Ready for Love

120 14 4
                                    

Ting tong
Ting tong...

Jihan dibangunkan oleh suara bel rumahnya yang berisik sejak tadi, dia sudah yakin itu pasti Rafa yang datang, tanpa basa basi, Jihan langsung menuju pintu untuk membukanya.

"Huaam Rafa pagi banget kerumah mama.."

Setelah melihat siapa tamu yang datang, raut wajah Jihan langsung terdiam dan menatap benci orang di depannya. Itu adik tirinya, Naomi.

"Ngapain lo kesini?" Ucap Jihan dengan ketus.

"Aduh kak? Kok galak banget sih? Padahal kan aku cuma mau kasi berita duka loh" kata Naomi dengan senyum khasnya. Dilihat darimanapun tidak ada raut sedih atas berita duka tersebut.

"Nyokap lo dah mati?" Ucap remeh Jihan.

"Hey sembarangan, justru bokap lo tuh yang udah mati" ucap Naomi enteng.

Jihan terdiam sejenak, meskipun di membenci ayahnya, Jihan tetap akan merasa terpukul jika kehilangan Ayah kandungnya yang seperti iblis itu.

"M-meninggal kenapa?" Tanya Jihan sembari menyadarkan pikirannya.

"Karna anak durhaka kaya lo, yang gak tau diri udah di besarin malah kurang ajar" kata Naomi.

Jihan menghela napas kesal.

"Gue serius, alasannya dia meninggal kenapa? Ayah punya serangan jantung, kalaupun karna itu, alasannya apa?"tanya Jihan lagi.

"Lo tuli ya? Dia mati karna lo anjing. Dia tau lo ngelonte sampe bisa beli penthouse sebesar ini. Tolol banget sih"

Jihan sadar, manusia ini tidak bisa di ajak bicara baik2, akhirnya Jihan mengalah dan memilih diam daripda melawan orang bodoh banyak bicara.

"Kapan pemakamannya?" Tanya Jihan.

"2 hari yang lalu"

"Apa?! Lo gila ya?! Kenapa gak hubungin gue dulu?? Dia ayah gue juga"

"Asal lo tau ya Jihan, bahkan sampai dia matipun dia gak ada mikirin lo! Gausah koar koar bilang dia ayah lo juga!"

"Terus alasan lo dateng kesini buat apa?!"

"Tanda tangan penyerahan warisan, ayah bilang dia mau mindahin alih waris lo untuk gue"

Jihan terdiam lalu dia tertawa keras, pikirnya sekarang adalah Naomi layaknya pembantu yang sedang menjilat kaki tuannya.

"Hahaha maksud lo mayat ayah ngomong kayak gitu?"

"Dia ngomong gitu sebelum meninggal, tanah golf di cabang utara, itu jadinya buat gue, dan lo ga ada hak karna ayah udah gak anggep lo sebagai pewaris" ucap Naomi tersenyum sinis.

"Sekalinya manusia serakah emang serem ya, gimana rasanya dari anak tukang jamu bisa di angkat jadi anak orang kaya?"

"Gue gak peduli, ayah tetep sayang sama gue, dan lo cuma tikus got yang di buang"

"Okay, anggepan gue emang dibuang, jadi lo kesini lagi ngemis minta alih waris bukan? Yang bener dong ngemisnya" ucap Jihan meremehkan.

Mendengar itu Naomi terlihat kesal dan menatap sinis ke arah Jihan, mukanya kembali tersenyum manis di hadapan kakak tirinya.

"Gue kasian sama lo, harus ngelonte biar punya penthouse, jadi gue pikir lo gak butuh warisan ayah kan?" Ucap Naomi enteng.

"Gue gak mau, gue bakal tetep ambil hak gue sebagai ahli waris SAH keluarga"

"Gue sih gak masalah, kalau begitu rumah nyokap lo bakal gue robohin, kalo dijadiin pameran baru bagus juga kali ya?"

Jihan terdiam dan tetap dengan pandangan angkuhnya, dia tidak ingin terlihat lemah, namun jika menyangkut ibunya, Jihan tentu saja tidak kuat.

Teman Hidup Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang