Naura segera menarikku keluar dari mobil saat kami tiba di depan lobi Al-Barakah Tower. Aksinya menyelamatkanku dari membalas pesan Lingga. Aku sama sekali enggan menengok ke belakang.
"Kalian duluan aja ke atas. Kita mau foto-foto dulu di lobi." Naura mengibaskan tangannya untuk mengusir Lingga dan Salman.
Padahal aku enggak mau berpose di tempat ramai orang berlalu lalang. Apalagi aku tahu kalau Naura dan Mbak Lusi itu suka alay.
"Kalian aja yang foto ya. Aku yang fotoin." Aku segera mengeluarkan ponselku.
"Ih, kan bisa selfie!" Naura mengeluarkan ponsel barunya yang sering dipamerkan akhir-akhir ini. Terlebih soal kameranya yang bahkan bisa menyamarkan tahi lalat di pinggir bibirnya.
Dan dilanjutkan dengan permintaan yang memalukan. "Pak, fotoin kita bertiga ya?" Naura menyodorkan ponselnya kepada satpam yang berdiri dekat pintu kaca. Lalu mereka berpose di dalam bingkai yang didesain seperti unggahan Instagram dan terdapat tulisan Bank Al-Barakah di ujung sebelah kiri.
"Nau, malu tahu! Kita kayak orang udik!" Aku melihat beberapa staf yang berlalu lalang. Mereka mengenakan kemeja dan blus yang trendi. Jilbab yang dikenakan pun kelihatannya bermerk. Di tangan mereka terdapat gelas plastik berisi kopi ya pasti mahal juga.
Sebenarnya kata Naura gaji mereka enggak jauh dari staf di kantor kami. Hanya saja kantor mereka berada di antara gedung-gedung besar. Malah bersebelahan dengan mal besar. Mbak Lusi bilang, jalan ke kiri untuk nyari uang, ke kanan untuk menghabiskannya.
"Ih, biarin tahu! Palingan mereka udah foto dari sejak pagi tadi. Sayang kan dekorasi cakep-cakep gini. Gue mau ambil satu balon ah," cetus Naura.
Ugh, aku sengaja menutup sebagian wajahku dengan tangan. Alay-alay! Akhirnya mereka menyudahi aktivitas perfotoan yang sangat menodai image-ku yang ingin terlihat seperti pekerja ibukota yang bergengsi. Lalu satpam menaruh kartu yang baru saja dikeluarkan dari saku celananya kepada mesin pemindai dan terbukalah gerbang masuk yang setinggi pinggangku.
"Oh iya, kita mau kasih info. Soal orang yang nge-hack." Naura sibuk scrolling hasil foto tadi pada ponselnya. Kami sedang berjalan menuju lift.
"Si Topan katanya belum berhasil mulihin akunnya. Gimana sih tuh orang. Katanya jago." Aku berdecih.
"Katanya dia usahain hari ini atau besok. Bu Beatrice udah nagihin. Sebenarnya gampang, karena orang yang nge-hack itu orang biasa. Cuma lo tahu sendiri si Topan males-malesan," terang Naura. Sok banget, Naura. Memangnya dia paham soal IT?
"Ah, lo kelamaan bocorin infonya!" Mbak Lusi berdecak. "Lo tahu Qisya, staf HRD?"
Aku mengangguk. "Dia yang belum lama ini resign, kan?"
"Dia itu bukan resign, tapi dikeluarin," bisik Mbak Lusi. "Dia dipecat, karena nilep uang anak magang."
Aku terbelalak. "Wah, jangan-jangan selama ini uang magangku enggak segitu!"
"Yeee! Gaji magang lo emang segitu, malih! Uang magang yang dia ambil itu anak Divisi Keuangan. Orangnya juga udah keluar, karena mau wisuda." Naura menoyorku.
"Ya, kali aja. Namanya juga berharap," cibirku. "Kok bisa tahu kalau Qisya yang nge-hack? Canggih juga si Topan."
"Beuh, canggih apaan! Kita tahu pelakunya Qisya itu, karena dia sering neror staf lainnya lewat DM Instagram. Pake akun fake. Kayak sok misterius gitu. Inisialnya SH. Terus kata Bang Hamid, itu paling si Qisya. Soalnya si Qisya itu penggemar berat Sherlock Holmes, SH," ungkap Naura.
"Tapi kan bukan berarti Qisya pelakunya," sanggahku.
"Iya sih, Mar. Yang neror kantor kita itu banyak, dan kebanyakan dari orang-orang yang dipecat. Lo tahu kan bulan lalu waktu pemecatan besar-besaran Divisi Marketing? Itu teman-temannya Zaskia dan Shareen di divisi mereka, pada suka neror staf lainnya. Atau bikin status jelek-jelekin kantor kita. Makanya lo perhatiin aja, Pak Roma dan Bu Beatrice sering mantau sosmed staf Baitulmaal Al-Barakah. Tapi Qisya itu kandidat paling kuat, karena katanya dia satu-satunya yang tahu password Instagram kantor kita," jelas Mbak Lusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cut It Out (Proses Terbit)
ChickLitMarissa merasa kehidupannya tidak pernah berjalan mulus. Dimulai ketika dia menanyakan nasib karirnya kepada HRD, dan dia malah diceramahi soal keikhlasan dalam bekerja. Diremehkan oleh dosen metodologi penelitian hanya karena dia lulusan timur teng...