54

1.5K 94 9
                                    

Pdf-nya sudah tersedia dan nanti hanya bisa dibaca lewat innovel. Btw yang mau baca lewat playbook juga boleh.

WA- 082319841041

___


Arveno mengerut keningnya saat terbangun dan tidak mendapati sosok Kinanti di sisinya.

Pria itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos. Arveno mengedarkan pandangannya ke sekitar, tidak melihat keberadaan wanitanya sama sekali membuat ia memutuskan untuk turun dan mengambil pakaian yang berceceran sebelum akhirnya ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Langkah Arveno yang akan masuk ke dalam kamar mandi terhenti ketika melihat lemari pakaiannya yang berantakan dengan isi-isi yang sudah keluar.

Pria itu berdecak karena tahu jika ini adalah ulah Kinanti. Tidak ambil pusing karena ia akan meminta seseorang untuk merapikan lemarinya kembali, Arveno masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya.

Beruntung di kamar ini ia memiliki banyak pakaian sehingga tidak membutuhkan waktu lama, Arveno keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sudah lengkap.

Pria itu kemudian membuka pintu kamar dan melangkah keluar.

"Astaga, Kinanti." Arveno mengusap dadanya melihat ruang kerjanya yang sudah seperti kapal pecah.

Pria itu menatap ke arah mejanya dan merasa bersyukur karena Kinanti tidak membuat meja kerjanya yang memiliki banyak berkas penting ikut berantakan.

Hanya saja, ia tidak pernah bisa membayangkan bagaimana wanitanya itu bisa membalikkan sofa dalam bentuk yang aneh seperti ini.

Meja tamunya pun tidak luput dari perhatian Kinanti yang kini sudah pecah berantakan.

Kamarnya yang kedap suara mungkin membuat Kinanti bisa leluasa melampiaskan amarahnya dengan menghancurkan seluruh ruangannya.

"Setidaknya kamu masih tahu cara mengekspresikan kemarahan kamu," ucap Arveno.

Pria itu kemudian mencari ponselnya dan berniat untuk menghubungi Kinanti. Namun, gerakan tangan pria itu terhenti ketika melihat notifikasi pengambilan uang dalam jumlah yang tidak sedikit tertera di layar.

Kerutan di dahi pria itu semakin dalam dan melihat langsung total uang yang diambil jumlahnya hampir 500 juta dengan lebih dari 30 kali transaksi dilakukan hampir 2 jam belakangan ini.

Jika tidak salah ingat, Arveno tidur mungkin hampir 2 jam lebih. Tidak ada yang mengetahui seluk beluknya selain Kinanti. Termasuk semua password akun sosial media, dan bahkan pin rekeningnya pun sudah sangat dihafal oleh Kinanti.

Arveno tersenyum tipis.  Pria itu berujar di dalam hatinya tidak apa-apa uangnya dihabiskan oleh Kinanti toh juga semua harta miliknya akan diberikan pada wanitanya itu sebagai istri masa depannya.

Arveno mencari kontak Kinanti dan berniat untuk menghubungi wanitanya itu. Namun, nomornya tidak aktif.

Arveno menggeleng pelan kepalanya dan menghubungi anak buahnya untuk merapikan ruangan dan kamarnya yang sudah seperti kapal pecah.

Arveno berpikir jika Kinanti mungkin sedang marah padanya sehingga membuatnya tidak mengaktifkan nomor ponselnya lagi.

Tak lama kemudian Alvin datang dan menatap pemandangan mengejutkan di dalam ruangan kembarannya itu.

"Bisa-bisanya lo punya ruangan berantakan kayak gini. Habis perang apa gimana?" 

Alvino menatap aneh pada kakaknya itu. Tidak biasanya Arveno akan betah berlama-lama di dalam ruangan berantakan seperti ini.

Lihatlah sofa yang sudah dijungkir balik, meja yang sudah pecah di mana-mana, gambar lukisan yang dihancurkan, dan hanya satu tempat yang tidak terjamah sama sekali adalah meja kerja Arveno.

"Tadi ada macan betina yang lagi mengamuk. Kita cari ruangan lain aja untuk diskusi," sahut Arveno.

Pria itu melangkah keluar diikuti oleh Alvino yang masih penasaran dengan apa yang terjadi.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" 

Arveno baru saja mendudukkan dirinya ketika Alvino sudah menyerang dengan pertanyaan.

Saat ini mereka berada di ruang yang memang dikhususkan untuk tempat pertemuan dengan klien.

