BAB 15. Simpan Rasa

167 35 3
                                    

Bagaimana dengan puasanya? Lancar?

Masih ada yang nunggu cerita ini?

Beri Maw emoticon sesuai dengan perasaan kamu hari ini 💕

Siap baca kisah Mahala dan Ilham?

Sebelum itu, beri Mahala dan Ilham cinta dulu, yuk💕

Happy Reading 💕

Kalau mau bercanda. Tolong jangan hatiku yang kamu pilih.

🎸

Semenjak pulang dari rumah Ilham. Hati dan pikiranku masih tidak menentu. Segala yang dilakukan oleh Ilham kemarin, membuat aku semakin dibuat bersalah. Seharusnya aku tidak menerima dan bukan malah menikmati perlakuan Ilham kepadaku kemarin.

Berulang kali aku memperingatkan diriku sendiri bahwa aku tidak boleh melewati batas. Ilham sudah memiliki kekasih, ya meski aku tidak tahu siapa perempuan itu.

"Apa yang lo lakuin, Rin, seandainya orang yang lo suka udah punya cewek?" tanyaku.

Rini tampak berpikir secara keras. Lalu dia menjawab, "Tikung dia di sepertiga malam kalau kata gue sih. Serba salah soalnya. Mau mundur susah, maju apa lagi. Masa jadi perusak hubungan orang ... kayak gak ada harga dirinya banget."

Aku terdiam mendengarnya. Lalu aku kembali melayangkan pertanyaan kepada Rini, mumpung bell masuk belum berbunyi.

"Tapi, kalau cowoknya justru coba deketin gimana? Sikapnya itu seolah-olah dia punya rasa ke cewek yang bukan pacarnya?" tanyaku, karena untuk sekarang aku benar-benar membutuhkan pendapat dari orang lain.

"Kalau gitu cowoknya yang brengsek sih. Udah tahu udah punya cewek tapi malah ngasih harapan ke cewek lain," balas Rini sembari mengetik sesuatu di laptopnya.

"Ini bukan lagi bahas Lo, kan?" Rini menatapku penuh selidik. Mengabaikan laptopnya yang sedang menampilkan powerpoint untuk tugas presentasi nanti.

Aku menyandarkan punggungku pada bangku, lalu menatap ke arah pintu ruangan mading yang sedang dibuka lebar hingga menampilkan koridor yang beberapa kali nampak orang-orang sedang berlalu-lalang.

"Jadi bener?" tanya Rini seolah sedang memastikan. Aku hanya diam tanpa merespon ucapannya. Kurang puas dengan responku. Perempuan itu kembali bertanya, "Siapa? Rindu?"

"Bukan gue. Lagi pula kalau Rindu orangnya kaya gak mungkin banget. Soalnya dia mah jomlo," ujarku penuh dengan kebohongan pastinya.

Tidak mungkin juga aku bilang kepada Rini bahwa sesungguhnya aku sedang naksir kepada kakak kelas. Bisa-bisa satu sekolah tahu, mengingat Rini adalah salah satu anggota club Mading.

Lalu, soal Rindu sebenarnya tidak sepenuhnya bohong karena tidak mungkin juga aku naksir kakakku sendiri. Biarlah Rini menduga-duga dan juga menebak.

Lalu aku memutuskan untuk pamit undur diri dari ruang club Mading dengan alasan ada jadwal latihan drama musikal. Padahal, latihannya akan diadakan satu jam lagi.

Namun, langkah kaki harus terhenti saat seseorang tiba-tiba memanggilku. Tubuhku mematung saat tahu siapa yang memanggil tadi.

Senyuman yang pria itu lontarkan membuatku susah bergerak. Bahkan jantung yang semakin lama semakin berdebar dengan kencang seperti ingin berhenti tiba-tiba.

Aku berusaha semaksimal mungkin untuk mengatur detak jantung sekaligus kewarasan yang semakin ke sini semakin menipis. Takut jika nanti kelepasan dan malah bikin heboh satu sekolahan karena sudah dengan lancangnya memeluk pria itu.

Kata Ilham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang