Acara ulang tahun Vina berjalan dengan lancar. Usai acara, Kinan langsung mengajak Arveno untuk segera pergi meninggalkan kota kelahiran wanita itu.
Kinan sempat bertengkar dengan ayahnya lebih dulu karena katanya beliau menolak jika Kinan menikah dengan Arveno. Padahal Kinan sangat yakin sekali jika pria paruh baya itu awalnya setuju-setuju saja dengan Arveno.
"Ayah nggak setuju kalau kamu nikah dengan laki-laki itu."
"Kenapa? Suka-suka aku mau menikah dengan siapa saja. Ayah enggak ada hak buat ikut campur dalam masalah pemilihan jodohku sendiri. Sama seperti ayah enggak pernah ikut campur lagi dalam masalah keuanganku dari aku SMP."
Kinanti ingat saat itu ia melotot pada ayahnya. Sejak memiliki ibu tiri, ayahnya tidak pernah lagi mau membiayai hidupnya mungkin setelah ia kelas 6 SD. Semua biaya hidupnya ditanggung oleh para uwak dan dan pamannya yang sering bergantian untuk memberikannya uang.
Jadi jangan salahkan Kinanti Jika ia paling rajin mengirimkan uang pada saudara-saudara yang memang diingat akan kebaikan mereka di masa ia kesulitan dulu.
Tiba-tiba saja tidak merestui hubungannya dengan Arveno membuat Kinan berpikir mungkin saja ini pengaruh dari dua medusa yang tidak ingin Kinan hidup dengan uang berlimpah. Fakta jika Kinan akan menikah dengan pengusaha kaya raya seperti Arveno Adijaya tentu saja membuat ibu tiri dan saudari tirinya iri bukan main."Ingat, ya jangan iri dengan kesuksesan gue karena sukses itu cuma buat orang yang mau berusaha. Bukan buat orang yang punya mental pengemis kayak lo." Kinan menunjuk Vina yang sejak awal mencoba untuk menghasut dirinya dan mencoba untuk membuat dirinya insecure. "Lo enggak akan bisa buat acara besar dan undang orgen terkenal di sini kalau enggak dapat duit dari gue. Jadi, sebagai dermawan lo, lo wajib menghormati gue," tandasnya sebelum berbalik pergi.
Kinan membawa Arveno pergi dengan kendaraan Regen menuju rumah sepupunya itu. Beruntung Kinan dan Arveno memang bermalam di rumah Regen, sesuai dengan permintaan uwaknya itu.
Sesampainya di sana, sudah ada beberapa koper yang bisa dipastikan adalah miliknya dan juga milik Lita. Lita merupakan sepupu Kinan dan anak dari Mak Martha yang berusia 21 tahun. Tujuannya untuk merantau dan mencari pekerjaan di kota.
Kinan tentu saja menyetujuinya. Baginya tidak masalah jika ia harus menampung Lita di rumahnya. Toh, dirinya juga tinggal sendirian di rumah yang agak besar itu.
Kinan memberikan uwaknya dan juga Martha uang. Meskipun awalnya mereka menolak, tapi akhirnya karena di paksa Kinan, mereka menerima saja pemberian gadis itu. Tidak sampai di situ saja ternyata Kinan juga memberi uang pada Regen yang sudah bersedia mengantar jemputnya ke bandara dan juga selalu menemani Arveno jika ia tidak bersama pria itu karena sibuk membantu.
Perjalanan dari Lampung menuju Jakarta tidak memerlukan waktu lama sampai akhirnya mereka tiba di bandara, Jakarta.
Mobil yang menjemput sudah menunggu dan tidak membutuhkan waktu lama, ketiganya tiba di kediaman berlantai dua milik Kinanti.
"Bos, langsung pulang?" tanya Kinanti menatap Arveno. Pintu mobil sudah setengah terbuka. Sementara Arveno yang duduk di samping sopir menoleh membalas tatapan Kinanti.
"Kalau kamu maksa saya buat minap di sini, saya enggak masalah," tutur Arveno, membuat Kinanti mendelik.
"Mimpi, Bos."
Setelah itu Kinanti turun diikuti oleh Lita yang langsung membawa kopernya agar menjauh dari posisi mobil berada.
"Bye!"
Kinanti melangkah mendekati pintu rumahnya diikuti oleh Lita dari belakang. Sementara mobil yang ditumpangi Arveno sudah melaju pergi meninggalkan area depan rumah wanita itu.
Lita menatap kagum rumah yang akan ia tinggali bersama kakak sepupunya itu. Rumahnya cukup besar untuk ditinggali seorang diri.
"Malam ini lo tidur di kamar gue dulu, Ta. Kamar sebelah nanti gue minta mbak buat bersihin," ujar Kinanti.
Kakinya menyeret pelan koper miliknya diikuti Lita dari belakang menaiki anak tangga yang mengarah ke lantai dua.
Sesampainya di lantai dua, Kinanti segera menuju pintu warna putih dan membukanya tanpa susah payah.
Mulai malam ini dan mungkin beberapa tahun berikutnya ia akan tinggal bersama Lita.
***
Keesokan paginya Kinanti sudah tiba di kantor. Lita sementara ia tinggalkan dulu di rumah bersama mbak Siti.
"Mbak, oy, baru balik lo dari liburan?" tegur Tita. Kebetulan perempuan itu baru saja akan melangkah masuk ke dalam kantor bertepatan dengan Kinanti yang baru tiba.
Kinanti mendengkus menatap Tita malas.
"Liburan pala kau!""Idih, yang baru balik langsung sensian." Tita mencibir menatap Kinan yang terlihat malas meladeninya.
Perempuan satu ini pantas sudah tua belum menikah juga. Moodswingnya terlalu mengerikan. Batin Tita diam-diam mencibir.
"Entar ke rumah gue aja lo."
"Ngapain, Mbak?"
"Lo mau oleh-oleh enggak? Gue bawa keripik dan olahan pisang lainnya. Banyak lah oleh-oleh dari gue," ujar Kinanti yang sontak membuat Tita tersenyum bahagia.
"Ah, thank you, Mbak. Lo memang yang terbaik deh!" seru Tita bahagia.
"Gue." Kinanti tersenyum miring. Kemudian mereka berpisah karena lift yang akan mereka tumpangi berbeda.
Kinanti tentu saja memanfaatkan aksesnya untuk menggunakan lift khusus petinggi perusahaan sementara karyawan lain menggunakan lift berbeda.
Pintu lift terbuka. Kinanti melangkah masuk dan menekan angka lantai ruangannya berada. Setelah menunggu beberapa detik, Kinanti melangkah keluar dari pintu lift dan berjalan menuju meja kerjanya berada.
"Kamu sudah sarapan?"
"Astaga!" Kinanti berseru terkejut mendengar suara bariton milik penghuni di lantai ini selain dirinya.
Kinanti menoleh dengan mata melotot menatap tajam makhluk yang sudah membuatnya terkejut setengah mati.
"Bos, kira-kira dong kalau mau bikin saya kaget! Kasih tahu saya dulu atau apa kek. Ini kagetin saya sembarangan!" seru Kinanti. Pagi-pagi ia sudah keluar otot hanya karena kehadiran Arveno Adijaya yang membuatnya terkejut setengah mati. Jika sampai ini terus terjadi padanya, Kinanti tidak tahu akan seperti apa nasib jantungnya.
"Saya mana tahu kamu bakalan kaget atau enggak. Kamu enggak kasih pengumuman ke saya." Arveno menyahut datar sambil menatap Kinanti yang bibirnya sudah di poles lipstik merah.
"Saya mana tahu kalau bos bakalan ngagetin saya. Kalau saya tahu bos mau ngagetin saya, saya pasti udah kasih pengumuman duluan," balas Kinanti tidak mau kalah.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Arveno. Pria itu tidak mau meladeni Kinanti yang masih dalam keadaan marah seperti ini.
"Kenapa tanya, Bos? Mau ajak saya sarapan atau belikan saya sarapan?" Meski ia bertanya demikian, nyatanya ekspresi merengut Kinanti tidak di ubah juga.
"Enggak." Arveno menggeleng pelan. "Saya mau minta kamu belikan saya sarapan. Bubur ayam ya." Arveno membuat darah tinggi Kinanti mencuat naik ke arah kepalanya.
"Astaga, Arveno Adijaya!"
Si kinan emosian.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] My wife My Secretary
ChickLitKinanti Darmawasa sudah bekerja hampir lima tahun di perusahaan Adijaya Grup yang dipimpin sahabatnya, Arveno Adijaya. Entahlah, Kinan--sapaanya--tidak tahu apakah Arveno menganggapnya sahabat atau tidak.Tapi, yang pasti dimana pun Arveno berada, d...