"Kasihan. Di usir, ya?"
Intan dan Alia yang sudah merasa marah di dalam saat mendapat pengusiran Arveno di depan Amel, tentu saja semakin marah ketika Kinanti mengejek mereka.
Segera Alia menghampiri meja di mana Kinanti bekerja dan menggebraknya hingga menimbulkan suara nyaring.
"Jaga sikap dan bicara lo. Lo di sini kerja sama kakak gue, dan dibayar. Ngerti?"
Bukannya takut dengan suara teriakan Alia, Kinan berdiri dan menatap gadis di depannya tanpa rasa takut.
"Terus kalau gue dibayar sama kakak lo memangnya kenapa? Gue di sini kerja. Sementara lo, buat onar." Kinan mencibir sinis. "Calon adik ipar gue yang manis, lo harus memperlakukan gue dengan hormat. Kalau enggak, gue akan minta sama calon laki gue buat enggak kasih lo duit lagi. Mau lo?"
Wajah Alia memerah karena marah. Gadis di depannya sungguh tidak tahu diri. Tangannya terangkat bersiap untuk menampar wajah Kinan, namun segera dihentikan oleh Intan.
"Kita pergi."
Tanpa menunggu respon putrinya, Intan segera membawa Alia dan juga Amel untuk pergi. Tidak sengaja melihat ke arah pintu di mana Arveno berada, membuat Intan harus membawa putrinya pergi. Jika tidak, mungkin putranya itu tidak akan mau memberikan mereka jatah bulanan lagi.
Untuk yang kesekian kalinya mereka diusir kembali oleh Arveno dan disaksikan oleh Kinanti.
"Huh, dasar nenek lampir. Dikira gue bakalan takut apa sama mereka?" cibir Kinan sinis.
Gadis itu duduk dan merapikan kembali meja kerjanya yang sempat berantakan karena ulah Alia.
"Senang kamu memanfaatkan status baru kamu?"
Kinan yang tengah merapikan mejanya spontan mendongak hanya untuk melihat Arveno yang tidak tahu kapan sudah berdiri di depan pintu ruangannya.
"Maksud Bos apa, ya? Saya nggak ngerti." Kinan pura-pura bertanya dengan polos, meski dalam hati ia mengumpat karena aksinya dilihat langsung oleh yang bersangkutan.
"Enggak ada." Arveno tersenyum miring. "Nanti malam, Opa mengundang kamu untuk makan malam bersama. Harus datang karena opa udah menyiapkannya."
"Hah? Kok, tiba-tiba, Bos? Saya bahkan belum menyiapkan apa-apa."
"Memangnya apa yang harus kamu persiapkan?" Arveno mengerut keningnya menatap Kinan. "Sebenarnya opa sudah bilang berapa hari yang lalu. Hanya saja saya lupa kasih tahu ke kamu."
Setelah mengatakan apa yang harus ia sampaikan, Arveno kemudian masuk meninggalkan Kinan yang memaki pria itu di luar ruangan karena pria itu tidak mengatakan apa-apa tentang rencana opa yang mengundangnya untuk makan malam.
"Muka lo kenapa, Mbak? Habis menang lotre?"
Kinan yang sedang menunggu Arveno mengambil mobil segera menoleh dan menatap sengit ke arah Tita. Gadis ini selalu saja pura-pura tidak tahu jika ia sedang berwajah masam, itu tandanya ia sedang bermasalah dengan bosnya.
Tak mau menjawab pertanyaan Tita, Kinan melengos wajahnya ke sisi lain.
"Oh, pasti karena Pak Bos. Apa saya bilang, Mbak. Mbak dan Pak Bos itu memang sangat cocok. Kemistri kalian itu kuat banget, tahu. Gue yakin, rumah tangga kalian akan dipenuhi dengan warna-warni kehidupan." Tita berkata sambil menatap serius ke arah sisi samping wajah Kinan. Gadis cantik itu menggigit bibir bawahnya demi untuk menahan tawa yang nyaris lepas.
Demi apapun yang ada di dunia ini, Tita tidak bohong jika Kinan hanya cocok bersama Arveno, begitu juga sebaliknya.
"Mending lo diam, Tit. Daripada nanti lo pulang enggak bawa kaki."
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] My wife My Secretary
ChickLitKinanti Darmawasa sudah bekerja hampir lima tahun di perusahaan Adijaya Grup yang dipimpin sahabatnya, Arveno Adijaya. Entahlah, Kinan--sapaanya--tidak tahu apakah Arveno menganggapnya sahabat atau tidak.Tapi, yang pasti dimana pun Arveno berada, d...