lo gak akan putus cuman gara-gara gue.” Suara Ilham mulai melembut. Namun, itu tidak juga membuatku tenang.

“Sebagai permintaan maaf, gue anterin pulang, ya? Udah sore,” ujar Ilham dengan tangan yang menggantung. Seolah ingin menyentuh pipiku yang entah dari kapan sudah terasa basah oleh air mata. Lalu berdecak kesal dan berdiri.

Aku tidak dapat melihatnya, namun aku masih bisa mendengar decakan itu yang entah ke berapa. “Ayo! Sebelum sore,” ujarnya dan berlalu begitu saja.

Dalam hati aku berdecak. Kenapa jadi rumit seperti ini!

TBC

Aku update 💕 buat yang sudah mampir terimakasih ya💕

Love you💕

Kata Ilham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang