Tangan Naruto tetasa gatal untuk mengirim pesan pada seseorang. Kata-kata Hanabi beberapa hari yang lalu, membuatnya merasa bersalah pada Hinata. Namun hal yang membuatnya bimbang adalah kenapa Hinata tidak menghubunginya, bahkan membeli ramen pun tidak. Saat itu, ia berfikir jika Hinata ingin menjaga perasaannya terhadap calon suaminya. Namun semua itu salah besar. Keduanya justru saling menunggu satu sama lain.
"Kak Naruto, cobalah buat ngalah. Kakak aja yang duluan kasih pesan atau sekedar basa-basi. Pada dasarnya wanita itu senang, kalo kita yang mulai." Ucap Konohamaru di sertai senyuman mesum.
"Tapi gimana kalo sebaliknya? Atau dia sama sekali enggak senang?" Konohamaru sangat gemas melihat tingkah kakak angkatnya ini. Pesan yang sudah di ketik beberapa kali ia hapus.
Konohamaru berniat beranjak dari rebahannya dan merebut ponsel Naruto. "Eh apa-apaan kau!"
Naruto segera menarik ponselnya.
"Ya ampun, kakak ini sudah 25 tahun. Tapi kelakuan kayak abege. Seorang pria gentle, itu tidak takut akan hasil, yang penting sudah mencoba. Kalo hasilnya tidak sesuai harapan, bisa di coba lagi nanti. Koreksi diri, apa yang kurang. " Konohamaru berucap sok bijak. Entah pepatah itu benar atau tidak, yang penting dia ingin membujuk Naruto untung berjuang untuk cintanya. Cinta? Itu hanya pandangan Konohamaru saja. Nyatanya, Naruto masih mengelak.
Naruto diam setelah mendengar cerocos Konohamaru. Sebetulnya tidak terlalu nyambung, tapi ada benarnya.
"Tapi kenapa dia jarang membeli ramenku? Itu artinya dia enggak mau ketemu aku, kan?" Wajahnya murung kembali.
"Ya ampun, kan udah jelas. Mungkin aja dia belum bisa terima dengan gosip itu, lagi pula kata adiknya kan dia menghindari orang lain takut akan nenyakitkan. Itu bisa jadi sebuah alasan. " Sekali Konohamaru menatap gemas pria dewasa ini. Terlalu banyak bicara, fikirnya.
Naruto mengangguk dengan perkataan Konohamaru. Seteleh beberapa saat diam, dia menoleh pada remaja itu. Lalu tersenyum. "Yosh!! Aku harus mencobanya. Benar, dia itu.. temanku. Selama ini Hinata membantu usaha ramenku. Sebagai pria dewasa, aku harus mencoba mengalah."
"Jadi kau mau kirim pesan apa kak?" Konohamaru bangkit rasa ingin tahunya muncul tiba-tiba.
Naruto menggeleng sambil tersenyum cerah. "Aku akan langsung menelpon dia. Enggak perlu pesan singkat."
"Itu baru lakik!!" Remaja itu mengepalkan tangannya seraya menjulurkannya ke atas.
~~~~
Beberapa hari yang lalu, Hanabi membawakan ramen Ichiraku. Yap, ramen siapa lagi kalau bukan milik Naruto. Tidak bisa menyangkal, ia merindukan ramen tersebut. Padahal, racikannya buatan dia.
"Kakak, kenapa enggak beli sendiri aja?" Keesokannya, Hinata meminta Hanabi untuk membelikan ramen lagi.
"Kakak... Sibuk. Ayolah, sekalian beli juga buat kamu. Kakak traktir." Hinata memohon dengan wajah memelas. Berharap adiknya itu mengerti.
Sang adik hanya tersenyum menggoda. "Kau bukan rindu ramennya kak, tapi sama orangnya! Hahah. Kali ini kakak aja yang beli sendiri, Hana juga sibuk banyak PR."
Hinata mendengus kesal mendengar godaan adiknya. Ia jadi salah tingkah sendiri.
"Coba kirim pesan aja sama Bang Naruto. Siapa tau rindunya terobati." Lanjutnya dengan nada menggoda.
"Hanabi!!" Seketika, gadis remaja itu kabur dari kamar kakaknya. Ia memang senang menggida Hinata, tapi kalau sudah mode marah akan lain lagi ceritanya.
Hinata mencengkram erat ponsel di tangannya. Beberapa kali mengetik pesan untuk Naruto. Tapi di hapus kembali. Ia menggigit kukunya saking gugup. Padahal belum melakukan apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelanggan Setia [√]
RandomUzumaki Naruto, seorang penjual ramen keliling yang memiliki mimpi besar. Sama seperti manusia lain. Ia pantang menyerah dan selalu optimis meski ramennya jarang laku. Tapi yang membuatnya bertahan adalah satu pelanggan yang setia. . . Tidak tahu ke...