17

3.1K 386 15
                                    



Acara pertunangan berjalan dengan lancar. Keluarga besar Kinanti pun diboyong ke Ibukota untuk mengikuti pelaksanaan tukar cincin antara Kinanti dan juga Arveno.

Ibu tiri dan saudari tiri wanita itu tidak hadir karena memang tidak diizinkan oleh keluarga besar dari pihak bapaknya Kinanti untuk ikut. Mereka takut jika kedua wanita itu ikut dan akan mengacaukan suasana.

Arveno menatap cincin yang melingkar di jari manis kiri Kinanti, kemudian beralih menatap cincin di jarinya. Pria itu mengangguk diam-diam dan sangat puas dengan hasil ini.

Menoleh ke samping, keningnya mengerut saat tidak mendapati sosok Kinanti yang seharusnya duduk di sampingnya.

Kediaman Rolly John memang berukuran luas sehingga mereka hanya menggunakan taman samping rumah untuk tempat diadakannya acara.

Rolly Jhon dan Arveno sendiri mengundang banyak orang. Termasuk, beberapa karyawan kantor seperti wakil direktur, beberapa manajer, dan karyawan senior lainnya.

Undangan mendadak yang mereka terima sore tadi juga tidak cukup untuk mengejutkan mereka. Mereka yang sudah paham situasi akan mengerti jika hubungan Kinanti dan atasan mereka memang tidak biasa. Jika mereka berakhir di pelaminan, tidak akan ada yang terkejut.

Arveno bangkit dari duduknya dan mencari sosok wanita yang menjadi tunangannya.

Pria itu segera melangkah cepat saat melihat sosok Kinanti  yang sedang mengobrol dengan penuh semangat dengan manajer muda di kantornya.

"Kinanti, kenapa kamu ada di sini? Opa mencari kamu."

Senyum Kinanti surut saat mendengar suara atasannya. Wanita itu menegakkan tubuhnya, menoleh ke samping pada Arveno.

"Kakek? Di mana kakek?"

Arveno menunjuk ke arah di mana ia melihat opanya. Setelah itu Kinan pergi, meninggalkan Arveno dan juga Surya.

"Kemarin, ada berita kalau ditemukan mayat seorang pria yang mengapung di sungai. Pria itu meninggal karena dibunuh oleh laki-laki lain yang kesal karena kekasihnya diganggu."

Tanda tanya besar terpampang dari raut wajah Surya. Tidak mengerti dengan tujuan atasannya mengatakan hal ini.

"Kalau kamu mau seperti pria yang mayatnya ditemukan, silakan terus dekati Kinan." Raut wajah datar Arveno kemudian lirikan mautnya membuat Surya bergetar.

Ini jelas jenis ancaman! Batin pria itu berujar ketakutan.

Arveno tersenyum sambil menepuk pundak Surya dengan cara yang akrab. Setelah itu ia pergi meninggalkan Surya yang masih tidak percaya jika dirinya diancam.

Di sisi lain, Kinan sendiri menemukan keberadaan Rolly John. Menghampirinya, ia langsung bertanya, "kakek mencari aku kenapa?"

Roly John saat ini sedang berbincang hangat dengan beberapa laki-laki dari keluarga Kinan. Termasuk ayah dari gadis itu sendiri.

Pria tua itu menoleh dan menatap Kinan dengan kening mengerut. "Kakek tidak mencari kamu, Kinan. Sejak tadi kakek mengobrol dengan paman dan ayah kamu."

Kinan menggertak giginya kesal. Ini pasti ulah Arveno yang mengerjainya dengan mata terbuka.

"Tadi Opa bukannya cari Kinan? Opa sendiri yang bilang sama aku kalau Opa ingin Kinan menemani Opa berbincang."

Arveno yang tidak tahu sejak kapan muncul di samping Kinan kemudian merangkul pundak gadis itu. Ekspresi wajahnya terlihat sangat datar, tidak terlihat adanya kebohongan atau kegugupan.

Akhirnya sekarang Rolly John mengerti. Pria itu menggelengkan kepalanya saat tahu jika ini adalah akal-akalan Arveno.

"Oh, ha-ha! Kakek hampir saja lupa kalau tadi meminta Arven buat cari kamu, Kinan. Maklum saja kakek 'kan sudah tua."  Rolly terkekeh menatap cucunya dan juga Kinan. "Ayo, duduk kalian berdua."

Rolly John meminta pelayan untuk menyiapkan kursi. Mereka kemudian berbincang dengan Rolly yang sedikit mendominasi  obrolan bersama Paman dari Kinan yang sudah berpengalaman.

Acara pertunangan Kinan dan Arveno berjalan dengan lancar sampai akhirnya keluarga besar dari wanita itu pulang ke kediaman Kinan.

Besok pagi mereka akan kembali ke kota asal mereka dan tentu saja Kinan serta Arveno akan mengantar mereka ke bandara.

____

3 hari berlalu setelah acara pertunangan Kinanti dan juga Arveno. Berita tersebut sudah menyebar di seluruh karyawan kantor karena beberapa orang memposting foto pertunangan Kinan baik di grup WhatsApp maupun di sosial media.

Tita yang memang hadir di acara tersenyum menatap Kinan.

"Calon Bu Bos, bagaimana rasanya menerima selamat dari banyak orang?"

"Capek gigi gue sampai kering. Belum lagi tangan gue yang terima salaman dari mereka. Ya ampun, gue heran, kenapa mereka pada beri selamat ke gue tapi enggak kasih kado ke gue?"

"Matre banget sih, lo, Mbak."

"Lha, benar 'kan kata gue? Minimal kalau mau mengucapkan selamat kasih kado, lah."

Ekspresi wajah Kinan terlihat cemberut. "Eh, Tit, ngomong-ngomong gue udah agak lama enggak pernah melihat duo ibu dan anak itu ganggu gue."

"Hah? Siapa?"

"Calon emak angkat mertua gue dan calon adik ipar angkat gue."

Kinan tahu jika Arveno dan kedua saudara laki-lakinya bukanlah anak kandung dari Intan dan Aldi. Berteman sejak lama dengan pria itu tentu saja ia tahu seluk-beluk keluarganya.

"Mungkin mereka lagi meratapi nasib. Apalagi kalau lo beneran jadi sama Pak Arven, Mbak, pasti mereka bakal merasa terancam."

"Iya, maybe. Soalnya gue udah buat list yang akan gue lakukan ke mereka berdua yang sering ganggu gue."

"Hah?" Tita mendekatkan dirinya ke kursi dan menatap Kinan penasaran. "Apa aja, Mbak? Kasih tahu gue, gue juga penasaran jadinya."

Bukan jawaban yang diterima oleh Tita, tapi sentilan di dahinya.

"Itu rahasia pribadi gue dan elo enggak boleh tahu."

"Mbak Jumi!"

Kinan yang sedang menyesap minuman di dalam gelasnya nyaris tersedak mendengar teriakan maut dari Bambang.

"Apa? Bisa enggak, lo panggil gue enggak usah teriak-teriak? Indera pendengaran gue masih bagus, Bambang."

Saat ini Kinan memang sedang berada di kantin dan sedang makan siang bersama Tita. Panggilan dari Bambang ini pasti ada hubungannya dengan Arveno. Tapi, seingatnya pria itu sedang mengadakan rapat di ruang pertemuan dan tidak akan keluar sampai jam 02.00 siang.

"He-he-he. Mbak Jumi, kata bapak, dia minta diganti jus jeruknya jadi jus lemon."

"Kenapa lo harus lapor ke gue? Eh, Bambang, kalau mau beliin Pak Arven jus lemon, beliin sana. Gue enggak jual jus lemon di sini." Kinanti membalas dengan wajah cemberut. "Lagian sama-sama jus jeruk juga, cerewet banget 'sih Pak Arveno."

"Bedalah, Mbak, jus jeruk sama jus lemon. Kalau lemon 'kan agak asem, mirip kayak wajah Mbak, kata Pak Arven. Nah, kalau jus jeruk rasanya pasti manis seperti wajah saya." Bambang cengengesan di akhir kalimat, membuat Kinan semakin melotot dengan ganas.

"Pokoknya kata Pak Arveno, waktu bapak udah masuk ke ruang kerjanya, dia sudah melihat jus lemon di atas mejanya. Kalau enggak--" ekspresi wajah Bambang kini mulai serius dengan kening mengerut dan mata yang dibuat tajam. "Saya akan memotong gaji kamu bulan ini, Kinanti."

Kemudian ekspresi wajah Bambang kembali ke semula. "Seperti itu kata-kata Pak Arveno ke saya, Mbak."

"Ya Tuhan, Sutowo, memang tunangan paling laknat."

Kinan menggertak giginya, merasa kesal dengan tingkah laku atasan sekaligus tunangannya itu.

Tita di sampingnya hanya tertawa melihat bagaimana temannya itu merasa kesel dengan tunangannya sendiri.

[4]  My wife My Secretary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang