Tak terasa hari demi hari berlalu, Zea melakukan aktivitas seperti biasa tidak ada halangan apapun. Seperti sekarang, kelas XII ada jadwal olahraga yang dimana mengharuskan semua siswa untuk ikut di kegiatan tersebut.
"Ze, lo kalau gak enak badan mending gak usah ikut gapapa", ucap Dena karena melihat wajah Zea yang terlihat sedikit pucat.
Sedangkan Zea hanya tersenyum lalu menggeleng, "gue gapapa, nanti kalau gue gak ikut latihan malah Minggu depan disuruh latihan sendiri. Gue gak mau"
"Tapi lo pucet banget tau Ze, Udah ya mendingan istirahat aja", kini giliran Clarissa yang membuka suara.
Sebenarnya mereka berdua khawatir jika nantinya akan terjadi sesuatu pada Zea.
"Makasih banget kalian udah peduli sama gue, tapi gue masih kuat kok buat ikut olahraga", bela Zea.
"Beneran? Nanti kalau ada apa-apa lo bilang aja ke kita ya?", ucap Dena dan Zea mengangguk saja.
"Hei kalian bertiga, udah ditungguin pak Rahmat di depan", panggil seorang laki-laki yang juga mengenakan baju olahraga sama seperti mereka.
"Udah dipanggil, kita kesana yuk", ajakan Dena diangguki oleh keduanya akhirnya mereka berdua berjalan beriringan untuk menuju ke lapangan.
Tapi saat di perjalanan, hanphone Zea tiba-tiba berbunyi.
"Woy buruan!"
Zea yang hendak membalas pesan dari suaminya itu harus terhenti karena teriakkan dari salah satu temannya yang sudah berbaris di depan.
"Kalian bertiga ini lama sekali dari mana aja?", tanya pak Rahmat saat Zea dkk sudah ikut bergabung di barisan akhir.
"Em maaf pak, ini semua salah saya. Saya yang menyuruh mereka bertiga menemani saya di toilet", jawab Zea sambil menunduk takut.
Pak Rahmat juga merupakan salah satu guru killer di SMA ini, ia bahkan tidak segan-segan menyuruh muridnya untuk berlari mengitari sekolah yang tidak kecil itu hingga lima puluh kali.
"Yasudah yasudah, kalian lihat sekarang pukul berapa. Apakah waktu yang sisanya tinggal tiga puluh menit cukup untuk praktek? Enggak kan? Terus sekarang apa yang akan kalian lakukan?!", tanya pak Rahmat sambil berjalan ke depan dan juga ke belakang murid muridnya.
"Adzkiya, apa yang akan kamu lakukan dengan waktu tiga puluh menit?", Pak Rahmat kini berdiri tepat disamping Zea. Sungguh, Zea tidak ingin salah bicara tapi disisi lain ia juga bingung harus menjawab apa.
"Melakukan pemanasan dan lari pak", entah apa yang dipikirkan oleh Zea hingga dirinya berkata seperti itu.
Kedua temannya yang berdiri di samping Zea pun sontak langsung membolakan kedua matanya.
Apa apaan, bukannya Zea sedang sakit lalu kenapa sekarang ia malah meminta untuk lari?, kira-kira seperti itulah pikiran mereka.
"Oke, jadi salah satu dari teman kalian sudah memilih untuk pemanasan dan juga lari"
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT HUSBAND
Teen FictionAdzkiya Zea Aqeela seorang gadis cantik berusia tujuh belas tahun dan masih menginjak kelas XII MIPA 1, harus rela melepas masa single nya karena harus dijodohkan dengan anak dari sahabat ayah nya. (slow update) kalau ada kritikan dan saran bisa la...