"Kinanti habis ngamuk tadi. Mungkin buat meredakan emosinya." Arveno tidak menjelaskan secara spesifik alasan mengapa Kinanti bisa marah dan bahkan menghancurkan ruangannya.

"Lo bikin darah tingginya naik lagi? Hebat banget betina satu itu. Bahkan dia bisa angkat sofa berat yang ada di dalam ruangan lo." Alvino berdecak kagum. "Oh, iya, gue hampir lupa bilang sama lo kalau beberapa hari yang lalu gue nyelamatin Kinan waktu hampir keserempet sama motor."

Tubuh Arveno yang mendengar pernyataan Alvino langsung menegang.

"Terus apa yang terjadi? Tapi, Kinanti nggak kenapa-kenapa 'kan?"

"Enggak. Untung aja timingnya pas waktu gue narik dia. Soalnya dikit lagi dia nyaris keserempet. Ah, waktu kejadian kita yang ketemu di cafe itu," ingat Alvino.

"Kenapa nggak lo cerita waktu itu juga?" Arveno menatap tajam dan marah karena Alvino tidak menceritakan apa-apa tentang hal yang terjadi pada Kinanti pada saat itu.

"Gue lupa soalnya udah sibuk lihat kalian bertengkar. Menurut feeling gue, kayaknya orang itu sengaja pengen nyerempet Kinan," tebak Alvino. "Soalnya jalanan itu luas. Sedangkan Kinan waktu itu posisinya udah hampir di pinggir."

Arveno menegakkan tubuhnya dengan ekspresi tajam. Rahangnya mengeras membayangkan jika calon istrinya ternyata pernah hampir dicelakai oleh orang lain.

"Bukannya misi kita ini rahasia? Nggak ada yang tahu soal ini 'kan selain Arthur dan lo?" Arveno melemparkan tatapan tajamnya pada Alvino.

"Nggak ada yang tahu selain kita bertiga dan juga anak buahnya Arthur. Anak buahnya Arthur juga nggak mungkin berkhianat."   Alvino menjawab dengan yakin.

"Kalau memang nggak ada yang tahu soal apa yang sedang kita rencanakan, kenapa ada orang yang sengaja mau nyerempet Kinan?"

Alvino mengangkat bahunya tidak tahu, membuat Arveno mulai memikirkan hal-hal yang harus dilakukannya.

"Oh, iya, ring diamond yang lo pesan kemungkinan bakalan datang hari ini. Gue udah hubungi anak buah kakek, dan dia bilang, udah dalam posisi kembali ke Indonesia," kata Alvino tiba-tiba.

Semenjak mengenal Aleta membuat Alvino melupakan banyak hal. Maklum saja, saat ini ia sedang dalam masa-masa romansa membuat cintanya pada Aleta tumbuh semakin besar dari hari ke hari.

"Gue mau lo simpan cincin itu terlebih dahulu. Gue udah urus semuanya, termasuk gaun,  gedung resepsi pernikahan, katering dan lainnya."

Arveno selain sibuk dengan urusan tentang adiknya, pria itu juga menyibukkan diri untuk mempersiapkan kejutan pernikahan yang akan dilangsungkannya bersama Kinanti.

Arveno tahu jika wanitanya itu bukan tipe wanita yang suka direpotkan dengan hal-hal seperti mengurus tetek bengek pernikahan. Istilahnya, Kinanti lebih menyukai hal-hal yang sudah jadi. Beruntungnya lagi untuk ukuran gaun, Arveno sudah tahu ukuran Kinanti luar dan dalam.

Maka dari itu ia meminta pada Renata yang kebetulan tahu rencananya untuk membantu persiapan pernikahan yang akan dilangsungkan 1 bulan mendatang tepat pada ulang tahun Kinanti.

Renata juga berkata jika ia sudah mengenal Kinanti dan tahu apa yang diinginkan oleh wanitanya itu.

"Ngomong-ngomong memangnya Kinanti mau nikah sama lo? Kan,  lo ajak nikahnya agak mendadak."

Arveno  tersenyum miring mendengar pertanyaan Alvino.

"Kinanti pasti bakalan mau nikah sama gue. Dia enggak pernah bisa nolak. Gue tahu luar dalamnya Kinanti kayak apa. Paling-paling dia cuma kaget sebentar abis itu udah." Arveno sudah mengetahui watak Kinanti luar dan dalam jadi tahu cara mengatasi wanita itu untuk luluh.

Lagi pula, apa gunanya mengenal wanita itu lebih dari 15 tahun kalau tidak tahu apa-apa tentangnya.

[4]  My wife My Secretary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang