20. Awal Baru

580 80 0
                                    

Hari ini, Naruto dan Hinata memutuskan untuk kembali ke apartement Naruto. Keperluan Hinata sudah di simpan di bagasi mobil. Seperti biasa, Naruto meminjam mobil kawannya untuk kepindahan Hinata.

Naruto menutup pintu bagasi mobil, ia kembali ke hadapan Hiashi, untuk sekedar berpamitan.

"Ayah, ingat pesan Nata, Hana kamu jangan nyusahin ayah. Kakak pasti sering berkunjung." Setelah memperingati secara halus sang ayah. Gadis itu memeluk sayang Hiashi. Hiashi tersenyum tipis dan membalas pelukan sang putri. Tak lama setelah itu ia menarik tubuhnya dan beralih memeluk Hanabi.

Remaja itu tampaknya sudah menangis terisak. "Kenapa nangis? Jarak kita gak jauh, Hana. Jagain ayah, jangan nakal dan jangan telat pulang kalo enggak penting ya. " Hanabi menepis air matanya ia masih sesegukan di pelukan sang kakak.

Meski jarak mereka tidak jauh, tapi tetap saja akan terasa hampa jika salah satu anggota keluarga kita tidak tinggal serumah.

Hiashi sedikit tidak rela, ketika putri sulungnya harus pergi dari rumah ini. Hanya saja, sebagai seorang ayah tentu ia tidak boleh egois. Roda kehidupan itu berputar, ada kala sang anak harus bahagia dengan pilihannya. Ayah dua anak ini merasa bersyukur, memilih Naruto sebagai menantunya.

Sejak awal, Naruto memang tidak memaksa Hinata untuk tinggal dengannya, ia tahu pernikahan ini memang berawal dari keterpaksaan sang ayah. Jadi pria itu akan menjalankan pernikahannya mengalir begitu saja. Tak ingin memaksa Hinata. Tapi siapa sangka, gadis pelanggan setia itu memilih hidup dengannya. Ia paham, posisinya sekarang berstatus istri. Hiashi paham soal itu, benar Hinata sudah memiliki kehidupan sendiri sekarang. Segala sesuatunya harus di bicarakan Naruto, suaminya. 

"Ayah, kami pamit." Naruto membungkukkan badannya, tapi di tahan oleh Hiashi.

"Hati-hati di jalan, jaga putriku Naruto." Seraya menepuk pelan pundak tegap Naruto. Wajahnya tersirat harapan besar sang ayah.

Naruto tersenyum menanggapi.

"Iya Ayah, itu sudah tanggung jawabku." Lalu Hiashi mendekat untuk berbisik.

"Beri aku cucu. Rajinlah menanam." Setelah itu, Hiashi kembali dengan tampang datarnya.

Pipi tan itu merona. Sekarang ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Hinata menaruh curiga, pada dua pria di sampingnya. "Ayah ngomong apa sama Bang Naru?"

"Urusan pria. Udah sana, kalian masih perlu istirahat."

Hinata menatap sebal sang ayah. Terkesan mengusir.

Keduanya sudah meninggalkan kediaman Hinata. Di tengah perjalanan, Naruto mengajak Hinata untuk mampir ke supermarket. Mengingat, di apartemennya sama sekali tidak tersedia bahan makanan.

"Bang Naru, makanan kesukaan apa?" Hinata dengan cekatan memilah buah dan sayur.

"Apa aja, Bang Naru makan." Ia mendorong troli mengikuti Hinata yang berjalan di depan

"Kare?"

"Hm, boleh juga."

"Sup kacang merah?"

"Tentu"

"Kalo Nata?"

"Mau banget"

"Eh?"

Naruto terkekeh betapa gemas istrinya ini. Apalagi dengan pipi tembem yang merona. Ia masih tak menyangka dirinya menikah dengan sang gadis yang selama ini membantunya.

"Bang Naru, Nata bercanda. Ayo ini udah lengkap tinggal bayar." Gadis itu berjalan menunduk menuju kasir.

Setelah di rasa cukup, mereka berdua pulang menuju kawasan apartemen Naruto.
Hinata memandang ke arah luar kaca mobil, ia merasa heran blok yang mereka tuju bukan menuju kediaman Naruto. "Bang Naru, bukannya blok apartemennya disana? Kenapa ke arah sini?"

Pelanggan Setia [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang