Dua bulan berlalu setelah festival kala itu. Naruto terus saja di landa kegundahan. Ia juga tak mengerti, kenapa bisa jadi begini. Tapi satu hal yang menjadi alasan. Pelanggannya yang setia, Hinata. Beberapa kali ia menampik rasa gundah itu. Semakin berusaha menepis dan melupakan, malah semakin menyiksa. Padahal seharusnya, ia bahagia saat mendengar gosip dari pembeli saat di festival.
"Eh jadinya pesen dua porsi." Konohamaru sangat sibuk menulis pesanan pembeli. Sedangkan Naruto dia sudah beraksi dengan peralatan dapur.
"Aku enggak nyangka calon Tuan Toneri itu wali kelas anakku." Celetuk sang ibu yang memulai gosip itu.
Dapur yang memang tak jauh dari tempat pesanan, tentu saja akan terdenger oleh Naruto. Meski awalnya dia hanya acuh.
Ibu di sebelahnya hanya menghela nafas. "Emangnya kenapa kalo dia pilih seorang guru? Lagian Bu Hinata itu baik juga lembut lho."
"Kayak enggak cocok aja gitu. Terus kasian lagi, jadi bahan olok-olok yang lain. Apalagi sikapnya tadi tiba-tiba kabur gitu aja. Cihh. Enggak mencerminkan seorang calon istri pengusaha."
Ibu yang membela Hinata hanya diam menyimak. "Gak usah gitu. Penyakit hati namanya." Satu lagi ada ibu di samping yang julid membela Hinata.
"Ini semua pesanan ibu-ibu."
"Berapa--"
Naruto tidak langsung menjawab. Ia kembali ke counter dapur. Tatapannya kosong.
Dan sejak gosip ibu-ibu tadi, ternyata hampir semua orang membicarakannya. Terlebih mereka yang tidak suka dengan Hinata. Dari kalangan biasa, hanya guru sekolah dasar, tidak sepadan dan beragam komentar mereka lontarkan. Tapi meski begitu masih ada yang membelanya.
Setiap malam, pria bersurai pirang itu selalu seperti ini. Merebahkan diri di lantai kayu, berguling kesana kemari. Pernah di benaknya ingin memastikan sendiri dan bertanya langsung pada gadis itu. Tapi hari-hari berlalu Hinata tidak membeli ramennya. Ia juga pernah berniat akan bertanya melalui pesan singkat. Namun sekali lagi, ia urungkan. Rasanya aneh, Naruto yang bukan siapa-siapa bertanya perihal itu.
"Kak Naruto!"
Naruto masih diam.
Konohamaru yang sedang belajar, terpaksa bangkit dari duduknya. Ia menghampiri seseorang yang menyelamatkan hidupnya.
"Kakak, ada kak Shika."
"Apa Konohamaru? Jangan ganggu aku."
"Apa yang membuatmu jadi merepotkan gini Naruto?!" Shikamaru memandang punggung Naruto yang menbelakanginya.
Konohamaru kembali duduk di mejanya.
"Enggak ada."
"Jangan bohong. Kata Konohamaru udah dua bulan terakhir kau seperti ini."
Ya ampun mulut kak Shika sama seperti perempuan. Hah aku tidak peduli. Konohamaru pura-pura tak mendengar ia memilih menyibukkan diri dengan buku.
Naruto bangkit dari rebahannya. Ia membenarkan posisi duduk. Masih membelakangi Shikamaru.
"Biar aku tebak, pasti ini soal Hinata?"
"Apa maksudmu?" Tanyanya tanpa menoleh pada sahabat malasnya.
"Akhir-akhir ini dia jarang membeli ramenmu. Juga jarang bertemu. Kira-kira kenapa ya?" Shikamaru sengaja memancing agar Naruto mau meresponnya.
"Aku tau, aku dengar gosip di luar sana. Tapi yang membuatku heran, Hinata jadi bahan olok-olok, justru Toneri tampak acuh." Sepertinya ini berhasil. Naruto membalikkan tubuhnya menghadap Shikamaru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelanggan Setia [√]
RandomUzumaki Naruto, seorang penjual ramen keliling yang memiliki mimpi besar. Sama seperti manusia lain. Ia pantang menyerah dan selalu optimis meski ramennya jarang laku. Tapi yang membuatnya bertahan adalah satu pelanggan yang setia. . . Tidak tahu ke...