[29] Midnight

10 5 0
                                    


Kamar ini terlihat begitu gelap hanya cahaya dari jendela saja yang masuk kedalam, karena memang sengaja lampunya diredupkan. Anak itu duduk termenung menekuk lututnya, sembari memandangi cahaya rembulan tanpa adanya gemerlapan bintang.

"Sampai kapan situasi ini akan berakhir, apakah aku terlihat egois hanya karena satu permintaan sederhana?" Gumamnya menghela nafas berat, Jaemin mulai mengungkit identitasnya itu karena pernah ada yang menanyainya saat ia membolos dengan teman-temannya dijalan.

"Kau bukannya putra Donghae? Tapi kenapa wajah mu mirip sekali dengan Na Gongmin."

Dari sanalah perasaan Jaemin tidak karuan, memang benar jika dia adalah putra kandung Gongmin, seorang pebisnis yang namanya terkenal disokor.

Dia adalah putra yang telah dirahasiakan oleh pria itu, dia adalah putra kandung Na Gongmin. tapi sayangnya karena dia sudah bersama Donghae sejak lama, jadi ia terbiasa dikenal sebagai Putra Donghae.

tapi ingin rasanya dia juga disebut dalam setiap kata yang Gongmin ucapkan, entah itu rasa terimakasih untuk putranya, atau rasa cinta untuk putranya. seperti apa yang Donghae lakukan setiap kali ia diwawancarai oleh media, yang dimana dia selalu menyebut nama putra-putranya juga istrinya.

"Aku bosan bila harus mendengar alasan yang sama darinya, dia terlalu egois demi ambisinya dan kepentingannya, tanpa pernah merasakan kekecewaan putranya disini."

Jaemin mendongak menatap kembali langit itu, hatinya begitu miris jika harus mengingat dimana ibunya selalu direndahkan dan dihina oleh neneknya.

"Aku tidak bisa memikirkan kesenangan ku sendiri, tapi aku juga harus memikirkan kebahagian bunda yang selama ini sudah banyak menderita karena aku."

suara notifikasi pesan mengalihkan perhatiannya, ia meraih ponselnya yang ada diatas kakinya lalu melihat siapa yang telah mengirimkan pesan itu.

Jeno Lee

|gue ngerti perasaan lo sekarang kaya
|gimana, jadi gue mau ngajak lo
|sepedaana

19:30

Entah kesambet apa, seorang Lee jeno mengirimi pesan untuknya, dan bukannya ia selalu membencinya. Jaemin lantas beranjak dari tempatnya dan keluar dari kamar. saat membuka pintu, dia didapati oleh Jeno yang sudah berdiri didepan kamarnya.

Jaemin menaikan alisnya bertanda 'Ayo' Jeno berjalan terlebih dahulu, mereka pergi tanpa memberitahu orangtuanya. tapi ternyata Ayah dan ibunya tengah berada diruang tengah dan sama-sama sedang menghadap laptop masing-masing.

"Mau kemana?" Tanya Donghae yang menyadari kedua putranya.

"Kami mau keluar sebentar." Yoona lantas menatap Jaemin, anak dan ibu itu tidak saling bicara sejak kejadian tadi sore, karena Jaemin telah memutuskan untuk tidak menganggu ibunya dulu. "Jeno jagain adek kamu jangan biarin dia pergi kemana-mana." Jeno lantas mengangguk mengiyakan amanah Bundanya.

"Jangan pulang sampai jam sembilan lewat, kalau udah jam sembilan langsung pulang paham Jenon, jaemin." Mereka berdua lantas mengangguk dan pergi dari hadapan orangtuanya itu.

____

Mereka berdua mengayuh sepeda ditengah malam, bahkan sudah 1 jam mereka berkeliling tidak jelas, Jaemin memutuskan untuk berhenti ditaman kota dan duduk disana diikuti dengan Jeno.

Jeno menghampiri jaemin dan duduk disampingnya. "Gue rasa, kita harus retas dinding permasalahan kita sekarang." Jeno menoleh menatap Jaemin yang terus diam.

"Pertengkaran yang tidak jelas ini sangat mengganggu kenyamana kita maupun bunda. Gue tau yang mulai lebih dulu disini adalah gue, gue yang selalu bilang kalau lo itu nggak pantes buat jadi saudara gue, jadi gue minta maaf."

Jaemin menghela nafas matanya beralih menengadah menatap langit, "gue rasa juga gitu, mungkin kita bisa bersaing secara sehat, tanpa harus melukai perasaan orang lain, gue juga minta maaf." Jeno menepuk nepuk bahu Jaemin membuat adiknya itu tersenyum kearahnya.

Mereka mulai bergurau seperti dulu, mengembangkan tawa juga senyum yang sempat hilang didiri mereka. karena ketidak jelasan permasalahan yang mereka hadapi. "Yakh jangan gelitikin gue. gue tabok lo." Teriak Jaemin, padahal Jeno hanya menyentuh lehernya dan itu sudah membuat Jaemin bergidig.

"Gue cuma megang leher lo." Ucap Jeno. Mereka mendadak senyap setelah bergurau dan tertawa meledek, Jeno melirik kearah Jaemin yang tengah bengong. "Pulang Yuk." Ajak Jeno sepontan.

"lo juga pasti lelah gue cuma minta sama lo, jangan pernah mikir kalau lo itu sendiri, lo masih punya gue, Ayah, Bunda." Jaemin tersenyum, Jeno merangkul bahu adiknya mengacak rambut Jaemin gemas, merekapun memutuskan untuk pulang karena tidak tau lagi harus apa.

Saat dipertengahan jalan mereka bertemu dengan Haruto juga Doyoung dan Asahi. "Widih yang katanya nggak akan pernah akur kembali, tapi nggak ada bulan purnama nggak ada bulan sabit---- lihatlah adek kakak ini akur lagi."

Jaemin diam tidak menggubris ucapan Haruto, begitupun juga Jeno. Mereka menerobos mereka dan tidak meladeni omongan mereka.

Haruto adalah teman Jaemin sewaktu SMP, hubungan mereka renggang karena sebuah masalah kecil. dimana Haruto yang angkuh dan sombong, karena ia merasa tersaingi dikelas sewaktu SMP dulu. dulu saat SMP Jaemin sangatlah populer karena kecerdasaan dan visualnya.

begitupun Haruto, mereka berdua masuk dalam lits siswa bertalenta disekolah. karena merasa dirinya tersaingi Haruto memutuskan hubungan pertemanannya dengan Jaemin, Junkyu dan Jihoon. Bahkan dia mengetahui semua tentang Jaemin.

"Dasar krisis identitas!!" Teriakan Haruto mampu membuat langkah Jaemin berhenti, Jeno menoleh kearah adeknya dan ikut menghentikan langkahnya.

Brakk

Jaemin menjatuhkan sepedanya begitu saja, ia mendekat kearah Haruto dengan sedikit santai, sebenarnya dia tidak ingin mencari masalah dengan anak itu tapi anak itu sudah memancingnya terlebih dahulu.

"Huff, gue bukannya krisis identitas, cuma Ayah gue lebih sayang ngejaga privasi keluarganya, bukan kaya lo yang sukanya pamer dan berkoar kalau lo anaknya Kim Hanbin. pendiri agensi." Ucap Jaemin lalu pergi setelah membuat anak itu bungkam dengan perkataanya.

Jeno tersenyum bangga saat melihat Jaemin melawan Haruto dengan menggunakan kalimat bukan dengan pukulan.

Mereka melajukan sepedanya kembali karena melihat sebentar lagi akan Jam sembilan, mereka tidak ingin melewati batas kali ini. "Gue seneng ngeliat lo bikin tuh bocah diam." Ucap Jeno Jaemin hanya tertawa kecil. "Badannya aja gede tapi nyalinya..." Jaemin membuat bentuk O dengan jemari.

______

Yoona berjalan masuk kedalam kamar Jaemin yang ternyata anaknya itu masih belum tidur juga. Jaemin yang tengah duduk dimeja belajarnya pun sedikit menoleh saat suara pintu terbuka. Yoona berjalan mendekati putranya itu lalu mengelus surainya.

"Kalau udah belajarnya langsung tidur yah." Jaemin mengangguki cepat ucapan ibunya. "Bunda, maaf yah." Yoona menggeleng.

"Bunda cuma mau kamu baik-baik aja, bunda cuma tidak mau kamu dibuat kecewa Terus sama Ayah kamu, cukup bunda yang merasakan kecewa itu kamu jangan."

Jaemin mengangguk dia memberikan senyum terbaik untuk Bunda tersayangnya itu.

"Bunda kalau bunda lelah bunda bisa bagi cerita sama Jaemin atau Jeno, kami udah dewasa kami juga mungkin akan bantu kalau bunda kesusahan." Yoona menarik kepala Jaemin menyandarkannya diperutnya itu.

"Seburuk dan se egois apapun Ayah kamu jangan pernah kamu membecinya, bunda menjauhkan mu dengan Ayah mu bukan berarti kamu tidak boleh dekat dengan Ayah mu tapi Bunda melakukan ini untuk kebaikan mu."

Malam ini penuh dengan kalbu Anak dan ibu itu terhanyut dalam buaian malam yang begitu tenang dan indah ini.

.
.
.
To Be Countinue

Hai hai me back with story gaje ini😀
terimakasih buat yang masih setia dengan cerita ini.💚💚

Balance | Na Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang